![]() |
Diskusi terbuka bertajuk ‘Banten Gelap Gulita’ yang digagas oleh aktivis muda Banten Gerakan Diskusi Literasi Demokrasi (Gerakan SAKA) l Dok. Istimewa |
BANTEN KONTAK BANTEN Polemik Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Serang telah memicu kekecewaan yang mendalam di kalangan mahasiswa.
Penyelenggara dan pengawas pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), terutama jajaran pengawasan di Bawaslu Banten dinilai telah gagal total dalam menjalankan tugasnya.
Kekecewaan tersebut terungkap dalam diskusi terbuka bertajuk ‘Banten Gelap Gulita’ yang digagas oleh aktivis muda Banten Gerakan Diskusi Literasi Demokrasi (Gerakan SAKA), Ahmad Ru’yat.
Dalam diskusi tersebut, mahasiswa menyoroti lemahnya pengawasan yang berujung pada keputusan PSU. Menurut mereka, situasi ini menjadi pukulan telak bagi integritas penyelenggara pemilu di Kabupaten Serang.
“KPU dan Bawaslu harus bertanggung jawab. Ini bukan PSU pertama! Kalau pengawasan lemah, bukan tidak mungkin PSU kembali terjadi. Kami mahasiswa mendesak agar ini menjadi evaluasi menyeluruh, jangan sampai masyarakat terus dikorbankan karena kelalaian mereka,” kata Ahmad Ru’yat, Senin, 17 Maret 2025.
Selain itu, mahasiswa mengungkapkan bahwa jika KPU dan Bawaslu Kabupaten Serang tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, para komisionernya layak untuk diganti.
“Kalau perlu, ketua beserta seluruh komisioner KPU dan Bawaslu Serang dicopot! Ini sudah kegagalan fatal. Mereka berdosa karena menghamburkan anggaran baru, yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan daerah maupun program nasional,” tegas Ru’yat.
Kekhawatiran pun mencuat terkait potensi pelanggaran serupa yang masih mengintai pelaksanaan PSU lanjutan.
Ru’yat mengatakan, mahasiswa menilai Bawaslu Banten belum maksimal dalam menindak pelanggaran di lapangan. Mereka mempertanyakan arah demokrasi di Kabupaten Serang jika kejadian serupa terus berulang.
“PSU lagi, PSU lagi! Mau dibawa ke mana demokrasi kita? Kalau seperti ini, bagaimana masyarakat bisa percaya pada pemerintah yang katanya mau baik?” ungkap Ru’yat.
Sebagai bentuk protes, mahasiswa mendesak adanya pembenahan total dalam tubuh penyelenggara pemilu.
“Komisioner harus tahu diri. Gagal kerja, gagal jaga demokrasi. Kalau tidak mau berubah, ya mundur saja!” pungkas Ahmad Ru’yat.
Dia juga menekankan pentingnya menjaga netralitas aparat penegak hukum (APH) dalam setiap proses demokrasi, khususnya dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Serang maupun Banten.
Mahasiswa menyerukan agar jangan sampai ada cawe-cawe yang hanya akan merusak demokrasi dan mengakibatkan pemborosan anggaran yang tidak bermanfaat.
“Sedangkan hobinya penyelenggaraan dan pengawasan selalu menggunakan anggaran pilkada di tempat mewah,” tambah Ru’yat, menegaskan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran.
0 comments:
Post a Comment