JAKARTA – Langkah tanggap pemerintah menangani pandemi Covid-19
beserta dampaknya dengan menggelontorkan stimulus dinilai cukup
positif. Sayangnya, stimulus yang semula diharapkan bisa menekan
penambahan kasus baru dan meminimalkan dampaknya terhadap perekonomian
dalam implementasinya belum sesuai harapan.
Dengan jumlah alokasi anggaran yang mencapai 695,20 triliun rupiah,
termasuk di dalamnya untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang
terealisasi masih sangat minim sehingga Presiden Joko Widodo menyorot
kinerja jajaran kabinetnya.
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga saat ini
penyerapan anggaran penanganan Covid-19 sangat rendah. Pada sektor
kesehatan sendiri, realisasinya baru mencapai 4,68 persen atau 4,06
triliun rupiah dari total anggaran sebesar 85,77 triliun rupiah.
Demikian juga untuk realisasi anggaran untuk jaring pengaman sosial
yang tercatat sebesar 34,06 persen atau 69,35 triliun rupiah dari total
anggaran yang ditetapkan sebesar 203,9 triliun rupiah. Sementara
realisasi anggaran untuk pemerintah daerah (pemda) baru mencapai empat
persen atau 3,89 triliun rupiah dari 97,11 triliun rupiah.
Sedangkan yang berkaitan dengan program PEN, realisasi anggaran
untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) baru terealisasi sebesar
22,74 persen atau 28,07 triliun rupiah dari total anggaran yang
dialokasikan sebesar 123,46 triliun rupiah. Demikian juga untuk sektor
korporasi belum terealisasi alias 0 persen dari 120,61 triliun rupiah.
Menanggapi hal itu, Ekonom dari Institute for Development of
Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa
masalah utama dalam lambannya penyaluran stimulus ini berada pada
birokrasi lambat dari pusat hingga ke level pelaksana teknis karena
banyak tahapan yang harus dilalui.
“Pola komunikasi dan koordinasi masih business as usual padahal ekonomi sedang krisis. Belum lagi ada ego sektoral antara pemerintah pusat dan daerah,” kata Bhima kepada Koran Jakarta, Senin (29/6).
Bisa Diubah
Jajaran menteri di bidang ekonomi jelasnya belum memperlihatkan senses of crisis yang
terlihat dari lambatnya mengatasi hambatan teknis di lapangan, seperti
yang terjadi dalam paket stimulus ke UMKM dengan penyerapan sangat
sedikit.
Stimulus ke UMKM tersebut, kata Bhima, seharusnya bisa dirombak jadi transfer dana ke pelaku usaha mikro dan kecil by name by address, sehingga lebih cepat terealisasi. “Begitu juga stimulus dana kesehatan, seharusnya rapid test massal digratiskan untuk penduduk di zona merah misalnya, dan untuk supir angkutan logistik. Itu kan bisa cepat terealisasi,” jelasnya.
Dengan lemahnya daya dorong dari alokasi stimulus itu, maka sangat
wajar jika Presiden Joko Widodo sempat mengeluarkan ancaman merombak (reshuffle) kabinet, terutama di dalam tim ekonomi.
0 comments:
Post a Comment