![]() |
JAKARTA - Forum Pemimpin Redaksi ( Pemred) merekomendasikan delapan hal kepada pemerintah dalam menangani lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air.
Dalam
keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Ketua Forum Pemimpin
Redaksi Indonesia Kemal Gani mengatakan, mencermati perkembangan
pertumbuhan kasus positif Covid-19 yang tidak terkendali dalam beberapa
minggu terakhir Forum Pemred, membentuk tim khusus untuk menelaah dan
mengkajinya.
”Dalam pertemuan tim khusus pada hari Minggu
(27/6/2021) lalu, Forum Pemred telah menyusun beberapa masukan dan
rekomendasi kepada pemerintah agar penularan COVID-19 ini bisa
dikendalikan dengan segera,” tulis keterangan tersebut, Rabu
(30/6/2021).
Beberapa pertimbangan yang menjadi bahan kajian kami sebagai berikut:
1.
Setelah 16 bulan era pandemi COVID-19, kenaikan kasus positif masih
tidak terkendali. Sejak 24 Juni 2021 pertambahan kasus positif per hari
mencapai di atas 20.000 orang. Ini kondisi terburuk sejak pandemi
Covid-19 melanda Indonesia. Sementara dalam kurun waktu yang sama,
tingkat kematian akibat COVID-19 juga makin tinggi.
2. Kenaikan angka positif COVID-19 tidak diimbangi dengan kesiapan Rumah
Sakit (RS) dan fasilitas layanan kesehatan, serta jumlah tenaga
kesehatan (dokter dan perawat) yang memadai. RS-RS penuh dengan pasien
COVID-19. Membanjirnya pasien membuat RS menyiapkan bed-bed di selasar,
bahkan mendirikan tenda-tenda darurat. Banyak pasien yang tidak
tertampung di RS, akhirnya melakukan isolasi mandiri. Kondisi ini
membuat panik masyarakat yang terpapar COVID-19 maupun keluarganya.
Kondisi diperparah dengan sulitnya mencari oksigen dan obat-obatan,
karena suplai sangat kurang. Di sisi lain anjuran isolasi mandiri juga
tidak didukung dengan dukungan distribusi obat, peralatan kesehatan dan
konsultasi dokter jarak jauh yang memadai.
3. Munculnya COVID-19
varian delta yang tingkat penularannya lebih tinggi 6 kali lipat
menyebabkan jumlah orang yang tertular COVID-19 semakin banyak, tidak
hanya di kota-kota, tapi juga sudah masuk ke desa-desa. Banyak daerah
yang tidak siap mengantisipasi hal ini, sehingga penularan di daerah itu
tidak terkendali. RS tidak mampu menampung pasien, akhirnya banyak
orang yang mengalami gejala COVID-19 tidak tertangani dengan baik.
Bahkan, banyak warga di desa-desa di daerah yang masuk zona merah tidak
menjalani tes PCR,melakukan isolasi mandiri seadanya, sehingga tidak
terdata. Tidak ada pengawasan dalam isolasi mandiri mereka, bahkan orang
yang positif COVID-19 masih tetap berkeliaran, sehingga penularan makin
bertambah. Banyak Puskesmas dan aparat desa yang juga tidak siap.
4. Vaksinasi yang dilakukan pemerintah masih belum masif, karena
penyelenggaraan program vaksin yang terbatas dan distribusi ke daerah
yang belum merata. Sementara masyarakat sudah jenuh dan makin abai
dengan protokol kesehatan 3 M (memakai masker, menjaga jarak, dan
mencuci tangan). Tingkat kepatuhan pemakaian masker oleh warga menurun.
Sementara pengawasan dan penegakan hukum terhadap prokes juga tidak
tegas, terutama terjadi di desa-desa. Interaksi orang dan mobilisasi
orang dari dalam kota maupu luar kota juga masih tinggi, meski saat ini
sudah diberlakukan aturan 75% WFH. Namun, aturan ini secara jelas
diabaikan.
Dengan melihat pertimbangan-pertimbangan di atas,
sejalan dengan wacana pemerintah melakukan Pemberlakukan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Forum Pemred memohon kepada
pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Membatasi pergerakan dan interaksi orang baik di
dalam maupun antar kota dengan lebih signifikan. Usulan pemberlakuan WFH
100%, mempersingkat jam buka mal dan pusat perbelanjaan hingga pukul
17.00 WIB, dine in atau makan di tempat tidak diperbolehkan, pengetatan
transportasi antar kota, larangan beribadah di tempat ibadah, membatasi
jumlah kerumunan orang yang sangat minimal, yang dilakukan selama dua
minggu, layak diimplementasikan untuk memangkas rantai penularan
COVID-19 secara drastis. Namun, sebelum mengimplementasikan hal
tersebut, dampak-dampak ekonomi dan sosial akibat pemberlakuan ini harus
diantisipasi sebaik mungkin.
2. Dalam pengetatan mobilisasi dan
interaksi orang, sebaiknya Presiden yang langsung memimpin keadaan
darurat ini, agar instruksi dari pemerintah pusat segera dijalankan
hingga pemerintahan terkecil (desa/kelurahan, RW, dan RT). Semua elemen
pemerintah bergerak fokus menangani penurunan laju penularan dan
penanganan COVID-19 ini dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat,
termasuk dalam implementasi pembatasan mobilisasi dan interaksi orang,
mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan (Prokes/3M), melakukan 3T
(tracing, testing, treatment), dan vaksinasi.
3. Perlu ada terobosan yang lebih signifikan dalam pelaksanaan
vaksinasi, agar target 1-2 juta per hari vaksinasi bisa dilakukan.
Masyarakat perlu mendapatkan informasi dan edukasi vaksin dengan lebih
baik, agar tidak terprovokasi masuk ke kelompok antivaksin. Masyarakat
juga harus memperoleh kemudahan dalam mendaftarkan diri dan mendapatkan
jadwal vaksinasi.Distribusi vaksin harus segera dilakukan lebih merata
ke daerah-daerah, terutama ke daerah-daerah yang berada di zona merah.
4.
Pelaksanaan tracing, testing, dan treatment (3T), harus digalakkan
lebih masal. Bila PNS maupun relawan-relawan bisa dimobilisasikan
sebagai tenaga tracer sangat membantu untuk meningkatkan pelaksanaan
tracing. Bila hanya melibatkan tenaga kesehatan maupun TNI/Polri, maka
tracing tidak akan bisa maksimal. Testing juga perlu diperbanyak,
apalagi di desa-desa di zona merah, banyak masyarakat yang menolak diuji
swab dan memilih untuk tidak mengaku bila mengalami gejala COVID-19.
5. Pengetatan pelaksanaan protokol kesehatan dengan melakukan memakai
masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) perlu dilakukan. Perlu
ada penegakan hukum yang tegas terhadap para pelanggar. Sosialisasi dan
edukasi juga terus digalakkan dengan masif hingga ke tingkat akar
rumput. Pemerintah perlu juga melakukan politik anggaran dengan
memperbesar anggaran di hulu, seperti anggaran untuk sosialisasi dan
edukasi, anggaran untuk membagi masker secara gratis, ketersediaan obat
dan peralatan pengobatan di Puskesmas, dukungan yang baik untuk mereka
yang melakukan isolasi mandiri, dan sebagainya. Kampanye kelompok yang
tidak percaya dengan adanya COVID19 dan antivaksin harus dilawan
bersama-sama, termasuk dengan media.
6. Dalam penanganan COVID-19
dalam masa darurat ini, pemerintah perlu cari terobosan dalam mencari,
memperoleh, memproduksi dan mendistribusikan obat-obatan yang bisa
membantu penanganan COVID-19. Bahkan kalau perlu digratiskan kepada
masyarakat yang menjalani isolasi mandiri. Karena saat ini, masyarakat
kesulitan mendapatkan obat-obatan secara mandiri, karena di daerah
tertentu suplai terbatas. Begitu juga bagaimana bisa menyediakan tabung
oksigen untuk didistribusikan di rumah-rumah masyarakat yang positif
COVID-19 yang rentan dan menjalani isolasi mandiri.
7. Pemerintah
sebaiknya memfokuskan anggaran sebesar-sebesarnya dalam penanganan
COVID-19 ini sampai trend pertumbuhan kasus positif COVID-19 terkendali.
Anggaran untuk proyek atau bidang yang kurang prioritas bisa dialihkan
dalam penanganan COVID-19 ini secara masif, agar trend pertumbuhan
positif COVID-19 bisa segera turun dan tingkat kematian pasien COVID-19
bisa ditekan.
8. Pemerintah tetap perlu mengantisipasi lonjakan
atau gelombang COVID-19 di masa-masa selanjutnya, karena virus ini terus
bermutasi, dengan menyiapkan sebanyak mungkin fasilitas layanan
kesehatan darurat hingga di desa-desa lengkap dengan tenaga
kesehatannya. Dengan demikian, bila lonjakan COVID19 terjadi lagi di
kemudian hari, penanganan pasien di RS atau fasilitas layanan kesehatan
bisa berlangsung dengan lebih baik dan tidak membuat panik.
0 comments:
Post a Comment