JAKARTA - Angka Kematian Covid 19 yang tinggi di Indonesia tak bisa dianggap sepele. Upaya maksimal harus
dilakukan untuk menganalisa dan menekan serta menurunkan jumlah warga
yang meninggal akibat Covid-19.
Guru Besar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama menyebutkan setidaknya
ada tujuh aspek yang perlu mendapatkan perhatian utama untuk menekan
angka kematian.
Pertama, menganalisis penyebab
kematian. Sebab faktanya ada yang meninggal di rumah sakit, di rumah,
ada yang sudah di rumah sakit tetapi tidak dapat tempat. Harus digali
juga pola umur mereka yang meninggal, termasuk jenis komorbid paling
banyak. Selain itu, Tjandra mengatakan perlunya dilakukan audit kasus
kematian, suatu prosedur yang sudah rutin dilakukan di berbagai rumah
sakit.
”Kalau hasil audit kematian ini dikumpulkan dan
dikompilasi maka akan didapat pola nasional tentang apa faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingginya angka kematian,” terang Direktur Pasca
Sarjana Universitas YARSI ini melalui pernyataan tertulis yang diterima
Sabtu (31/7/2021).Kedua, penularan. Tjandra mengatakan bahwa sudah jelas
tingginya angka kematian berhubungan dengan banyaknya jumlah kasus.
Kalau angka penularan di masyarakat masih amat tinggi maka kasus akan
terus bertambah, dan secara proporsional kasus yang berat dan meninggal
juga akan terus bertambah pula.Tjandra mengingatkan bahwa angka kepositifan (positivity rate), yang
menunjukkan tingkat penularan di Indonesia sekitar 25%. Kalau berdasar
tes PCR bahkan lebih dari 40%. ”Angka ini harus ditekan dengan
pembatasan sosial yang ketat, mulai dari pelaksaan 3M, 5M, sampai ke
berbagai jenis PPKM dan lain-lain,” ujar dia.
Ketiga,
meningkatkan tes dan telusur. Tjandra mengatakan hanya dengan tes dan
telusur yang massif maka kita dapat menemukan kasus di masyarakat,
segera memberi penanganan kepada mereka sebelum terlambat dan
mengisolasi mereka yang positif sehingga rantai penularan dapat
dihentikan.
Keempat, vaksinasi harus terus ditingkatkan. Kelima,
penanganan pada varian Delta dan varian baru lain. Konsekuensinya,
jumlah pemeriksaan “Whole Genome Sequencing (WGS)” harus ditingkatkan
agar diketahui persis varian-varian apa saja yang ada sehingga dapat
diantisipasi dengan lebih baik. Keenam, penanganan isolasi mandiri. Menurut Tjandra, pasien
isoman wajib dievaluasi keadaannya secara rutin setidaknya dua kali
sehari, mulai suhu, saturasi oksigen, perubahan gejala yang terjadi,
serta perubahan pada penyakit komorbid yang dimiliki.
Komunikasi
perawat dengan pasien isoman tersebut dapat dilakukan dengan telepon/WA
ke rumah sakit atau Puskesmas, atau lewat Telemedisin yang disediakan
pemerintah. Yang tak kalah penting, penyediaan obat, baik untuk Covid-19
maupun komorbidnya.
Ketujuh, penanganan pasien gawat
dan kritis di rumah sakit. Tjandra mengakui hal ini memerlukamn
ketersediaan ruang isolasi, ICU dengan alat dan obat, seperti
Tocilizumab, immunoglobulin intravena, atau antibodi monoklonal dan
sebagainya.
”Tapi yang paling Utama adalah peran sentral tenaga
kesehatan yang harus mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugasnya,
jam kerja yang wajar, keamanan kerja dengan alat pelindung duri (APD)
yang memberi proteksi maksimal, serta pemenuhan hak mereka dalam
menjalankan tugas,” kata mantan Direktur WHO Asia Tenggara ini.
0 comments:
Post a Comment