Tangerang-Celetukan khas populer Sutan Bhatoegana sepertinya
cocok untuk menggambarkan proses pembebasan runway tiga untuk Bandara
Soekarno-Hatta di daerah Rawa Rengas dan Rawa Burung, Kabupaten
Tangerang. 'Ngeri' adalah salah satu satu kondisi dimana saat kita
mengalami proses kehidupan yang terhimpit dan kemudian terlepas dari
himpitan tersebut. Sementara 'sedapnya' kita mampu memetik buah dari
kondisi itu. 'Sedap' tersebut bisa dinikmati oleh banyak orang, karena
Negara memerlukannya untuk digunakan sebagai fasilitas publik .
Sebab sebelumnya diketahui, kasus pembebasan lahan untuk Bandara Soekarno-Hatta terdahulu telah mengakibatkan beberapa orang menjadi tersangka dan dijebloskan ke penjara. Dari mulai pejabat di pemerintah daerah, sampai pejabat pengelola Bandara yang tergabung dalam panitia 9 tersebut, yakni PT Angkasa Pura II. Kini, persoalan yang sama tengah menanti, yakni ganti rugi bangunan yang menumpang di tanah orang lain. Belum lagi tentang penilaian soal tanahnya itu sendiri.
"Tahun sebelumnya seperti kita ketahui, banyak yang terjebak. Karena setelah dibayar (kasus seperti itu), ketika diaudit beberapa waktu kemudian, eh ternyata bangunan yang berada diatas lahan milik orang lain itu sudah tidak ada," terang Head of Corporate Secretary and Legal PT Angkasa Pura II , Agus Hariyadi, Senin (3/4/2017).Ada tiga instansi yang terlibat dalam keputusan pengadaan tanah, yang pertama appraisal tim penilai yang tidak bisa diintervensi dalam memberikan suatu estimasi atau opini atas nilai ekonomis suatu lahan. Kemudian yang kedua adalah pelaksana pengadaan, di dalamnya ada unsur BPN, pemerintah daerah setempat dan perangkat pemerintah, yakni kepala desa. Kemudian yang ketiga adalah pembayar. Ketiga instansi itu tidak boleh berpihak kepada siapa pun, bahkan tidak boleh saling intervensi. Saat ini pengadaan tanah untuk perluasan landasan pacu Bandara sebagian menghadapi masalah.
"Ada dua persoalan saat ini yang ditemui, pertama persoalan harga
bagi yang memiliki tanah. Kedua, mereka yang memiliki bangunan
menumpang diatas lahan orang lain. Yang satu ngadu ke DPRD, sedangkan
satu lagi demo di Pintu M1," terangnya.
Menurut Agus, warga sebenarnya bukan tidak setuju untuk dibebaskan.
Sebab, pemerintah daerah juga ragu untuk membangun sarana dan prasarana
di sana, karena termasuk dalam zona perluasan bandara. Dua persoalan
tersebut menurutnya, dapat beresiko fatal jika tidak hati-hati, meski
terlihat dapat segera diselesaikan.
"Nah, karenanya perlu ada bukti-bukti lain yang menguatkan dari
bangunan yang berada diatas lahan orang lain. Ini bukan kapasitas saya,
tetapi saya kasih penjelasan agar ini diketahui publik. Ini logika
berpikir, karena yang dibidik selalu Angkasa Pura II," ujarnya.
0 comments:
Post a Comment