JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) harus bisa mengambil peran
strategis dalam mengatasi ancaman krisis pangan, yang kini menjadi
persoalan yang dihadapi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.
“Kita ingin KAHMI bisa tampil memberi solusi persoalan pangan. Secara
internal kita harus menunjukkan keberpihakan yang jelas dalam mengatasi
persoalan (pangan) ini,” ujar Prof Imam Mujahidin Fahmid, Guru Besar
Ekonomi Politik Universitas Hasanuddin, Jumat 4 November 2022.
Pandangan tersebut disampaikan Prof Imam sebagai salah satu bakal calon
Presidium Nasional dalam Musyawarah Nasional KAHMI. Ada pun Munas akan
digelar di Palu, Sulawesi Tengah, pada 24-28 November 2022.
“Jika terpilih menjadi pimpinan kolektif KAHMI, maka salah satu yang
akan kami jadikan isu utama adalah soal pangan. Sebab itu menjadi
diskursus penting yang harus diketahui publik,” ujar Prof Imam.
Krisis pangan, menurutnya, telah menjadi isu yang sangat mempengaruhi
kehidupan ekonomi dunia. Perubahan iklim dan berbagai konflik geopolitik
turut memberi kontribusi besar terhadap logistik dan distribusi pangan
di seluruh dunia. “Persoalan pangan, termasuk energi, akan mengancam
kehidupan kemanusiaan kalau tidak diselesaikan,” ujarnya.
Prof Imam juga berpendapat, bangsa ini tidak tidak boleh bergantung pada
negara-negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Sangat
disayangkan saat ini masih ada sejumlah komoditas pangan yang masih
harus diimpor, sehingga mempengaruhi neraca perdagangan negara.
“Sejumlah komoditas masih kita impor, seperti kedelai, daging, jagung,
dan bawang putih. Ke depan semua itu harus ikuti jejak beras yang sudah
tiga atau empat tahun ini sudah tidak impor lagi alias kita sudah
swasembada beras,” gagasnya.
Menurutnya Kementerian Pertanian saat ini sudah cukup jauh melangkah
untuk mempersiapkan bangsa ini menghadapi perubahan iklim. Langkah
Kementerian, ungkapnya, juga dilakukan agar Indonesia tidak terus
menerus bergantung pada impor pangan dari negara lain.
“Ketergantungan kita pada pangan impor bisa pengaruhi keuangan negara.
Apalagi kita harus berhadapan dengan para komprador pangan dunia, yang
ingin menjadikan Indonesia sebagai market dari international food
trading,” ujarnya.
Sejalan dengan itu, menurutnya KAHMI perlu mengkaji lebih jauh agar
memiliki pijakan kuat untuk memberi masukan kepada pemerintah. KAHMI
perlu bersinergi dengan pemerintah untuk memikirkan produksi dan
ketersediaan pangan.
“Kita berharap sekali lagi, soal impor beras, harus menjadi pertimbangan
yang sangat hati-hati, harus diwaspadai dengan baik. Kalau keliru
kebijakan, misalnya kita impor, sementara ada produksi sendiri, itu akan
merugikan semua pihak, terutama petani. Harga akan menjadi kacau, nilai
tukar petani akan turun, maka akan menurunkan kesejahteraan petani,”
urai Prof Imam.
0 comments:
Post a Comment