![]() |
| Muftiyatul Azizah, S.Si., M.Mat, Dosen Tetap Stiesia Surabaya |
World Health Organization (WHO)
menjelaskan bahwa Coronaviruses (Cov) adalah virus yang menginfeksi
sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona
menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang lebih parah seperti
Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut
Parah (SARS-CoV). Virus Corona adalah zoonotic yang artinya ditularkan
antara hewan dan manusia. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Indonesia,
perkembangan kasus COVID-19 di Wuhan berawal pada tanggal 30 Desember
2019 dimana Wuhan Municipal Health Committee mengeluarkan pernyataan
“urgent notice on the treatment of pneumonia of unknown cause”.
Penyebaran virus Corona ini sangat cepat bahkan sampai ke lintas negara.
Sampai saat ini terdapat 93 negara yang mengkorfirmasi terkena virus
Corona. Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan
dunia membawa dampak pada perekonomian dunia baik dari sisi perdagangan,
investasi dan pariwisata.
China merupakan negara eksportir
terbesar dunia. Indonesia sering melakukan kegiatan impor dari China dan
China merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Adanya
virus Corona yang terjadi di China menyebabkan perdagangan China
memburuk. Hal tersebut berpengaruh pada perdagangan dunia termasuk di
Indonesia. Penurunan permintaan bahan mentah dari China seperti batu
bara dan kelapa sawit akan mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang
dapat menyebabkan penurunan harga komoditas dan barang tambang.
Penerimaan pajak sektor perdagangan juga
mengalami penurunan padahal perdagangan memiliki kontribusi kedua
terbesar terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas mengalami penurunan yang
disebabkan karena China merupakan importir minyak mentah terbesar.
Selain itu, penyebaran virus Corona juga mengakibatkan penurunan
produksi di China, padahal China menjadi pusat produksi barang dunia.
Apabila China mengalami penurunan produksi maka global supply chain akan
terganggu dan dapat mengganggu proses produksi yang membutuhkan bahan
baku dari China. Indonesia juga sangat bergantung dengan bahan baku dari
China terutama bahan baku plastik, bahan baku tekstil, part elektronik,
komputer dan furnitur.
Virus Corona juga berdampak pada
investasi karena masyarakat akan lebih berhati-hati saat membeli barang
maupun berinvestasi. Virus Corona juga memengaruhi proyeksi pasar.
Investor bisa menunda investasi karena ketidakjelasan supply chain atau
akibat asumsi pasarnya berubah. Di bidang investasi, China merupakan
salah satu negara yang menanamkan modal ke Indonesia. Pada 2019,
realisasi investasi langsung dari China menenpati urutan ke dua setelah
Singapura. Terdapat investasi di Sulawesi berkisar US $5 miliar yang
masih dalam proses tetapi tertunda karena pegawai dari China yang
terhambat datang ke Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara yang
memberlakukan larangan perjalanan ke dan dari China untuk mengurangi
penyebaran virus Corona. Larangan ini menyebabkan sejumlah maskapai
membatalkan penerbangannya dan beberapa maskapai terpaksa tetap
beroperasi meskipun mayoritas bangku pesawatnya kosong demi memenuhi hak
penumpang. Para konsumen banyak yang menunda pemesanan tiket liburannya
karena semakin meluasnya penyebaran virus Corona. Keadaan ini
menyebabkan pemerintah bertindak dengan memberikan diskon untuk para
wisatawan dengan tujuan Denpasar, Batam, Bintan, Manado, Yogyakarta,
Labuan Bajo, Belitung, Lombok, Danau Toba dan Malang. Di Eropa juga
memberlakukan aturan dimana maskapai penerbangan harus menggunakan
sekitar 80 persen slot penerbangan yang beroperasi ke luar benua Eropa
agar tidak kehilangan slot ke maskapai pesaingnya. Bukan hanya di
Indonesia yang membatasi perjalanan ke China, namun negara-negara yang
lain seperti Italia, China, Singapura, Rusia, Australia dan negara lain
juga memberlakukan hal yang sama (www.cnnindonesia.com).
Virus Corona juga sangat berdampak pada
sektor pariwisata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
wisatawan asal China mencapai 2.07 juta orang pada tahun 2019 yang
mencakup 12.8 persen dari total wisatawan asing sepanjang 2019.
Penyebaran virus Corona menyebabkan wisatawan yang berkunjung ke
Indonesia akan berkurang. Sektor-sektor penunjang pariwisata seperti
hotel, restoran maupun pengusaha retail pun juga akan terpengaruh dengan
adanya virus Corona. Okupansi hotel mengalami penurunan sampai 40
persen yang berdampak pada kelangsungan bisnis hotel. Sepinya wisatawan
juga berdampak pada restoran atau rumah makan yang sebagian besar
konsumennya adalah para wisatawan. Melemahnya pariwisata juga berdampak
pada industri retail. Adapun daerah yang sektor retailnya paling
terdampak adalah Manado, Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan
dan Jakarta. Penyebaran virus Corona juga berdampak pada sektor usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena para wisatawan yang datang ke
suatu destinasi biasanya akan membeli oleh-oleh. Jika wisatawan yang
berkunjung berkurang, maka omset UMKM juga akan menurun. Berdasarkan
data Bank Indonesia, pada tahun 2016 sektor UMKM mendominasi unit bisnis
di Indonesia dan jenis usaha mikro banyak menyerap tenaga kerja.
Beberapa langkah yang dilakukan
Indonesia dalam menghadapi dampak dari virus Corona ini adalah
menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi
4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4.00% dan suku
bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%. Kebijakan ini
dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah
tertahannya prospek pemulihan ekonomi global sehubungan dengan
terjadinya Covid-19. Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi
global dan domestik untuk menjaga agar inflasi dan stabilitas eksternal
tetap terkendali serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi
(www.bi.go.id).
Di lain sisi, virus Corona tidak hanya
berdampak negatif, namun juga dapat memberikan dampak positif bagi
perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah terbukanya peluang pasar
ekspor baru selain China. Selain itu, peluang memperkuat ekonomi dalam
negeri juga dapat terlaksana karena pemerintah akan lebih
memprioritaskan dan memperkuat daya beli dalam negeri daripada menarik
keuntungan dari luar negeri. Kondisi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai
koreksi agar investasi bisa stabil meskipun perekonomian global sedang
terguncang.
Dampak yang disebabkan oleh virus Corona
bukan hanya di Indonesia saja melainkan di beberapa negara di belahan
dunia. Pada tanggal 22-23 Februari 2020 telah berlangsung pertemuan G20
yang diadakan di Arab Saudi. Anggota G20 ini terdiri dari Amerika
Serikat, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Perancis, Jerman,
India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika
Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris dan Uni Eropa. Wabah virus Corona
menjadi topik diskusi pada pertemuan tersebut. Dalam pertemuan G20,
negara-negara G20 menyampaikan simpati kepada masyarakat dan negara yang
terdampak virus Corona, khususnya China. Munculnya berbagai tekanan
global, salah satunya adalah Covid-19 mendorong negara-negara G20 untuk
meningkatkan kerja sama dengan mempererat kerja sama internasional.
Negara-negara G20 juga sepakat memperkuat pemantauan terhadap risiko
global khususnya yang berasal dari Covid-19, serta meningkatkan
kewaspadaan terhadap berbagai potensi risiko dan sepakat untuk
mengimplementasikan kebijakan yang efektif baik dari sisi moneter,
fiskal, maupun struktural (www.bi.go.id).
Arab Saudi yang menjadi Presidensi G20
pada tahun 2020 mengusung tema “Realizing The Opportunity of The 21st
Century”. Hal ini dilatarbelakangi perkembangan teknologi yang sangat
pesat sehingga mengubah tatanan perekonomian global menuju ekonomi dan
keuangan digital. Namun, partisipasi masyarakat dalam perekonomian
khususnya kelompok muda, perempuan dan UMKM dipandang belum optimal,
sehingga membutuhkan upaya untuk membuka akses kepada mereka dalam
kegiatan perekonomian melalui pemanfaatan teknologi. Selain itu, agenda
Presidensi G20 adalah pengembangan pasar modal domestik dan penguatan
pengaturan dan pengawasan sektor keuangan.
Di sektor keuangan, penguatan sistem
keuangan melalui implementasi agenda reformasi sektor keuangan dan
pemanfaatan teknologi menjadi fokus para Menteri Keuangan dan Gubernur
Bank Sentral negara-negara G20. Rencana Financial Stability Board (FSB),
Committee on Payments and Market Infrastructure dan Standard Setting
Bodies (SSBs) dalam menyusun peta jalan (roadmap) penguatan sistem
pembayaran lintas negara disambut baik oleh G20. Gubernur Bank Indonesia
menyampaikan dukungan Indonesia atas agenda Presidensi G20 Arab Saudi
khususnya cross borde payments dan transisi LIBOR (London Interbank
Offered Rate)







0 comments:
Post a Comment