BEKASI -Tidak lengkap rasanya kalau bulan puasa
tidak ada buah untuk berbuka. Makanya petani dan pedagang timun suri
beberapa hari menjelang bulan puasa mulai bermunculan. Mereka berjejer
di tepi jalan pantura wilayah Cibitung dan Cikarang serta
Kedungwaringin.
Petani mulai memetik buah yang nama latinnya cucumis sativus dan
termasuk varietas tanaman cucumber ini beberapa hari menjelang puasa.
Buah yang tidak memiliki rasa, namun beraroma harum ini, sepintas dalam
pikiran kalau buah itu hanya berproduksi di bulan ramadan saja.
“Timun suri sama juga dengan tanaman, jagung, mentimun dan ubi, kapan
saja bisa. Soal musim kita yang ngatur,” cetus Rukman, 40, petani timun
suri di kawasan lahan kosong di Kabupaten Bekasi, saat ditemui Selasa
(15/5/2018).
Menurut dia, masa panen timun suri hanya dua bulan. “Tinggal hitung
aja, bulan apa kita mulai tanam,” lanjut ayah tiga anak yang biasa
menanam sayuran ini.
Biasanya para petani timun suri ini mulai menanam tiga bulan sebelum
Ramadhan. “Ini untuk jaga-jaga, takut gagal,” timpal Warja, 45, petani
yang berusaha di lahan milik Perum Jasa Tirta di tepi saluan induk tarum
barat (Kalimalang) Cikarang Utara.
TIDAK PERLU BANYAK AIR
Menanam timun suri, sama halnya seperti menanam mentimun namun
berbeda dengan semangka dan melon yang perlu banyak pupuk dan air.
“Kalau timun suri, setelah biji bertunas dan berdaun hingga sepanjang 10
cm, cukup menyiram saja pagi siang sore,” jelas Warja, yang mengaku
jika ukuran air dan kebutuhan tanaman itu seimbang, maka buah yang
diperoleh besar dan bagus.
Bentuk buah tanaman yang pohonnya menjalar ini ada yang sebesar
pepaya Bangkok dan beratnya pun mencapai 5 kg. “Tetapi orang jarang yang
mau beli seberat itu,” cetus Warja, yang mengaku sebelum menanam dia
membuat galengan /tamggul berukuran 1 meter kali 50 meter jumlahnya
tergantung luas lahan. “Sudah tiga musim puasa, udaranya panas terus,”
lanjut Warja, yang mengaku soal air dia tak mengeluhkan karena di
sepanjang saluran tarum barat air melimpah.
Timun suri dapat berbuah setelah tanamannya berusia dua bulan dan itu
pun hanya beberapa buah saja. “Orang menyebutnya buah percobaan dan
setelah tiga bulan baru lancar, kemudian mati dengan sendirinya,” jelas
Warja.
Modal yang dikeluarkan untuk 1 hektar tidak kurang dari Rp 500
ribu.”Itu hanya untuk membeli bibit dan pupuk dan ongkos pembuatan
galengan/tanggul. “Kalau panen, 1 hektar bisa mencapai Rp 6 juta selama
tiga bulan bersih,” cetus Warja.
DIKIRIM KE LUAR BEKASI
Melimpahnya panen timun suri akan terjadi pada pertengahan ramadan,
selain karena semua petani lahannya mulai siap dipetik, kebutuhan warga
Bekasi dan sekitarnya pun hanya sedikit. Ditambah jumlah petani dadakan
menjamur, mereka memanfaatkan lahan kosong di sekitar areal perumahan
dan tanggul kali.
Petani biasanya menjajakan hasil produksinya dengan di tumpuk di tepi
jalan dan tidak dijajakan di atas meja. “Tengkulak sudah memesannya dan
biasanya dikirim ke Bandung, Jakarta dan Bogor,” kata Warja, sambil
menyebutkan untuk 1 kg dia menjual ke tengkulak Rp 2.600- Rp 3.500.
Sedangkan dari tengkulak ke penjual berkisar Rp 4.000 – Rp 4.500/kg dan
penjual ke konsumen Rp 5.500- Rp 6.500/kg.
Pasokan timun suri dari Bekasi begitu besar, sehingga petani dari
luar Bekasi tidak dapat menjual buah sejenis di lokasi ini. “Bahkan ada
yang dari Pasar Induk Cibitung dipasok langsung dari beberapa petani di
Cibitung,” jelas Warja, yang mengaku enggan memasok ke tempat itu karena
harganya murah.
0 comments:
Post a Comment