Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
yang dirilis pada 31 Januari 2024, tingkat penetrasi pengguna internet
di Indonesia pada tahun 2024 telah mencapai 79,5 persen. Hal ini berarti
bahwa sekitar 8 dari 10 orang di Indonesia telah memiliki akses
internet. Jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2024 mencapai
221 juta jiwa, meningkat dari 215,6 juta jiwa pada tahun 2023.
Temuan
survei tersebut menunjukkan akses terhadap internet telah menjadi
kebutuhan pokok bagi setiap orang. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan
akan informasi, hiburan, pendidikan, dan akses pengetahuan dari berbagai
belahan dunia. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta
semakin canggihnya perangkat-perangkat yang diproduksi oleh industri
telah menghadirkan dunia dalam genggaman.
Istilah ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Thomas L. Friedman (2007) sebagai the world is flat,
yaitu dunia yang semakin rata dan setiap orang dapat mengakses
informasi dari sumber mana pun. Richard Hunter (2002) juga mengemukakan
istilah world without secrets, yaitu kehadiran media baru menjadikan informasi menjadi mudah dicari dan terbuka.
Fungsi-fungsi media tradisional, seperti televisi, radio, dan surat
kabar, juga telah dapat diperoleh dari internet. Misalnya, televisi
menyediakan program hiburan, YouTube juga menyediakan program hiburan
yang dapat bersaing dengan program televisi. Selain itu, ketersediaan
waktu yang tidak terbatas, sumber yang tidak terbatas, dan dapat diakses
kapan saja dan di mana saja, menyebabkan kehadiran internet dan
media-media di dalamnya, seperti media sosial, menjadi lebih
mendominasi.
Media sosial telah menjadi fenomenal. Facebook,
Twitter, YouTube, maupun Instagram adalah beberapa jenis media sosial
yang diminati oleh banyak orang. Media sosial tidak hanya digunakan
untuk mendistribusikan informasi yang dapat dibuat oleh pengguna, tetapi
juga untuk membuat jaringan pertemanan secara virtual dan berbagi data,
baik audio maupun video.
Namun, kehadiran media sosial juga memiliki dampak negatif, salah satunya adalah penyebaran hoax. Hoax adalah informasi yang tidak benar atau menyesatkan yang sengaja disebarkan untuk tujuan tertentu. Hoax
dapat disebarkan melalui berbagai platform media sosial, seperti
Facebook, Twitter, dan WhatsApp. Selama 2023, Kementerian Komunikasi dan
Informatika telah menangani sebanyak 1.615 konten isu hoaks yang
beredar di website dan platform digital. Angka ini naik 7 persen
dibandingkan dengan 2022 yang berkisar 1.528 isu hoax (Kominfo, 2024).
Di
sinilah, peran pers menjadi penting sebagai penjernih informasi dan
memandu Masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar. Pers tak
hanya menjadi anjing pengawas (watchdog) tetapi juga menjadi anjing pemandu (guidedog)
Transformasi peran pers
Sebagai watchdog,
pers memiliki peran ganda sebagai pengawas dan penyelidik yang
bertujuan mengungkap penyalahgunaan kekuasaan. Jurnalis sebagai watchdog
mengumpulkan informasi tentang tindakan para pemangku kepentingan dan
menginformasikan kepada masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban
pejabat terpilih (Norris, 2022). Karena karakternya, jurnalis watchdog
sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi. Sebagai penjaga
demokrasi, jurnalisme pengawas mampu memaksa pemerintah untuk memenuhi
kewajibannya kepada publik dengan mempublikasikan isu-isu seperti
skandal, korupsi, dan kegagalan dalam memenuhi kebutuhan publik.
Namun
karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, membuat
masyarakat semakin mudah untuk mendapatkan informasi dari berbagai
sumber, termasuk sumber-sumber yang tidak kredibel. Hal ini membuat pers
semakin kehilangan pengaruhnya terhadap masyarakat.
Perkembangan-perkembangan tersebut telah mendorong terjadinya
transformasi peran pers dari watchdog menjadi guidedog.
Dalam
konteks peran pers, transformasi ini berarti bahwa jurnalis tidak hanya
bertugas untuk mengawasi dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan
kekuasaan dan pelanggaran hukum, tetapi juga bertugas untuk membantu
masyarakat untuk mencapai tujuannya. Beberapa tugas baru diemban oleh
pers. Pers sebagai guidedog berperan sebagai kurator Informasi
yang menyaring arus informasi yang berlimpah yang dapat dipercaya.
Meskipun masyarakat tidak melihat jurnalis sebagai satu-satunya sumber
informasi, penting bagi mereka untuk memahami cara membedakan informasi
yang dapat diandalkan dan memiliki dasar yang kuat.
Jurnalis guidedog
juga harus menjalankan fungsi sebagai penyelidik publik, yang sering
disebut sebagai peran penjaga. Pendedahan oleh jurnalisme terhadap
informasi yang disembunyikan atau dirahasiakan menjadi sangat penting
dan esensial dalam sistem pemerintahan demokratis. Nilai pentingnya
menjadi fundamental bagi perkembangan jurnalisme baru maupun yang sudah
ada.
Selain itu, pers guidedog bersikap sebagai
pendamping dan teladan masyarakat. Institusi pers harus melibatkan
publik sebagai bagian dari proses berita dan bukan hanya sebagai
audiens. Pemberdayaan timbal balik dengan cara warga diberdayakan untuk
berbagi pengalaman dan pengetahuan yang informatif dengan jurnalis.
Dalam posisi ini, pers tidak dapat menghindar dari peran sebagai panutan
bagi warga yang ingin menerapkan jurnalisme warga. Ini melibatkan
menjadi teladan dalam praktik dan nilai-nilai jurnalisme yang benar dan
bermutu.
Jurnalis, terutama yang beroperasi secara lokal, juga
harus membantu memfasilitasi diskusi dan wacana yang melibatkan
partisipasi aktif warga. Institusi pers menjadi platform terbuka bagi
warga untuk memantau beragam sudut pandang, bukan hanya dari mereka yang
berideologi sejalan dengan jurnalis. Tugas sebagai pelantang suara
warga ini juga bisa dimiliki media alternatif komunitas.
Transformasi peran pers dari watchdog menjadi guidedog
merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pers. Tantangan ini terletak
pada kemampuan pers untuk menyajikan informasi yang akurat, kredibel,
informatif, dan inspiratif yang mampu menjadi penjernih informasi dan
mengedepankan hal subtantif daripada hanya sekadar viral. Peluang ini
terletak pada potensi pers untuk menjadi agen perubahan sosial yang
lebih efektif.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk melakukan transformasi pers dari hanya yang bertugas sebagai watchdog bertambah menjadi guidedog. Pertama,
perusahaan pers atau asosiasi jurnalis perlu meningkatkan kompetensi
jurnalisnya dalam menyajikan informasi yang akurat, kredibel,
informatif, dan inspiratif. Caranya memberikan pelatihan jurnalisme yang
lebih komprehensif, yang mencakup aspek jurnalisme investigasi,
jurnalisme data, jurnalisme visual, dan jurnalisme media sosial.
Kedua,
pers perlu memperkuat kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan,
termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi. Kerja
sama ini dapat membantu pers untuk mendapatkan informasi yang lebih
lengkap dan akurat, serta untuk mengembangkan solusi-solusi yang lebih
efektif. Ketiga, pers perlu membangun kepercayaan
masyarakat. Pers perlu menunjukkan komitmennya untuk menyajikan
informasi yang akurat, kredibel, dan objektif. Pers juga perlu
transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya.
Transformasi peran pers dari watchdog menjadi guidedog
merupakan proses yang tidak mudah. Namun, proses ini penting untuk
dilakukan jika pers ingin tetap dipercaya masyarakat dalam menjalankan
peranannya sebagai pilar keempat demokrasi.
Sundari,
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur
0 comments:
Post a Comment