JAKARTA KONTAK BANTEN – Baru-baru
ini ramai diperbincangkan baik di media sosial maupun media massa jumlah
pengangguran di Indonesia yang meningkat pesat, khususnya pada Gen Z.
Anggota Komisi IX DPR RI Charles Meikyansah pun mendorong pemerintah
untuk memberi atensi lebih.
“Polemik
susahnya Gen Z mencari pekerjaan itu memang harus dibahas lebih
komprehensif ya. Apa masalah yang sebenarnya dan bagaimana cara
mengatasinya, agar segera mendapat solusi untuk generasi muda ini,”
ujarnya dalam rilis pers yang diterima Parlementaria pada Jumat
Lebih
lanjut, Charles menyoroti isu Gen Z yang sulit mendapatkan pekerjaan.
Hal ini membuat miris mengingat seharusnya Gen Z saat ini berada dalam
usia produktif.
“Ini kan
ramai di media sosial, Gen Z sulit mendapat kerja karena kebijakan dan
syarat mendapat pekerjaan terlalu sulit. Pemerintah harus beri atensi
lebih dan segera temukan solusinya,” ungkap Charles.
Menurut
data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024, ada
3,6 juta Gen Z usia 15-24 yang menganggur tahun ini. Sementara total
pengangguran terbuka di Indonesia ada di angka 7,2 juta. Itu artinya,
Gen Z menyumbang 50,29 persen dari total pengangguran terbuka di
Indonesia.
Jika ditambah dengan mereka yang tergolong bukan angkatan kerja tetapi tidak sedang sekolah atau pelatihan (Not in Employment, Education or Training/NEET), jumlah pengangguran mencapai 9,9 juta.
Menurut
Charles, walaupun masalah budaya kerja hingga perilaku Gen Z yang
dinilai dapat mengubah sistem kerja di perusahaan, hal itu seharusnya
tidak serta merta membuat mereka ‘disingkirkan’ dari persaingan dunia
kerja.
“Gen Z ini memiliki
keunggulan di industri kreatif, yang sangat penting dan dibutuhkan dalam
era digital saat ini, mereka seharusnya bisa diberdayakan dengan baik
dan diberikan pendidikan non formal tentang budaya kerja,” jelas
Legislator Dapil Jawa Timur IV itu.
Memang
belakangan banyak Perusahaan yang mengeluhkan etika kerja Gen Z yang
tidak biasa dan kerap membuat rugi perusahaan. Dalam dunia kerja, Gen Z
diketahui memiliki kekhasan sendiri karena mayoritas memilih pekerjaan
yang dapat memenuhi kebutuhannya seperti work life balance, bekerja remote, dan sangat konsen terhadap komponen gaji.
“Sebenarnya
baik ya tuntutan-tuntutan itu, namun banyak perusahaan yang masih
memiliki budaya kama di mana menuntut karyawan militan dalam bekerja.
Harus ada formulasi yang adil agar ada win-win solution untuk semua,” terang Charles.
0 comments:
Post a Comment