RUU “Omnibus Law” I Setiap Badan Usaha yang Merusak Lingkungan Dijerat Pidana
JAKARTA – Aparat penegak hukum akan semakin kuat menjalankan
tugasnya terkait pelanggaran perusakan lingkungan. Tindakan tegas
terhadap perusak lingkungan itu akan memiliki dasar hukum yang kuat
ketika RUU Omnisbus Law Cipta Kerja nanti selesai dibahas.
“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa
revisi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dalam RUU
Cipta Kerja (RUU Omnibus Law), tetap dalam semangat menindak tegas perusak lingkungan,” kata Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono, di Jakarta, Jumat (14/2).
Bambang menegaskan ini terkait telah diserahkannya RUU Omnibus Law Cipta
Kerja kepada DPR, Rabu (12/2). Menurut Bambang, hal yang menjadi
catatan di ruang publik, di antaranya berkenaan dengan subjek
pertanggungjawaban mutlak.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan dapat dipastikan tidak akan
mengaburkan pengertian pertanggungjawaban mutlak bagi perusak
lingkungan dari frasa dalam pasal berkenaan dengan pertanggungjawaban
mutlak tersebut. Justru penegakan hukum lingkungan akan semakin
diperkuat.
‘’Pada RUU Omnibus Law, penegakan hukum lingkungan tetap
dilakukan dan pelaku kejahatan lingkungan tetap dihukum. Penegakan
hukum pidana tetap dapat menjerat para pembakar hutan, pencemar, dan
perusak lingkungan, karena pasal pidana tetap dipertahankan,’’
ungkapnya.
Pada RUU ini, tambah Bambang, setiap orang atau badan usaha yang
terbukti telah mengakibatkan kerusakan lingkungan atau pencemaran
lingkungan dapat dijerat dengan sanksi pidana. Dalam hal ini prinsip ultimum remedium yang diterapkan.
Untuk pelanggaran-pelanggaran teknis yang membutuhkan langkah koreksi (corrective action)
maka tetap dilakukan penegakan hukum dengan sanksi administratif
paksaan pemerintah. Sanksi tersebut, tambah Bambang, berturut-turut
pembekuan dan pencabutan izin serta selanjutnya denda.
Limbah Berbahaya
Menurut Bambang, untuk perbuatan melawan hukum yang terkait dengan
kegiatan menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),
menggunakan B3 atau kegiatan yang berdampak besar dan berisiko tinggi,
tetap diterapkan pertanggungjawaban mutlak. Adapun kalimat dalam RUU
yang berbunyi “... tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan...” tidak
akan menghilangkan makna pertanggungjawaban mutlak, di mana unsur
kesalahan tidak perlu dibuktikan.
‘ ’Sehingga p e r b u a t a n melawan hukum terkait dengan limbah
B3, B3 atau yang berisiko tinggi yang mengakibatkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan tetap dapat dimintai pertanggungjawabannya untuk
membayar ganti kerugian lingkungan tanpa perlu membuktikan unsur
kesalahan,’’ tegas Bambang.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah diserahkan pemerintah
kepada Ketua DPR itu terdiri atas 79 UU dengan 15 bab dan 174 pasal.
Keseluruhan draf ini akan dibahas pemerintah dengan DPR melalui tujuh
komisi yang terlibat melalui mekanisme DPR.
Sesuai prosedur, setelah RUU diserahkan maka selanjutnya akan dibawa
ke rapat paripurna untuk kemudian dibahas di Badan Musyawarah (Bamus)
DPR. Dalam prosesnya, Bamus DPR akan membuka ruang kepada seluruh
elemen publik untuk memberikan masukan terhadap draf tersebut.
0 comments:
Post a Comment