JAKARTA-Komite II DPD RI mempertanyakan kebijakan Pemerintah terkait
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan memilih untuk tidak
melakukan karantina wilayah (lockdown) sejak 30 Maret 2020. Untuk itu
efektivitas PSBB perlu dikaji kembali mengingat angka pasien yang
positif terinfeksi virus korona terus bertambah mencapai 6.760 pasien
(20 April 2020).
“Kebijakan PSBB seharusnya tetap diikuti dengan kampanye social
distancing maupun physical distancing sehingga masyarakat tetap memiliki
kesadaran untuk saling menjaga jarak walaupun sedang berada di sekitar
lingkungan tempat tinggalnya,” ucap Ketua Komite II DPD RI Yorrys
Raweyai didampingi Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh, Wakil
Ketua Komite II Hasan Basri saat RDPU melalui virtual meeting dengan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (23/4).
Senator asal Papua itu menjelaskan penegak hukum juga harus
mengantisipasi meningkatnya angka kejahatan. Berdasarkan hasil evaluasi
dari Polri menunjukkan peningkatan angka kejahatan sebesar 11,80 persen
selama PSBB diterapkan di beberapa daerah. “Jenis kejahatan yang terjadi
didominasi tindakan pencurian dengan pemberatan (curat) dengan sasaran
minimarket,” terangnya.
Yorrys juga mendesak BNPB melakukan koordinasi dengan
Kementerian/Lembaga dalam peranannya mengatasi dampak sosial dan ekonomi
pada seluruh lapisan masyarakat. “Utamanya masyarakat berpenghasilan
rendah, atas penerapan PSBB,” paparnya.
Selain itu, Ketua Komite II DPD RI ini juga mengharapkan bahwa
penanganan dan pencegahan virus Corona harus dilakukan secara menyeluruh
dari tingkat kabupaten/kota hingga perdesaan. Untuk itu peran BNPB,
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan relawan desa harus
saling bersinergi.
“Seluruh rantai koordinasi harus jelas. BNPB dan BPBD harus dapat
memastikan seluruh relawan yang terjun ke masyarakat telah mempunyai
pengetahuan. Terlebih lagi, kebanyakan masyarakat yang tinggal di daerah
perdesaan adalah kelompok umur yang sangat rentan terhadap penyebaran
virus,” kata Yorrys.
Sementara itu, Kepala BNPB Doni Monardo menyampaikan bahwa rasio
jumlah dokter dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 1:1.300
orang. Sedangkan jumlah dokter spesialis paru sangat terbatas sehingga
hal ini menjadi permasalahan. “Selain itu, rasio anggaran kesehatan dan
jumlah rumah sakit yang tersebar di Indonesia masih sangat kecil,”
terangnya.
Doni menambahkan saat ini BNPB berupaya memaksimalkan tenaga relawan
medis dan non-medis. “Relawan tingkat desa juga kami gerakkan sehingga
dapat menggerakkan edukasi dan sosialisasi,” lontarnya.
APD Dibagi ke Seluruh Daerah
Pada sesi tanya jawab dengan Komite II DPD RI, Doni juga menyampaikan
dalam waktu dekat BNPB akan membagikan Alat Pelindung Diri (APD) kepada
seluruh daerah untuk melengkapi tenaga medis di berbagai rumah sakit.
Ia juga mengajak anggota DPD RI dapat melakukan pengawasan terhadap
penyaluran APD tersebut. "Kami berharap DPD RI juga bisa melakukan
pengawasan penyaluran APD ini," harapnya.
Bagian Indonesia tengah dan timur, tambah Doni, memiliki keterbatasan
dengan jumlah laboratorium dan alat kesehatan. Kapasitas laboratorium
dan kemampuan regional untuk pemeriksaan massal di seluruh Indonesia
masih perlu ditingkatkan. “RS Darurat sangat bermanfaat untuk menampung
pasien dengan tingkat kesakitan sedang. RS Rujukan hanya untuk pasien
yang sakit berat, serius, dan kritis,” jelasnya.
0 comments:
Post a Comment