SERANG – Korupsi di Banten biasanya terjadi karena ada kongkalingkong antara pihak pemerintah dan pengusaha. Istilah komitmen fee atau jatah empuk (Japuk) untuk oknum pemerintah menjadi celah praktik korupsi dalam tubuh pemerintah, khususnya dalam proyek pekerjaan tertentu.
Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama
Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Sujanarko mengatakan ide dasar pembentukan Komite Advokasi untuk wadah
dialog antara pemerintah dan pelaku usaha dalam bentu dialog publik dan
privat.
Pembahasan antara pemerintah dan pelaku usaha tersebut terkait isu-isu strategis yang terkait dengan upaya pencegahan korupsi.
“Tujuannya menghasilkan solusi bersama dan
melaksanakan inisiatif sesuai dengan ranahnya masing-masing,” kata
Sujanarko, usai acara Penguatan Komite Advokasi Daerah Antikorupsi
Provinsi Banten di Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemrintahan
Provinsi Banten, Curug, Kota Serang, Kamis (13/9/2018).
Dengan demikian, lanjut Sujanarko,
pencegahan korupsi dapat dilakukan secara simultan dan komprehensif
melalui pendekatan kolaboratif dan partisipatif.
Gubernur Banten Wahidin Halim mendukung
pencegahan korupsi di sekitar swasta. Gubernur mengatakan pegawai tidak
patut korupsi karena menerima gaji.
“Pengahasilan yang kita dapatkan sudah
cukup, cuma memang sahwat kita di dalam hati selalu berfikir punya satu
ingin dua, punya mobil ingin yang paling bagus, begitu seterusnya,” kata
Wahidin.
Wahidin mengatakan, Pemerintah Provinsi
Banten sendiri saat ini telah melaksanakan rekomendasi KPK dalam bentuk
e-Samsat, Sistem Informasi Manajemen Perencanaan, Penganggaran, dan
Pelaporan (SIMRAL), dan e-Bansos.
“Ini semua saran-saran dari KPK yang kita
laksanakan. Kita juga mengudang Satgas dari BPKP yang ditempatkan di
Provinsi Banten untuk memperkuat inspektorat dalam rangka audit,” ujar
Wahidin.
0 comments:
Post a Comment