PANDEGLANG, (KB).- Ketua Komisi I DPRD Pandeglang,
Habibi Arafat mendorong kasus dugaan pungutan liar (pungli) program
Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) atau Prona di Desa
Bojongmanik, Kecamatan Sindangresmi, agar diusut tuntas. Oleh karena
itu, dewan menyarankan agar korban pungli untuk melaporkan kasus
tersebut ke aparat kepolisian.
“Kalau pungli itu jelas telah melanggar hukum. Dengan melaporkan ke
aparat kepolisian itu langkah baik. Sebab, nanti aparat penegak hukum
yang akan mengusutnya, dan kita yakin aparatakan bersikap netral dalam
mengungkap kasusnya sampai tuntas,” kata Habibi, kepada Kabar Banten,
Jumat (24/11/2017).
Meski begitu, saat ini pihaknya belum bisa mengambil tindakan, karena
warga sendiri yang merasa dirugikan belum mengadukan ke DPRD. “Kalau
mereka mengirimkan surat, pasti akan kita klarifikasi ke pihak terkait.
Namun, kami masih tunggu perkembangannya, kalau memang tidak ada titik
penyelesaian kami akan turun untuk mengecek langsung permasalahan di
lapangan,” tuturnya.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pandeglang , Rusli
Yacob mengaku sudah mengetahui adanya oknum yang memungut biaya PTSL di
Desa Bojongmanik, Kecamatan Sindangresmi. Bahkan BPN sudah mencium hal
tersebut sejak awal tahun 2016. Menurut Rusli, oknum yang mematok biaya
pembuatan PTSL itu bukanlah aparatur desa, melainkan seorang oknum LSM.
“Kami sudah mencium adanya oknum yang memungut biaya ke warga, itu sudah terjadi sejak awal tahun 2016. Tahun ini memang berbeda, berubah jadi PTSL,” katanya.
“Kami sudah mencium adanya oknum yang memungut biaya ke warga, itu sudah terjadi sejak awal tahun 2016. Tahun ini memang berbeda, berubah jadi PTSL,” katanya.
Menurutnya BPN telah berupaya untuk membatasi ruang gerak oknum
tersebut dengan memerintahkan Kepala Desa (Kades) untuk mengkoordinir
warga yang ingin membuat sertifikat. Tidak tanggung-tanggung, BPN
mempersilakan warga untuk mengajukan pembuatan PTSL hingga 1.000 bidang
tanah.
“Memang sekarang sudah sistematik. Ketika ditunjuk satu desa, semuanya harus dibuatkan sertifikat. Jadi pihak desa mengkoordinir pembuatan PTSL satu desa. Namun hingga pertengahan tahun 2017 hanya ada 300 pengajuan PTSL,” ucapnya.
“Memang sekarang sudah sistematik. Ketika ditunjuk satu desa, semuanya harus dibuatkan sertifikat. Jadi pihak desa mengkoordinir pembuatan PTSL satu desa. Namun hingga pertengahan tahun 2017 hanya ada 300 pengajuan PTSL,” ucapnya.
Rusli menegaskan bahwa proses kepengurusan PTSL tidak dipungut biaya
sama sekali alias gratis. Namun, ada pengecualian untuk biaya pembelian
materai, pemasangan patok, dan pembuatan surat keterangan. “Kami sudah
menyampaikan ke masyarakat bahwa PTSL gratis, dari pengukuran dan
pembuatan sertifikat. Meskipun ada pemasangan patok, materai, pembuatan
surat keterangan. Itu pun idealnya tidak lebih dari Rp150 ribu,” kata
Rusli.
Meski mengaku sudah mengetahui oknum yang merugikan masyarakat itu,
namun pihaknya belum bisa berbuat apa-apa. Rusli hanya menyarankan agar
kasus itu dilaporkan ke Polisi agar diproses secara hukum. “Seharusnya
program ini didukung, bukan dijadikan lahan untuk mendapatkan
keuntungan,” ucapnya.
Sementara itu, perihal sertifikat yang diambil lagi usai penyerahan
simbolis oleh Presiden Joko Widodo di Kecamatan Menes pada Oktober lalu.
Pihak BPN membatahnya. Rusli mengklaim bahwa BPN sudah memberi
sertifikat PTSL pada 3.000 penerima saat kedatangan Jokowi. “Waktu Pak
Jokowi ke Menes, kami sudah memberi semua sertifikat kepada penerima
sebelum acara dimulai. Memang tidak ada tanda tangan Kepala BPN, hanya
tanda tangan Ketua Tim. Tetapi itu sah dan legal,” ucapnya.
Rusli melanjutkan, BPN menyadari bahwa kasus pembuatan sertifikat
yang kerap dimanfaatkan oleh oknum, menjadi masalah klasik. Maka dari
itu, BPN akan berkoordinasi dengan Pemkab untuk melegalkan Kades
memungut biaya pembuatan sertifikat, namun dengan nominal tertentu.
“Sejauh ini saya menjamin tidak ada oknum BPN yang bermain. Kalaupun ada, saya siap untuk memberikan sanksi tegas,” tuturnya.
“Sejauh ini saya menjamin tidak ada oknum BPN yang bermain. Kalaupun ada, saya siap untuk memberikan sanksi tegas,” tuturnya.
Seperti diberitakan, Warga Desa Bojong Manik, Kecamatan Sukaresmi,
Kabupaten Pandeglang mengeluhka aksi pungutan liar (pungli) pembuatan
sertifikat gratis atau program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap
(PTSL) yang dikenal Prona. Diduga besaran pungli oleh oknum aparatur
desa sebesar Rp700.000-Rp3000.000 per sertifikat. Menurut informasi
warga, pungli tersebut sudah berjalan sejak tahun 2015. Hingga sekarang
diperkirakan sudah ada 72 warga yang terkena pungli untuk menebus
sertifikat prona. (
0 comments:
Post a Comment