Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim
mengatakan, satuan pendidikan yang berada di zona kuning diperbolehkan
melakukan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi virus korona
(covid-19). Kebijakan ini merupakan hasil revisi Surat Keputusan Bersama
(SKB) Empat Menteri.
"Ada perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning, kami merevisi
SKB untuk memperbolehkan pembelajaran tatap muka dengan mengikuti
protokol kesehatan yang ketat, dan semua data mengenai zonasi kuning dan
hijau itu berdasarkan Satgas Covid-19," kata Nadiem dalam konferensi
video, Jumat, 13 Agustus 2020.
Nadiem mengatakan, sekolah di zona oranye dan merah masih akan
melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tidak ada kegiatan belajar
tatap muka secara langsung untuk sekolah yang masuk dalam dua zona tersebut.Syarat untuk melakukan pembelajaran tatap muka masih sama dengan SKB
empat menteri sebelumnya. Misalnya, mendapat izin Satgas Covid-19 dan
kepala daerah setempat, mampu menjalankan protokol kesehatan, dan siswa
diizinkan oleh orang tua untuk ke sekolah.
Selain itu, kapasitas kelas hanya boleh di isi setengah dari jumlah
rombongan belajar. Jika satu rombongan belajar terdapat 30 siswa, maka
yang boleh masuk dalam kelas hanya 15 siswa.
"Sekolah juga bisa melakukan shifting untuk kelas (untuk menampung seluruh rombongan belajar dalam satu kelas). Jadi harus sistem rotasi," ujar Nadiem.
Namun, terdapat pengecualian bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Siswa SMK yang terpaksa belajar praktik dengan menggunakan alat,
dipersilakan untuk ke sekolah, meskipun berada di zona oranye maupun merah."Bukan pembelajaran teori, hanya praktik. Yaitu pembelajaran produktif
yang harus menggunakan mesin-mesin dengan protokol kesehatan yang di
perketat Apalagi yang dapat menentukan kelulusan mereka. Pembelajaran
teori dan mata pelajaran teori harus di lakukan PJJ," sambung Nadiem.
Nadiem menambahkan pembukaan sekolah untuk tatap muka baru berlaku pada
jenjang SD, SMP dan SMK. Sedangkan, untuk Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) baru akan diperbolehkan dua bulan ke depan, atau Oktober
mendatang.
"Kami memilih untuk menunda PAUD, karena protokol kesehatan di level
PAUD risikonya lebih sulit dilaksanakan dengan anak umur TK. Berati
untuk SD sampai SMA diperbolehkan jika semua pihak menginginkan dan
siap," ujar dia.
Nadiem menjelaskan keputusan ini diambil untuk mengurangi dampak negatif
PJJ yang berkepanjangan. Pembukaan sekolah ini pun diharapkan dapat
kembali meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
"Efek daripada melakukan PJJ berkepanjangan itu bisa sangat negatif dan permanen," ungkapnya.
Menurut Nadiem, ada sejumlah dampak PJJ berkepanjangan. Pertama, putus
sekolah yang akhirnya terpaksa bekerja karena sekolah PJJ tidak optimal
dengan kondisi internet. Kemudian, persepsi orang tua juga berubah
mengenai peran sekolah dalam proses pembelajaran yang tidak optimal.
"Dan ini berdampak seumur hidup bagi anak-anak kita," terang Nadiem.
Saat ini, terdapat 276 kabupaten/kota atau 43 persen peserta didik yang
berada di zona hijau dan kuning di seluruh Indonesia. Sedangkan, yang
berada di zona merah dan oranye sebanyak 57 persen dari peserta didik
atau 238 kabupaten/kota.
0 comments:
Post a Comment