JAKARTA – Presiden Joko Widodo memerintahkan para menteri dan kepala
lembaga membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam
penanganan Covid-19. Kepercayaan masyarakat itu sangat diperlukan
seiring terus melonjaknya kasus harian Covid-19 di sejumlah provinsi.
Dengan adanya kepercayaan tersebut, Jokowi berharap masyarakat kembali
mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
“Ini yang terus kita berikan tekanan mengenai komunikasi yang partisipatif. Komunikasi yang membangun kepercayaan, membangun trust, berbasis
ilmu pengetahuan, sains, dan juga data sains, guna membangkitkan
pertisipasi masyarakat terutama yang rentan,” kata Jokowi saat membuka
rapat terbatas, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7).
Kepala Negara mengingatkan kerja sama berbagai pihak untuk membangun
kesadaran masyarakat sangat penting. Tujuannya agar masyarakat
menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Dia meminta
jajarannya bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan agama
menyosialisasikan pentingnya menaati protokol kesehatan, seperti
mengenakan masker di ruang publik, menjaga jarak, dan rajin mencuci
tangan.
“Ini mobilisasi yang saya inginkan. Mobilisasi di Polri, TNI, Ormas,
relawan, tokoh, di kampus semua digerakkan untuk mengampanyekan itu
sekaligus melakukan pengawasannya,” tegas Jokowi.
Jangan Bertele-tele
Pada kesempatan itu, Presiden juga meminta para menteri tidak
memberikan laporan yang bertele-tele saat rapat terbatas tentang
percepatan penanganan Covid-19. Apalagi saat ini kasus harian Covid-19
di sejumlah provinsi terus melonjak.
“Untuk ratas (rapat terbatas) pada pagi hari ini dan saya harapkan
nanti yang disampaikan bukan laporan. Tapi apa yang harus kita kerjakan,
problem lapangannya apa, pendek-pendek. Kita ingin segera bergerak di
lapangan,” kata Jokowi. “Tolong tidak usah memberikan laporan, tapi apa
yang saya sampaikan itu tolong diberikan tanggapan,” tambah Presiden.
Jokowi menyebutkan sejumlah provinsi harus mendapat perhatian
khusus karena lonjakan penambahan kasus barunya cukup tinggi.
Provinsi-provinsi tersebut, yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Papua. Jokowi bahkan
menyebutkan angka tingkat kasus positif (positivity rate) di DKI Jakarta naik dari 4–5 persen menjadi 10,5 persen.
“Jadi, saya tidak ingin menyampaikan banyak hal, tapi saya ingin
memberikan apa yang harus segera kita lakukan menyikapi adanya
kenaikan kasus positif, kasus baru yang bertambah,” ujar Jokowi.
Tes PCR Ditingkatkan
Presiden ingin jumlah tes dengan metode polymerase chain reaction (PCR)
ditingkatkan agar menjangkau lebih banyak masyarakat. Jejaring
laboratorium di daerah ditambah dan dikirimkan laboratorium berjalan ke
daerah-daerah yang membutuhkan.
“Kemudian memberikan isolasi mandiri dan treatment ini dengan peningkatan fasilitas rumah sakit khususnya bed, APD, obat-obatan, ventilator, kamar isolasi,” ujar Jokowi.
Sementara itu, dalam pertemuan dengan media, Presiden mengaku tengah
menyiapkan sanksi bagi warga yang melanggar protokol kesehatan, seperti
tidak menggunakan masker. Sanksi itu bisa berupa sanksi sosial hingga
tindak pidana ringan. “Kita siapkan regulasi untuk memberikan sanksi,
baik dalam bentuk denda atau kerja sosial atau tipiring (tindak pidana
ringan). Tapi masih dalam pembahasan,” ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat yang belum
mematuhi protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, mencuci
tangan, dan menjaga jarak. Bahkan di Jawa Timur, 70 persen warga masih
belum mengenakan masker. “Di sebuah provinsi kita survei hanya 30
persen, yang 70 persen enggak pakai. Gimana tingkat positifnya enggak tinggi?” katanya.
Mantan Wali Kota Solo itu lantas menyinggung penambahan kasus
tertinggi yang mencapai 2.657, pekan lalu. Sebagian dari penambahan
kasus tersebut berasal dari klaster Sekolah Calon Prajurit TNI AD.
“Kaget juga, setelah rapat saya dikasih tahu ternyata 1.200 dari klaster
di Secapa. Saya agak tenang. Apa pun angka di atas 1.000, harus kita
bekerja lebih keras,” ucap Jokowi.
Presiden juga menyebutkan rencana pembubaran 18 lembaga negara dalam
waktu dekat. Namun, Presiden Jokowi belum merinci daftar lembaga yang
akan dihapus itu. Menurut Presiden, penghapusan lembaga itu dilakukan
untuk mengurangi beban anggaran negara di tengah pandemi virus korona
Covid-19.







0 comments:
Post a Comment