SERANG, (KB).- Aksi mahasiswa dari berbagai
organisasi yang menamakan diri dalam Gerakan Empat Oktober (Getok) dalam
momentum HUT ke-18 Provinsi Banten dihalaman DPRD Provinsi Banten,
KP3B, Kota Serang, Kamis (4/10/2018) berlangsung ricuh.
Puluhan mahasiswa yang melakukan aksi beberapa kali terlibat
kericuhan dengan aparat kepolisian yang mengawal jalannya aksi.
Kericuhan pertama saat mahasiswa mencoba mendesak maju ke pintu gerbang
masuk gedung DPRD Provinsi Banten yang dikawal ketat aparat. Namun,
aparat tidak mengizinkan mahasiswa mendekati gerbang dan terjadilah aksi
saling dorong dan kericuhan.
Kemudian, mahasiswa bergeser ke pintu gerbang keluar untuk menghadang
Gubernur Banten Wahidin Halim usai menggelar rapat paripurna. Pada saat
mahasiswa mencoba membakar ban bekas, aparat kepolisian segera
merangsek kebarisan massa aksi untuk memadamkannya. Sehingga terjadi
perlawanan dan kericuhan kembali terjadi.

Saat massa aksi sudah mulai tenang, ketua DPRD Provinsi Banten Asep
Rahmatulah mendatangi massa aksi untuk menerima tuntutan dari mahasiswa.
Namun, mahasiswa tidak mempedulikan dan menolaknya, mereka menilai
keinginan mereka untuk ditemui Gubernur Banten Wahidin Halim dan Andika
Hazrumy. Bukan perwakilan dari legislatif.
Mahasiswa tidak berhenti bernyanyi dan berorasi, serta meneriakan
yel-yel ‘WH-Andika pembohong, penindas rakyat, pendidikan gratis impian
demokratis’ pada aksi itu. Meski demikian, tidak ada yang terluka pada
kericuhan aksi tersebut.
Salah satu massa aksi, Japra dari Komunitas Sudirman 30 (KMS 30)
dalam orasinya mengatakan, selama 18 tahun Banten terpisah dari Jawa
Barat, tidak ada kemajuan yang signifikan dalam pembangunan dan
kesejahteraan rakyat.
“Pertanyaannya adalah, apakah Banten berpisah dari Jawa Barat untuk
mensejahterakan rakyatnya atau untuk kepentingan semata. Karena selama
18 tahun Banten berpisah tidak ada perubahan yang signifikan,” kata
Japra.
Sementara itu, korlap aksi, Tobing mengatakan, pada momentum HUT
ke-18 tahun Provinsi Banten itu, dirinya menilai Gubernur dan Wakil
Gubernur Banten gagal dalam merealisasikan visi-misinya. Hal itu, kata
dia terlihat dari pembangunan infrastruktur di Banten yang belum merata.
“Berbicara pemerataan infrastruktur, nyatanya didaerah Banten Selatan
tepatnya di Kabupaten Pandeglang zona empat (Cibitung, Cimanggu, Sumur)
infrastuktur didaerah sana dan lainnya belum tersentuh pemerataan
pembangunan,” kata Tobing.

Untuk persoalan ekonomi, kata Tobing masyarakat menginginkan ekonomi
kerakyatan, yang mana tanah produktif bisa digarap oleh masyarakat dan
tidak beralih fungsi menjadi industri dan perumahan. “Sehingga
menyebabkan konflik-konflik agraria dan penyusutan lahan di Banten,”
ucapnya.
Bahkan, Tobing menuturkan, dari data BPS diketahui selama satu dekade
dari tahun 2013, penyusutan lahan di Banten mencapai 2.830 hektar tanah
yang beralih fungsi dan menjadi lahan tidak produktif.
“Dampak-dampak lingkungan dari industri juga berdampak luas didaerah
Banten seperti contohnya pencemaran sungai Ciujung, Cidurian dan
pencemaran udara yang terjadi di Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
Banten,” tuturnya.
Sehingga, ujar Tobing, sebagai rakyat Banten, mahasiswa mendesak
Pempriv Banteb untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu sebagai kado
HUT ke-18 Banten. “Kamu dengan secara tegas untuk bagaimana mendorong
pemerintah Provinsi Banten agar menyelesaikan hal tersebut,” ujarnya
0 comments:
Post a Comment