Kasus positif Covid-19 terus saja bertambah. Bahkan dua hari lalu, temuan kasus baru mencapai dua ribu lebih.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Brian Sri Prihastuti,
menilai kondisi tersebut karena masyarakat tidak memahami dengan baik
makna tatanan hidup baru atau new normal yang sebenarnya. Sehingga
masyarakat kembali melakukan aktivitas seperti saat kondisi belum
terdeteksinya corona di Tanah Air.
"Pemahaman menggunakan new normal tidak mudah dipahami, karena ada
unsur bahasa asingnya. Orang-orang cuma baca kata normalnya saja, bukan
new normal. Jadi new-nya tidak dibaca. Orang-orang langsung mengira
sudah normal," kata Brian dalam diskusi virtual MNC Trijaya dengan tema
'Covid-19 dan Ketidaknormalan Baru", Sabtu (11/7).
Padahal, lanjut Brian, new normal adalah pola hidup baru di tengah
pandemi di mana masyarakat harus beradaptasi dengan cara-cara hidup yang
baru. Harapannya tak lain agar terhindar dari virus corona misalnya
dengan jaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker.
"Seharusnya yang ditonjolkan itu perilaku-perilaku yang bisa
menghindari transmisi virus corona itu seperti menjaga jarak, pakai
masker dan cuci tangan," ujarnya.
Dalam diskusi yang sama, anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo
mengakui bahwa penggunaan diksi 'new normal' memang kurang tepat. Ia
mengatakan bila komisi IX sudah pernah menyampaikan ke pemerintah,
tentang pemilihan diksi 'new normal' yang dinilai akan menimbulkan
kesalahpahaman publik.
Ia melihat masyarakat akan mengira bila situasi sudah normal kembali,
sehingga kedisiplinan mematuhi protokol kesehatan pun akan berkurang.
Ia berharap pemerintah, DPR, ahli dan semua elemen lainnya bisa
bersama-sama mengedukasi masyarakat, jangan sampai memberikan pernyataan
yang membuat kegaduhan di masyarakat.
"Kita sudah sampaikan ke pemerintah soal diksi new normal. Rakyat
cenderung langsung menganggap kondisi sudah normal, jadi kurang
disiplin. Kita harusnya mengedukasi masyarakat, jangan buat statement
yang bikin gaduh," kata Rahmad.
Sebelumnya, pada 10 Juli lalu, Achmad Yurianto mengatakan istilah new
normal yang selama ini digunakan adalah diksi yang salah karena
masyarakat tidak bisa memahami kata new normal dengan benar. Yuri
mengatakan bila sebaiknya kata new normal diganti dengan kebiasaan baru.
"New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adaptasi
kebiasaan baru. yang dikedepankan masyarakat bukan kata new, tapi hanya
kata normalnya saja," kata Yuri dalam peluncuran buku "Menghadang
Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi" karya Saleh Daulay secara
virtual, Jumat (10/7).







0 comments:
Post a Comment