JAKARTA - kualitas udara di seluruh kabupatan/kota
di Indonesia, kini sudah terpantau dari 500 titik pemantauan manual yang
tersebar diseluruh kabupaten/ kota, sedangkan pemantauan real time
difokuskan pada daerah yang terdampak kebakaran lahan dan hutan serta
daerah perkotaan yang terpapar pencemaran dari kendaraan bermotor dan
industri.
“Saat ini sudah terpasang 26 stasiun pemantauan. Pada tahun 2024
stasiun pemantauan real time ini ditargetkan menjadi 165 stasiun,” kata
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar.
Menteri LHK mengatakan itu ketika meresmikan Ruang Sistem Informasi
(Media Center) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan yang
dikembangkan oleh Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan Hidup (PPKL), di Kantor KLHK, Jalan D.I Panjaitan,
Kebon Nanas, Jakarta Timur, Rabu (26/2).
Lebih lanjut Menteri Siti Nurbaya mengatakan, cukup banyak data yang
dikumpulkan, maka untuk mendiskripsikan pengelolaan lingkungan secara
makro sebenarnya kita telah memiliki Laporan Status Lingkungan Hidup
Indonesia. Pendekatan DPSIR (drivers, pressures, state, impact and
response) dalam Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) dapat digunakan
sebagai model untuk menganalisis dampak kegiatan masyarakat dari
masyarakat, dan kebijakankebijakan yang mengatur aktifitas masyarakat
terhadap lingkungan.
Semakin lengkap informasi yang dimasukkan, maka semakin akurat
prediksi yang dihasilkan dan semakin cepat para pemangku kepentingan
dapat memitigasi dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. “Tinggal
bagaimana kita mengemas dan mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan
publik tersebut, sehingga mempunyai daya ungkit yang tinggi untuk
perbaikan lingkungan,” ujar Siti
Disebutkan, pusat informasi yang dikembangkan oleh Direktorat Jendral
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup ini, bagian
penting dari konsep manajemen adatif pengelolaan lingkungan Indonesia.
“Media ini dapat berperan sebagai sarana monitoring dan evaluasi karena
data yang diintegrasikan cukup banyak dan sebagian data sudah bersifat
real time,” uajr Menteri Siti.
Yang dimaksud konsep konsep manajemen adaptif dalam pengelolaan
lingkungan itu dipelopori oleh Walter (1986) dan Holling (1990).
Manajemen adaptif adalah proses yang berulang dari empat komponen:
belajar (learning), mendiskripsikan (describing), memprediksi
(predicting) dan melaksanakan (doing). Komponen belajar meliputi
monitoring dan evaluasi, mendiskripsikan meliputi kegiatan menggambarkan
dan menjelaskan sistem dengan menggunakan model, prediksi adalah
menguji coba model dan memasukan rencana aksi yang akan dilakukan ke
dalam model, melaksanakan (doing) adalah mengimplementasikan model dan
renaca aksi yang terpilih dengan pendekatan manajemen eksperimen.
Inovasi Teknologi
Sementara itu, Dirjen PPKL, Karliansyah mengatakan, data yang
disajikan kepada masyarakat melalui sistem informasi pemantauan kualitas
lingkungan hidup sebagai bagian dari inovasi, penggunaan teknologi,
keterbukaan/ transparansi dan akuntabilitas kinerja KLHK.
“Sistem informasi ini diharapkan menjadi fasilitas yang lebih cepat,
terintegrasi, real time, dapat dipercaya dan bertanggungjawab, sehingga
dapat digunakan sebagai upaya pencegahan, penanggulangan, serta
peringatan dini di bidang pengendalian pencemaran dan kerusakan
lingkungan,” ujar Karliansyah.
Sebagai contoh, data pemantauan kualitas air, saat ini sudah
terintegrasi dari 560 titik pemantaun manual dan 41 stasiun pemantauan
real time.
Pada tahun 2024 pemantauan manual akan digantikan dengan pemantauan
real time, karena stasiun pemantauan yang dibangun mencapai 822 stasiun.
sur/AR-3
0 comments:
Post a Comment