JAKARTA-Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menilai persoalan utama yang belum selesai
selama 2017 adalah masih tingginya angka kesenjangan yang terjadi di
Indonesia.
Tingginya kesenjangan sosial dan ekonomi tersebut mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, parlemen, hingga partai politik.
"Sekali ini disimpulkan oleh para pakar dan teman-teman yang saya undang untuk berdiskusi panjang, jadi publik juga tidak percaya kepada DPR, kan gawat ini. Publik mulai tidak percaya kepada partai politik," kata pria yang akrab disapa Zulhasan itu di Jakarta, Jumat, 28 Desember 2017.
Ia juga mencatat bahwa kepercayaan publik mulai turun terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) besar seperti ICMI, PBNU, hingga Muhammadiyah lantaran dianggap tidak lagi menjadi wadah yang menyerap aspirasi rakyat.
"Karena apa? Karena apa yang dirasakan mereka yang harusnya diperjuangkan oleh ormas dan parpol selama ini tidak terjadi. Contoh misalnya lagi ramai LGBT, saya tegas dan pernah disomasi pada enam bulan lalu karena menolak LGBT. Somasi itu dinilai pernyataan saya melanggar HAM (hak asasi manusia). Tapi, saya tegas katakan itu penyimpangan," terangnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menekankan bahwa orang-orang yang memiliki seks menyimpang tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang, apalagi dipersekusi.
Ia mengimbau "penderita" LGBT dapat direhabilitasi lantaran mengidap penyakit yang berkaitan dengan seksualitas.
"Karena saya berpandangan itu bertentangan dengan Pancasila, bertentangan dengan nilai-nilai keindonesiaan kita," jelasnya.
Zul menambahkan, permasalahan kesenjangan sosial dan ekonomi ini semakin mengerucut karena saluran aspirasi masyarakat telah mampet jika menyalurkannya ke parlemen, ormas, hingga parpol.
"Tidak ada lagi diskusi kritis yang dilakukan pengamat. Bahkan di kalangan kampus juga diskusi kritis sudah tidak lagi terdengar," ungkapnya.
Zulhasan juga mengimbau terkait Pilkada Serentak 2018 tidak boleh adanya isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) untuk memenangkan kontestasi.
MPR, kata Zul, akan menjadi lembaga terdepan dalam memastikan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang.
"Pilkada itu pekerjaan rutin lima tahunan harusnya adu konsep. Kita ini kan bukan lawan Belanda. Ini kan pertarungan antarkita. Tetapi karena ingin menang, menghalalkan segala cara menggunakan isu agama, suku, dan lain-lain dipakai. (Itu) tidak boleh," tegasnya.
Tingginya kesenjangan sosial dan ekonomi tersebut mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, parlemen, hingga partai politik.
"Sekali ini disimpulkan oleh para pakar dan teman-teman yang saya undang untuk berdiskusi panjang, jadi publik juga tidak percaya kepada DPR, kan gawat ini. Publik mulai tidak percaya kepada partai politik," kata pria yang akrab disapa Zulhasan itu di Jakarta, Jumat, 28 Desember 2017.
Ia juga mencatat bahwa kepercayaan publik mulai turun terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) besar seperti ICMI, PBNU, hingga Muhammadiyah lantaran dianggap tidak lagi menjadi wadah yang menyerap aspirasi rakyat.
"Karena apa? Karena apa yang dirasakan mereka yang harusnya diperjuangkan oleh ormas dan parpol selama ini tidak terjadi. Contoh misalnya lagi ramai LGBT, saya tegas dan pernah disomasi pada enam bulan lalu karena menolak LGBT. Somasi itu dinilai pernyataan saya melanggar HAM (hak asasi manusia). Tapi, saya tegas katakan itu penyimpangan," terangnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menekankan bahwa orang-orang yang memiliki seks menyimpang tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang, apalagi dipersekusi.
Ia mengimbau "penderita" LGBT dapat direhabilitasi lantaran mengidap penyakit yang berkaitan dengan seksualitas.
"Karena saya berpandangan itu bertentangan dengan Pancasila, bertentangan dengan nilai-nilai keindonesiaan kita," jelasnya.
Zul menambahkan, permasalahan kesenjangan sosial dan ekonomi ini semakin mengerucut karena saluran aspirasi masyarakat telah mampet jika menyalurkannya ke parlemen, ormas, hingga parpol.
"Tidak ada lagi diskusi kritis yang dilakukan pengamat. Bahkan di kalangan kampus juga diskusi kritis sudah tidak lagi terdengar," ungkapnya.
Zulhasan juga mengimbau terkait Pilkada Serentak 2018 tidak boleh adanya isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) untuk memenangkan kontestasi.
MPR, kata Zul, akan menjadi lembaga terdepan dalam memastikan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang.
"Pilkada itu pekerjaan rutin lima tahunan harusnya adu konsep. Kita ini kan bukan lawan Belanda. Ini kan pertarungan antarkita. Tetapi karena ingin menang, menghalalkan segala cara menggunakan isu agama, suku, dan lain-lain dipakai. (Itu) tidak boleh," tegasnya.
0 comments:
Post a Comment