JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melantik empat pejabat struktural baru untuk bekerja di markas lembaga antirasuah Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan. Empat pejabat KPK yang dilantik itu yakni Wakil Kepala Kepolisian
Daerah (Wakapolda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Brigjen Pol Karyoto
sebagai Deputi Penindakan. Kemudian Direktur Standarisasi Perangkat Pos
dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Mochamad
Hadiyana sebagai Deputi Informasi dan Data (INDA).
Selanjutnya, Jaksa Fungsional pada Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung
yang saat ini diperbantukan pada KPK Ahmad Burhanudin sebagai Kepala
Biro Hukum KPK dan Kasubdit II. Serta Direktorat Tindak Pidana Umum
Bareskrim Polri Kombes Pol Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan
KPK.Keempatnya pun melakukan sumpah jabatan dan pakta integritas dalam
pelantikan dipimpin langsung Ketua KPK Firli Bahuri tersebut. Namun
pelantikan empat pejabat struktural KPK itu disorot kalangan pegiat anti
korupsi
seperti Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW mengkritik proses pengisian empat pejabat struktural KPK yang
dinilai mengabaikan integritas seperti diatur dalam Undang-undang Nomor
19 Tahun 2019 tentang KPK. Undang-undang itu mengatur tugas dan wewenang
KPK yang dilakukan berlandaskan pada keterbukaan dan akuntabilitas.
"Dengan mengabaikan aspek tersebut, pimpinan KPK berpotensi melanggar
prinsip yang telah dimandatkan dalam UU," kata peneliti ICW, Kurnia
Ramadhana, dalam pernyataan tertulis, di Jakarta, Selasa (14/4).
Kurnia melihat terpilihnya keempat orang itu merupakan rangkaian
polemik lanjutan sejak KPK dipimpin Firli Bahuri. Menurut dia, ada tiga
permasalahan terkait dengan seleksi jabatan struktural tersebut.
Pertama, proses seleksi dilakukan secara tertutup.
Dia mengatakan, KPK sebagai institusi yang mengedepankan nilai
transparansi dan akuntabilitas saat ini telah jauh dari semangat
tersebut. Hal ini terbukti dari jadwal yang terlambat disampaikan plt
juru bicara KPK Ali Fikri. Berdasarkan hasil pantauan ICW, proses
seleksi telah berlangsung sejak 5 Maret 2020 namun jadwal tahapan
seleksi baru diumumkan pada 31 Maret 2020.
"Selain jadwal, KPK pun tidak transparan terkait dengan para calon
yang mengikuti seleksi pada setiap jabatan. Hal ini menimbulkan kesan
bahwa KPK sedang berusaha menutupi informasi demi menguntungkan beberapa
pihak," kata dia.
Kedua, ICW menganggap proses seleksi jabatan struktural KPK itu tidak
melibatkan ruang bagi warga maupun pihak eksternal untuk berpartisipasi
memberikan masukan. Hal ini makin menguatkan adanya nuansa yang sedang
ditutupi oleh KPK dalam rangka menujuk beberapa pihak semakin terlihat.
"Dalam proses seleksi jabatan publik yang pernah dilakukan oleh KPK
ataupun institusi lainnya, kerap kali warga dan pihak eksternal diminta
untuk memberikan catatan terhadap calon yang akan menduduki jabatan
publik. Namun, informasi mengenai nama kandidat pun tidak diungkapkan
semuanya ke publik oleh KPK," kata dia.
Ketiga, pimpinan KPK tidak melihat aspek integritas sebagai poin
utama yang harus dimiliki oleh setiap calon. Salah satu aspek integritas
yang dapat dilihat adalah dari kepatuhan pelaporan Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh ICW terhadap keempat nama
tersebut, tiga di antaranya tidak patuh dalam melaporkan LHKPN yakni:
Mochamad Hadiyana, Endar Priantoro dan Karyoto. Bahkan Direktur
Penindakan KPK terpilih Brigjen Karyoto terakhir melaporkan LHKPN Tahun
2013.
Dari laman laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang
sempat diakses Liputan6.com melalui elhkpn.kpk.go.id pada Selasa,
sekitar pukul 11.00 WIB, Karyoto terakhir melaporkan hartanya pada 18
Desember 2013. Saat itu Karyoto menjabat Direktur Kriminal Umum
Kepolisian Daerah D.I Yogyakarta. Setelah itu, Karyoto tak tercatat
menyampaikan LHKPN-nya.
"Selain itu, tiga jabatan struktural dalam bidang penindakan di KPK
saat ini diisi oleh unsur kepolisian yakni Deputi Penindakan, Direktur
Penyelidikan, dan Direktur Penyidikan. Hal ini dikhawatirkan dapat
berpotensi menimbulkan konflik kepentingan pada saat ada kasus dugaan
korupsi yang melibatkan dari institusi Polri," kata Ramadhana.
Dewas Harus Evaluasi
ICW juga menyoroti potensi adanya loyalitas ganda dalam tubuh KPK
pimpinan Firli Bahuri menyusul kandindat terpilih berasal dari Korps
Bhayangkara memiliki dua atasan sekaligus yakni kepala Kepolisian
Indonesia dan anggota KPK. ICW melihat dengan terpilihnya pejabat KPK
berlatar belakang Polri itu menunjukkan kekhawatiran publik akan
dominasi institusi penegak hukum tertentu di lembaga antirasiah
benar-benar terealisasi. ICW pun mendesak agar pimpinan KPK memberikan
informasi mengenai seluruh hasil seleksi jabatan struktural kepada
publik.
"Dewan Pengawas segera melakukan evaluasi terhadap proses seleksi jabatan struktural yang dilakukan pimpinan KPK," kata dia.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, keempat pejabat struktural
yang baru tersebut dinyatakan lolos setelah mengikuti berbagai tahapan.
Keempatnya berhasil mengalahkan pesaing-pesaingnya yang lain.
Sebelumnya, empat orang tersebut telah melalui tahap seleksi
administrasi dan tes potensi serta asesmen yang dilakukan pada rentang
waktu 5 Maret sampai 17 Maret 2020. Berikutnya tes wawancara dan
kesehatan telah dilakukan sejak 2 April sampai 7 April 2020.
Mengenai laporan LHKPN Deputi Penindakan Terpilih Brigjen Karyoto,
Ali menyebut pada 2013, jenderal polisi bintang satu itu telah
menyampaikan LHKPN-nya lantaran sebagai penyelenggara negara yang masuk
dalam kategori wajib lapor LHKPN. "Tahun 2013 Karyoto menyampaikan
LHKPN-nya saat menjabat sebagai Dirreskrimum Polda DIY karena yang
bersangkutan sebagai penyidik," ujar Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa
(14/4).
Menurut Ali Fikri, setelah tahun 2013 tersebut, Karyoto tak menduduki
sebagai penyelenggara negara yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 28
tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
KKN. Karena jabatannya bukan PN sebagaimana ketentuan UU, maka ada
mekanisme yang diatur terpisah oleh Kementerian/Lembaga/Instansi
terkait," kata Ali.
Menurut Ali, setelah Karyoto melepas jabatan sebagai Direktur
Kriminal Umum Kepolisian Daerah D.I Yogyakarta, Karyoto bukan
penyelenggara negara yang wajib menyampaikan LHKPN. Sesuai Surat Edaran
KPK Nomor 100 tahun 2020 batas waktu pelaporan periodik tahun pelaporan
2019 adalah 30 April 2020, melalui e-LHKPN dan yang bersangkutan telah
menyampaikan laporan LHKPN pada tanggal 8 April 2020.
"Ada banyak indikator untuk dapat dinilai terkait sisi integritas
seseorang, sehingga saya kira tidak perlu lagi berpolemik terkait LHKPN
yang bersangkutan," tandasnya.
0 comments:
Post a Comment