Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES |
» Jika kesenjangan digital masih eksis, transformasi digital hanya menciptakan jurang kesenjangan ekonomi.
» Otomatisasi akan menghilangkan banyak pos-pos tenaga kerja.
JAKARTA - Presidensi G20 tahun 2022 diharapkan menjadi momen penting bagi Indonesia untuk memimpin perubahan dunia. Salah satu transformasi yang diusung Indonesia yakni transformasi digital, termasuk di dalamnya adalah transformasi industri menuju Industri 4.0 serta transformasi Labour 20 (L20) menuju digitalisasi sebagai bagian utama pesan Indonesia untuk dunia.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam sambutannya pada Kick off Meeting Labour 20, di Jakarta, Senin (31/1), mengatakan L20 diminta membuat semacam piloting ataupun lighthouse agar bisa mendorong transformasi ke digital dari segi retraining, reskilling, agar lebih sejahtera.
Sebagai informasi, pertemuan serikat pekerja mendapatkan pengakuan kelembagaan sebagai L20 pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Prancis tahun 2011. Pengakuan tersebut membuat L20 sejajar dengan B20 (The Business 20). Kemudian, pada KTT G20 di Los Cabos tahun 2012, pemimpin L20 dan B20 diundang Presiden Calderon dan sejak saat itu L20 dan B20 kembali bertemu dan berkolaborasi dalam G20.
"Delegasi serikat pekerja akan bertemu dengan pemimpin negara G20 yang menghadiri KTT, dan gagasan-gagasan ini tentu bisa untuk diusulkan dalam lingkup stabilisasi lapangan kerja, perlindungan sosial bagi pekerja yang terdampak krisis maupun terdampak pandemi Covid-19," kata Airlangga.
Pemerintah RI sendiri, pada 2021, memberikan bantuan subsidi upah dengan anggaran 8,8 triliun rupiah untuk 8,8 juta buruh atau pekerja. Selain itu, untuk meningkatkan keterampilan, pemerintah juga meluncurkan Program Kartu Prakerja selama tahun 2020-2021 yang menjangkau 11,4 juta orang.
Airlangga juga berharap melalui L20, Indonesia dapat memimpin organisasi serikat pekerja kelompok negara-negara G20 dan juga undangan dari berbagai lembaga internasional agar dapat menyepakati terobosan aksi nyata untuk pemulihan dan perlindungan para tenaga kerja.
"Saat ini, kita diharapkan bisa tuntaskan kemiskinan dan pengangguran. Pertemuan L20 dalam Presidensi G20 Indonesia juga perlu memberikan hasil nyata bagi negara-negara berkembang lainya dan juga negara-negara tertinggal lainnya," katanya.
L20 tentunya juga harus memperjuangkan manfaat bagi kelompok pekerja rentan seperti kaum perempuan dan penyandang disabilitas.
Kesenjangan Digital
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda, sepakat jika G20 menjadi momentum mendorong transformasi digital karena sejalan dengan potensi ekonomi digital Indonesia yang menjadi salah satu pasar ekonomi digital terbesar di dunia.
Namun memang, salah satu yang harus dibereskan dan didiskusikan secara mendalam adalah kesenjangan digital yang saat ini masih eksis. "Jika kesenjangan digital masih eksis, transformasi digital hanya akan menciptakan jurang kesenjangan ekonomi. Namun sebaliknya, kesenjangan digital yang tuntas akan mempercepat dan meningkatkan kualitas transformasi digital," tegasnya.
Ia pun mendorong agar transformasi digital diadopsi industri agar semakin berdaya saing. Revolusi Industri 4.0 juga harus didukung sumber daya manusia (SDM) andal juga. Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet, mengatakan arah perekonomian digital merupakan hal yang tidak terelakkan. Industri 4.0 merupakan konsep yang baik, tetapi juga perlu diturunkan menjadi rencana kerja tahapan menuju ke sana.
Industri 4.0 merupakan industri teknologi tinggi yang membutuhkan investasi yang besar sehingga dukungan dari negara maju menjadi penting, terutama untuk negara emerging market. "Agenda inilah yang perlu dibawa Indonesia dalam Presidensi KTT G20 tahun ini. Selain otomatisasi yang yang menghilangkan pos-pos tenaga kerja, proses transisi dari era Industri 3.0 ke 4.0 juga perlu memikirkan exit strategi untuk masalah tersebut.
Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan Presidensi G20 menjadi momentum jangka pendek sebagai penyeimbang global imbalances. Dalam jangka menengah dalam hal peran digital economy, sedangkan menengah panjang adalah sustainable economy.
0 comments:
Post a Comment