![]() |
Pengunjung mengenakan masker menunggu transportasi di halte depan RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso, Jakarta |
Jakarta Sudah hampir 3 pekan, tak ada lagi kasus baru penularan Virus Corona di Vietnam. Bahkan seluruh pasien yang positif COVID-19 pun telah sembuh.
Sementara, Indonesia baru saja mengumumkan kasus Virus Corona yang
menjangkit dua warga negaranya pada Senin 2 Maret. Indonesia pun bisa
belajar dari negara tetangga mengenai penanganan Virus Corona secara
tepat tanpa membuat panik.
Selain Vietnam, Singapura juga menjadi salah satu negara yang sukses
melawan Virus Corona. Dari 108 pasien positif, 78 di antaranya telah
pulih. Hingga Selasa (3/3/2020), tidak ada pasien Virus Corona di
Singapura yang meninggal dunia.
WHO pun memuji upaya Singapura menemukan setiap kasus Virus Corona,
menindaklanjuti dengan kontak, dan menghentikan transmisi. Harvard
University juga mengakui kemampuan Singapura sebagai Gold Standart atau
standar tinggi untuk deteksi kasus Virus Corona.
Profesor Amin Soebandrio dari Eijkman Institute menilai ketegasan
pemerintah Singapura ternyata adalah kunci. Karena Singapura akan
menghukum para suspect Virus Corona yang tak patuh instruksi karantina.
"Mereka sangat strict," ucap Amin kepada Liputan6.com, Selasa (3/3/2020).
"Contohnya, kalau ada orang dalam status pemantauan, di mana mereka
keluar rumah, itu sampai ketahuan ke luar rumah, itu bisa dicabut permanent resident-nya.
Jadi betul-betul hukum ditegakkan sehingga orang tentu ada rasa takut
tapi itu penting untuk memastikan tak ada penularan," ia menjelaskan.
Namun, kebijakan Singapura itu tidak mudah diterapkan di Indonesia.
Di Tanah Air, hukuman terhadap status kependudukan berpotensi dianggap
melanggar HAM.
Amin pun tak mendukung ide karantina di satu tempat. Self-quarantine dianggap lebih tepat jika ada orang yang punya riwayat kontak dengan penderita Virus Corona. Selain itu, lebih baik memanggil dokter ke rumah ketimbang pergi sendiri karena berpotensi menularkan.
"Kalau sakit lebih baik panggil petugasnya ke rumah, ketimbang datang
ke rumah sakit malah menyebarkan ke pasien-pasien lain," katanya.
Negara lain seperti China, Singapura, dan Korea Selatan, memiliki
kebijakan untuk melakukan tes Virus Corona dalam skala besar.
Namun, Amin menilai pemeriksaan seperti itu tidak cocok di Indonesia.
"(Pemeriksaan) secara random terbuka saya rasa tidak.
Artinya, kita bukan negara tertular, yang seluruh negara kena, baru satu
daerah tertentu, jadi beda situasinya dengan China," ujar Amin.
Rekomendasi yang Profesor Amin berikan adalah pemeriksaan secara
terarah kepada pasien yang memiliki gejala-gejala Virus Corona, meskipun
orang itu tak punya riwayat kontak dengan penderita Virus Corona.
Sebab, ada kasus Virus Corona
yang tak punya riwayat kontak dengan penderita di Amerika Serikat (AS).
Itu membuat otoritas kesehatan AS, yakni Centers for Disease Control
and Prevention (CDC), untuk meneliti lagi kriteria suspect virus ini.
"Itu sudah terbukti terjadi di AS, ada beberapa kasus yang menunjukan
gejala tapi sama sekali tidak ada riwayat kontak dan teryata positif
sehingga CDC mempertimbangkan kriteria suspect," jelas Amin.
Contoh lain penanganan Virus Corona dengan meliburkan
sekolah dan pembatasan travel ke beberapa negara, telah dilakukan
Jepang dan Korea Selatan. Namun, Peneliti mikrobiologi LIPI Sugiyono
menyebut solusi itu potensial, tetapi belum urgent. Yang penting dilakukan adalah edukasi dan disinfeksi tempat-tempat rawan.
"Ada beberapa kebijakan seperti travel restriction, meliburkan ataupun menutup sementara public places,
tapi ini belum begitu darurat untuk dilakukan. Yang lebih diutamakan
mungkin mengedukasi masyarakat terlebih dahulu tentang Virus Corona
COVID-19," ujar Sugiyono
0 comments:
Post a Comment