TANGERANG, (KB).- Gelombang pemutusan hubungan kerja
(PHK) terus terjadi di berbagai daerah sebagai dampak langsung pandemi
Covid-19. Jumlahnya diprediksi mencapai jutaan hingga pandemi
berakhir. RUU Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai dapat menjadi salah satu
jawaban bagi Pemerintah yang butuh terobosan untuk mengatasi situasi
ini.
Hal
tersebut dikatakan Direktur Said Aqil Siradj (SAS) Institute, M Imdadun Rahmat kepada
awak media di Tangerang, Rabu (15/4/2020).
Menurut dia,
Indonesia dikenal dengan iklim investasinya yang buruk karena birokrasi yang
tidak efisien dan maraknya korupsi. Ditambah lagi saat ini ada pandemi Covid-19.
“Recovery ekonomi pasca Covid-19 sangat berat. Jadi secara teoritis, ya bisa jadi jawaban,” katanya.
Pernyataan
ini sekaligus merespons penjelasan pemerintah dalam rapat dengan Badan
Legislasi (Baleg) DPR RI, Selasa (14/4/2020) kemarin. Dalam penjelasan di DPR tersebut,
pemerintah mengunakan isu seputar dampak Covid-19 sebagai latar belakang. Bahwa
selain menimbulkan banyak korban jiwa, wabah juga memukul perekonomian dunia,
tak terkecuali Indonesia.
Akibat
wabah ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional turun dari 5,3 persen
berdasarkan APBN 2020, menjadi hingga 2,3 persen dalam skenario dampak berat,
bahkan hingga minus 0,4 persen untuk skenario sangat berat. Jumlah pengangguran
pun diprediksi meningkat hingga lebih 5,23 juta orang untuk skenario sangat
berat.
“Itu masuk
akal. Kasat mata sudah terlihat, PHK naik tajam, pengangguran otomatis
meningkat. APBN kita berdarah-darah
untuk menangani Covid-19 dan program jaring pengaman sosial agar rakyat kecil
tetap bisa makan. Jadi, RUU Ciptaker sangat mungkin menjadi salah satu
terobosan. Tentu, kita membutuhkan tak hanya satu terobosan dan upaya-upaya
ekstra. Benar-benar ekstra loh, karena situasinya juga luar biasa,” ujar pria
yang biasa disapa Imdad ini.
Sebagaimana
dikatakan pemerintah, RUU Ciptaker dibuat antara lain untuk memberikan
kemudahan dan perlindungan UMKM serta koperasi, meningkatkan ekosistem
investasi dan kemudahan berusaha, dan peningkatan serta perlindungan
kesejahteraan pekerja.
“Dalam
konteks demikian, kita berharap RUU ini dibahas dengan sungguh-sungguh,
memperhatikan kepentingan semua pihak termasuk pekerja, dan digunakan dengan
benar ke depannya,” kata Imdad.
Terkait
PHK, kata dia, jika pandemi berlanjut hingga Juli misalnya, jumlahnya akan
semakin membesar. Maka kualitas kehidupan masyarakat dengan sendirinya terus
merosot. Hak untuk hidup layak masyarakat pun sulit terpenuhi.
“Banyak
perusahaan gulung tikar, atau setidaknya berhenti sementara. Yang
memprihatinkan, korban terbesarnya UMKM yang memang tidak memiliki cadangan
modal kuat. Karena itulah, birokratisasi dan ekonomi biaya tinggi harus
dikurangi,” ujar Imdad.
Selain itu,
aturan tentang membangun usaha, perizinan,
investasi, aturan kerja dan pajak perlu diperbaiki. Jika tidak, bisa
dipastikan pemerintah dan swasta akan sangat kesulitan keluar dari resesi
ekonomi akibat pandemi.
“Banyak
persoalan muncul karena aturan-aturan lama tumpang tindih, birokratis, mahal,
dianggap menyulitkan wirausahwan yang mau membangun usaha, dan lain sebagainya.
Bertahan begini terus, tanpa terobosan,
akan sulit. Secara common sense kita dapat melihat ini, tidak hanya ahli
ekonomi,” ujarnya.
Dengan
demikian, menurut dia, wajar jika RUU Ciptaker dapat dilihat sebagai salah satu
terobosan. Tapi tentu, pembahasannya di DPR harus terus dipantau, pemerintah
dan DPR bersedia menerima berbagai masukan.
“Kelompok-kelompok masyarakat pun mau memberi masukan obyektif,
konstruktif dalam kerangka kepentingan bangsa. Tak kalah penting
mengingatkan bahwa wajib menyediakan lapangan kerja. Itu hak rakyat yang
harus dipenuhi negara,” pungkas mantan Ketua Komnas HAM ini.
0 comments:
Post a Comment