JAKARTA ( Kontak Banten) - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pemerintah masih mempertahankan tarif bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan juga tarif listrik, meskipun harga minyak dunia sudah melampui asumsi makro yang ditetapkan di APBN 2020.
Pertimbangan untuk menahan tarif BBM subsidi dan listrik itu untuk menghindari terjadinya market shock, sekaligus mempertimbangkan daya beli masyarakat. Pemerintah khawatir jika terjadi kenaikan, akan berdampak buruk terhadap pemulihan ekonomi.
"Kalau kita shock dari kenaikan bahan baku, lalu teruskan ke rakyat, dengan harga-harga yang juga langsung tinggi maka langsung jeblok juga konsumsinya. Makanya, sampai hari ini listrik nggak naik," kata Menkeu di Jakarta, Selasa (22/3).
Menkeu juga menegaskan bahwa BBM research octan number (RON) 90 itu juga tak diubah. Pemerintah tetap akan membayar kompensasi kepada badan usaha penyalur yakni Pertamina. Struktur APBN, kata dia, tetap sehat kendati harus membayar tambahan kompensasi ke BUMN Migas itu.
Adapun BBM jenis pertamax, Menkeu menyatakan bahwa harganya terkena imbas kenaikan harga global. Itu bisa naik karena memang diperuntukkan bagi kalangan atas dan juga tidak disubsidi oleh negara.
Seperti diketahui, konflik Ukraina-Russia sudah berlangsung sekitar tiga minggu. Harga minyak dunia saat ini masih tinggi, di atas 110 dollar AS per barel. Tingginya harga minyak mentah berdampak pada harga produk atau BBM. Pemerintah tetap menjaga harga BBM pertalite sebesar 7.650 rupiah per liter, karena paling banyak dikonsumsi masyarakat.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agung Pribadi, menyebut harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) bulan Februari 2022 sebesar 95,72 dollar AS per barel. Sedangkan angka sementara ICP Maret 2022 sampai tanggal 17 sebesar 114,77 dollar AS per barel.
"ICP sementara masih tinggi, di atas 114 dollar AS per barel. Harga minyak Brent lebih tinggi lagi. Tingginya harga minyak tidak hanya berdampak pada APBN, tetapi harga penyediaan BBM. Untuk melindungi masyarakat, BBM bersubsidi seperti solar, minyak tanah, dan BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat seperti pertalite, harganya tetap dijaga," ungkap Agung.
Ubah Status
Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan, yang diminta pendapatnya, berharap pemerintah untuk mengubah status pertalite menjadi bahan bakar penugasan. Selama ini, BBM penugasan merupakan BBM RON 88 yakni premium, tetapi saat ini ketersediaannya semakin langka.
Dengan kondisi seperti itu, keuangan Pertamina secara keseluruhan terbebani akibat kenaikan harga minyak global. Hal itu karena harga pertalite jauh dari harga keekonomian.
Beban potential loss yang ditanggung Pertamina sangat besar, mengingat pertalite saat ini menyumbang 47 persen dari total penjualan BBM secara nasional. Selisih harga saat ini bisa mencapai 4.000-an rupiah per liternya.
Kalau statusnya menjadi BBM penugasan maka pemerintah harus memberikan kompensasi kepada Pertamina sebesar selisih antara harga keekonomian dengan harga yang dijual ke masyarakat.







0 comments:
Post a Comment