JAKARTA-PKS
mengkritik keberadaan Pasal 27 Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona
Virusdisease 2019 (Covid-19).
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera
mengatakan, pasal 27 itu dinilai bertentangan dengan prinsip hukum
equality before the law. Karena Pasal 27 itu memberikan kekebalan hukum
pejabat pengambil kebijakan keuangan dalam situasi darurat corona."Pasal 27 Perppu No 1 Tahun 2020 ini tidak berpijak pada niat
pelaksanaan good governance. Karena memberi imunitas pada pihak tertentu
dari gugatan hukum dan PTUN. Ini bertentangan dengan prinsip negara
hukum bahwa ada equality before the law," ujar Mardani melalui pesan
singkat, Kamis (9/4).
PKS mengkritik pasal tersebut karena berpotensi mengulangi Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang terseret ke ranah hukum. Mardani
mengatakan, sampai krisis 1998 itu berlalu negara harus menanggung biaya
bertahun-tahun.
"Kami kritik keras karena aturan ini justru berpotensi mengulangi
fraud kisah BLBI tahun 1998 ketika transparansi dan akuntabilitas tidak
dikedepankan. Negara harus menanggung biaya krisis 1998 hingga
bertahun-tahun sesudah krisis berlalu," kata Mardani.
Menurutnya, sebagian besar fraksi di DPR menolak Pasal 27. Dia
mengatakan, saat pembahasan dengan pemerintah, DPR akan mengusulkan
menghapus pasal tersebut.
"DPR sebagian besar menolak pasal tersebut dan dalam pembahasan akan berusaha menghapus pasal ini," kata Mardani.
Bunyi Pasal 27
Berikut bunyi Pasal 27:
(1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga
anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara
termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara
termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan,
kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi
nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan
perekonomian dari krisis dan bukan merupakankerugian negara.
(2) Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan
pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa
Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang
berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun
pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek
gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Denda Rp1 Triliun
Dalam Perppu, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih
besar kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seperti yang tercantum dalam
Pasal 23. OJK memiliki kuasa melakukan merger (penggabungan dua
perseroan) bank-bank bermasalah akibat tekanan pandemi Covid-19.
Perppu ini juga mengatur sanksi bagi siapa saja yang dengan
sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, tidak melaksanakan atau menghambat
pelaksanaan kewenangan OJK tersebut. Bagi perseorangan akan diancam
pidana penjara paling singkat 4 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
10 miliar atau pidana penjara paling lama 12 tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 300 miliar.
Sementara bagi korporasi yang menolak merger akan disanksi pidana denda paling sedikit Rp 1 triliun. [ray]
0 comments:
Post a Comment