“Seyogyanya, para kaum tekstualis dalam
mengahadapi persoalan ini (Covid 19) menyadari bahwa dirinya hidup di
hutan rimba, harus proporsional dalam menyikapi tuntutan zaman.”
Makhluk super kecil, virus corona atau Covid-19, benar-benar
menggemparkan dunia. Hampir seluruh lorong kehidupan (dunia) ini, sibuk
menghalaunya. 152 negara berjibaku melawan corona, korbannya tidak
sedikit.
Hari ini, kabar paling mengerikan bukan Wuhan, China. Tetapi Spanyol.
Selasa (24/3) angka kematiannya di sana naik drastis, dari 514 menjadi
2.696 orang. 40.000 orang terinfeksi, 5.400 orang lebih di antaranya
petugas kesehatan (baca: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52046998).
Corona secara etimologi diambil dari Bahasa Latin berarti mahkota.
Secara terminologi adalah wabah yang menular, jalaran interaksi
terhadap orang yang terjangkit penyakit tersebut.
Pada tahun 1937 sudah ada virus itu. Para sains mengisolasi virus
corona karena dampaknya menjadi bronchitis, dan menular pada unggas atau
flu ringan.
Kini, bangsa Indonesia dan penduduk dunia mengalami kerisaun dan
keresahan akibat virus corona atau Covid 19. Kondisinya mencekam, segala
aktivitas perekonomian, ritual, dan sosial dibuat mandeg.
Nama virus ini, mungkin, bukan istilah baru. Sebab banyak istilah
yang muncul sebelum viralnya virus tersebut, yang sudah diketahui kaum
medis, pegiat kesehatan, ulama dan sosial lain seperti virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Middle East Respiratory Syndrome).
Di era Nabi Muhammad saw. sudah ada penyakit pandemi yang fenomenal, namanya tho’un. Di mana pada konteks itu, umat juga diserukan untuk menjaga diri dan ikhtiar dengan menjauh ( jaga jarak/ Social Distancing) dari virus atau orang yang terjangkit penyakit tha’un.
Kelewat Serem
Tapi yang menarik, terkait wabah virus corona ini, banyak orang
berspekulasi tentang pandemi. Ada yang menyebutnya adzab, tentara Allah
yang menghanguskan orang-orang dholim. Ini semakin membuat serem kerja
Covid-19. Padahal, pemaknaan seperti itu, justru jauh dari makna yang
sebenarnya.
Nah, perlu rasanya, kita tahu apa perbedaan adzab, musibah dan bala
dalam perspekstif Alquran. Apa maksud musibah, apa adzab, apa pula bala
itu?
Jika kita mau repot sedikit saja melihat lembaran kitab Allah
(Alquran) dan hadits, maka, akan menemukan perbedaan signifikan tentang
adzab, bala dan musibah.
Ironisnya, kalimat tersebut sering digunakan pada tempat yang bukan
porsinya, dan tidak jarang pula orang serampangan memakai kalimat adzab,
musibah dan bala.
Pada konteks ini, banyak tokoh agama mengatakan bahwa wabah ini
merupakan adzab. Bagi penulis, ungkapan seperti itu sangat kontra
produktif dengan sabda nabi kita (Muhammad saw) yang menegaskan bahwa
adzab hanya berlaku terhadap kaum terdahulu, tidak bagi umatku.
Nah, dalam menyikapi persoalan ini, menjadi penting untuk dideskripsikan tentang tiga terminologi tersebut.
Jika kita pahami secara kontekstual, makna adzab ialah sebuah siksaan
yang menimpa terhadap makhlukNya. Dan ini disebabkan kemusyrikanya.
Apabila kita analisis secara sistematis di dalam Alquran, maka, tidak
akan menemukan suatu redaksi kebenaran tentang ‘adzab’ yang akan
diturunkan secara langsung oleh Allah kepada umat Nabi Muhammad, kecuali
kepada umat terdahulu.
Sehingga, dalam konteks ‘adzab’ Alquran berbicara tentang masa lalu dan nanti (yaumul akhiroh).
Misalnya yang terdapat padah surah Az-zumar ayat 71; menjelaskan
dahsyatnya siksa neraka bagi kaum musyrikin dan surah Al-Ankabut ayat
14; menjelaskan adzab yang menimpa umat Nabi Nuh dengan datangnya banjir
yang begitu besar.
Dari sini, istilah ‘adzab’ tidak tepat disandingkan dengan peristiwa
yang dialami bangsa ini karena Covid 19, apalagi dengan istilah
‘tentara’ Allah, sebab ‘adzab’ tidak akan diturunkan selagi tauladan
Nabi masih dibumikan, apalagi dalam suatu kaum masih banyak orang
beristiqfhar kepada Allah.
Sebagaimana yang sudah termaktub dalam Alquran surah al Anfal ayat 33:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Artinya: Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang
kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab
mereka, sedang mereka meminta ampun.
Di mana ayat ini menjelaskan tentang suatu hukuman atau adzab yang
tidak akan Allah turunkan selagi ada nabi Muhammad dan banyak orang yang
masih memohon ampun kepada Allah. Ini yang pertama.
Kedua, musibah. B agi seorang pakar tafsir Indonesia
seperti Prof Quraish Shihab, musibah ialah sesuatu, tidak selalu
terikat dengan bencana, akan tetapi setiap sesuatu yang terjadi baik itu
positif dan negative. Tetapi ada yang mengatakan bahwa musibah itu
suatu hal yang menyedihkan, misalnya ditinggal mati seorang terkasih.
Ayat yang membicarakan tentang musibah dalam Alquran sangatlah
banyak. Jika kita lihat dalam kitab al-Mu’jam al-Mufradat fi Alfadz
al-Qur’an al-Karim, ada sekitar 77 ayat berkaitan dengan term musibah
yang tersebar pada 27 surah.
Musibah merupakan skenario Tuhan dalam menguji kesabaran dan rasa
solidaritas kemanusiannya dalam meningkatkan eskatalese spiritualitas
manusia kepadaNya. Sebab, kata Nabi Muhammad, bahwa Allah akan menguji
manusia jika ia akan mendapatkan suatu hal yang istimewa.
من يرد الله به خيرا يصيب منه
Tetapi, pembaca tidak boleh stagnan dalam memahami makna musibah pada
konteks ini. Sebab makna musibah apabila kita telusuri lebih jauh lagi,
sangatlah variatif.
Musibah menurut Alquran merupakan bentuk ujian dan teguran dari Allah
SWT, berupa hal baik ataupun yang buruk, seperti kelaparan, ketakutan,
kemauan, kekurangan harta, dan lain sebagainya. Ini di antaranya
terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 156. Sehingga subtansi musibah
merupakan ujian yang terkadang kontra produktif dengan pikiran, walau
secara teologis adalah ‘kebaikan’.
“Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah
ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada
Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. Alquran surah At-Taubah 51.
Dari sini jelas, musibah adalah ketetapan yang berlaku dari Tuhan untuk menguji makhluknya.
Ketiga, bala. Ini merupakan ujian baik yang bersifat baik
dan buruk. Contoh kata bala yang baik terdapat dalam surah, Al-anfal
Ayat 17 sedangkan bala yang buruk terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat
49.
Kata bala apabila kita telusuri secara seksama terdapat 6 kali di
enam tempat, dengan makna yang berbeda-beda; Qs. al-Baqarah 2: 49; Qs.
al-A’râf 7: 141; Qs. al-Anfâl 8: 17; Qs. Ibrahim 14: 6; Qs. ash-Shafât
37: 106; Qs. ad-Dukhân 44: 33.
Dari sini, jelas sekali, bahwa, corona bala dan musibah bukan adzab.
Maka dengan pemahaman di atas kita bisa mengetahui bersama bahwa
wabah atau covid-19 yang terjadi pada bangsa Indonesia bukanlah adzab,
tapi musibah, bisa juga kita katakan sebagai bala sesuai sabda nabi: Jika Allah mencintai suatu kaum maka ia akan memberikan ujian.
Jika selama ini kaum tekstualis bergaung kembali kepada Allah atau
takut kepada Allah jangan pada virus, maka, pada akhirnya mereka akan
bertemu dengan takdir lain yang bernama “hifdzanafs min mudhorratin” melindungi diri dari mara bahaya, misalnya sakit harus minum obat, kecuali mereka tidak butuh medis sebagai takdir lain.
Seyogyanya, para kaum tekstualis dalam mengahadapi persoalan ini
(Covid 19) menyadari bahwa dirinya hidup di hutan rimba yang harus
proporsional dalam menyikapi tuntutan zaman, dengan pemahaman yang
holistik, meletakkan agama dan akal sebagai fondasi yang
berkesinambungan, tanpa harus berderu dengan gelombang ’takut kepada
Allah jangan pada virus’. Waallahu’alam.(*)







0 comments:
Post a Comment