SERANG – Banten masih kekurangan panti rehabilitasi bagi orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ). Hal itu terungkap dalam rapat rencana kerja
(renja) Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten di Aula Dinsos Banten,
KP3B, Kota Serang, Selasa (20/2).
Kepala Dinsos Banten Nurhana mengatakan, kebutuhan panti rehabilitasi
tersebut mendesak. Hal itu dikarenakan Dinsos Banten kerap mendapat
kiriman ODGJ.
“Kita perlu panti rehabilitasi ODGJ terpadu. Sekarang ini kita tidak
punya panti pemerintah, kecuali BPS (Balai Perlindungan Sosial) dan BP2S
(Balai Pemulihan Dan Perlindungan Sosial). Kalau ada ODGJ, kita tidak
punya panti,” kata Nurhana.
Menurutnya, Dinsos Provinsi Banten kerap menerima laporan adanya ODGJ
yang telantar. Nurhana mengaku kebingungan karena Dinsos provinsi tidak
memiliki tempat rehabilitasi.
“Setiap pagi kita dapat kiriman ODGJ. Untung ada yang menampung,
panti swasta. Mudah-mudahan 2019 sudah bisa dianggarkan,” ujarnya.
Diketahui, berdasarkan data yang dihimpun, panti rehabilitasi hanua
berada di lima tempat di Banten. Yayasan Dhira Soemantri Wintoha di
Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Yayasan Ponpes Bani Abas di
Kecamatan Rangkas Bitung, Kabupaten Lebak.
Yayasan Hikmah Syahadah di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang,
Yayasan Bani Syifa Bendung Baru Pamarayan di Kecamatan Cikeusal,
Kabupaten Serang, dan Yayasan Nururrohman di Kecamatan Kasemen, Kota
Serang.
Selain soal panti rehabilitasi, Nurhana juga menyinggung soal
anggaran Dinsos Banten yang dikurangi pada 2018 ini. Hal tersebut karena
Pemprov Banten saat ini sedang fokus pada tiga layanan dasar yaitu
kesehatan, pendidikan, dna infrastruktur.
“Postur anggaran kita sangat turun, terjun payung. Tapi dinsos
pekerja sosial. Pekerja sosial tidak butuh uang. Bekerja dengan ikhlas.
Karena kita mendukung program gubernur dan wagub, ada 3 aspek yaitu
pendidikan, kesehatan dan infrastruktur,” ujarnya.
Selain itu, pada 2018 tidak ada lagi program rumah tidak layak huni (RTLH) di dinsos.
“Terakhir 2017 kemarin. 2018-2019 itu tidak ada lagi RTLH, karena
kebijakan pemerintah pusat bahwa itu memang diarahkan pada program Dinas
Perkim (Perumahan Rakyat dan Permukiman),” jelasnya.
“Tapi kita akan mendorong program CSR, kita akan maksimalkan. Tugas
dan fungsi kita sebagai koordinator CSR perlu ditingkatkan. Kita arahkan
RTLH ke CSR,” sambungnya.
Sementara, Sekda Banten Ranta Soeharta mengatakan, Dinsos Banten
harus memastikan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) mendapat
bantuan yang baik.
”Setiap hari ada lah kiriman orang gila, orang sarap. Harus
dipastikan bahwa PMKS itu ditolong dengan baik. Memang tidak mungkin
seluruhnya. Kalau ada kiriman orang gila, Kota Serang juga harus
nampung, jangan provinsi saja,” kata Ranta.
Ranta juga menilai, fasilitas jumlah panti rehabilitasi di Banten
saat ini masih minim untuk menampung ODGJ dan ODMK. Sementara untuk
kondisi panti yang ada, masih jauh dari standar dalam melayani
orang-orang dengan penyakit tersebut.
“Sebab yang saya lihat, mereka yang ngurus panti itu butuh bantuan
pemerintah khususnya terkait logistik seperti beras dan makanan lainnya.
Ini tentunya perlu penanganan, dan mereka yang jadi pengurus panti
perlu mendapat bantuan,” ujarnya.
Dijelaskan Ranta, selain kondisi panti, salah satu yang harus
diperhatikan juga adalah pengurusnya. Ia menilai, pengurus panti
mayoritas bekerja secara sukarela untuk mengurus orang-orang yang
mengalami gangguan kejiwaan.
“Kayak panti yang di Rangkas, itu kurang lebih ada 40 pasien. Saya
sempat nanya ke pengurus panti di sana, buat beli kebutuhannya gimana.
Terus katanya, ya kita cuma ngandelin sumbangan aja pak, ikhlas aja,”
jelasnya.
Lebib lanjut, Ranta juga meminta Dinsos Banten untuk tetap fokus
dalam mengurus maslaah PMKS. Meski begitu, ia mengungkapkan, penanganan
pasien yang mengalami gangguan kejiwaan di panti rehabilitasi, saat ini
masih sering dicampurkan dengan pasien yang sedang menjalani masa
penyembuhan akibat ketergantungan terhadap narkoba.
Kondisi itu tentunya menyulitkan instansi, dalam hal ini fokus untuk
penyembuhan dua penyakit dengan karakteristik yang jelas berbeda
penanganannya.
“Kalau yang saya lihat, panti rehabilitasi di Banten itu masih
dicampur antara penyembuhan buat yang ketergantungan narkoba sama yang
mengalami gangguan kejiwaan. Di Rangkas itu campur, di Pamarayan juga
sama, ini kan kasian lihatnya,” katanya.
“Biasanya kan kalau yang narkoba, penyembuhannya dengan agama,
dikasih amalan, terus disuruh rajin ibadah. Nah, kalau dicampur kan
kasihan yang mau sembuh dari ketergantungan narkoba, jiwanya juga bisa
terganggu,” sambungnya.
Ia juga berharap, dalam forum renja dapat menghasilkan poin-poin yang
menjadi program Dinsos Banten pada 2019. Selain itu, ke depan Ranta
berharap akan lebaih banyak panti rehabilitasi. “Sekarang yang ada kan
lima (panti), ke depan bisa 10 panti. Tapi inget harus fokus,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment