Sesunggunya kenaikan BBM dan penghapusan
subsidi di berbagai bidang merupakan akibat dari penerapan sistem
Liberalisme di Indonesia. Tentu Liberalisme sangat bertolak-belakang
dengan kebijakan Islam.
Di dalam Islam, BBM merupakan harta
milik umum. Karena harta milik umum dan pendapatannya menjadi milik
seluruh kaum Muslim, dan merupakan barang yang dibutuhkan semua orang,
maka setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari
harta tersebut dan pendapatannya. Dalam hal ini, tidak ada bedanya
apakah rakyat tersebut laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa, orang
shalih, jahat atau kaya dan miskin. Semuanya mempunyai hak yang sama.
Karena ini merupakan harta milik mereka, dan mereka butuhkan.
Hanya saja, harus dicatat, bahwa dalam
pemanfaatan harta milik umum tidak semuanya sama. Karena ada yang bisa
dimanfaatkan oleh manusia, baik langsung maupun dengan alat tertentu.
Namun, ada pula yang tidak bisa dimanfaatkan secara langung.
Jenis pertama, seperti
air, padang rumput, api, jalan umum, laut, sungai, danau dan terusan
(kanal). Semuanya ini bisa dimanfaatkan secara langsung. Air, padang
rumput maupun api bisa dimanfaatkan langsung oleh rakyat, baik untuk
kebutuhannya sendiri, atau memanfatkan sumur, mata air dan sungai untuk
diambil airnya dan dialirkan untuk hewan serta ternaknya. Para
penggembala juga bisa menggembalakan hewan dan ternaknya di padang
rumput. Pengumpul kayu juga bisa mengambil kayu di hutan.
Seseorang bisa saja memasang alat
(hidran) pengatur air di sungai yang besar untuk menyirami tanaman dan
pohon-ponon miliknya. Karena sungai yang besar itu terbuka bagi semua
orang, sehingga pemasangan alat-alat di atasnya tidak akan membahayakan
siapapun dari kaum Muslim. Tiap orang bisa memanfaatkan jalan umum,
laut, sungai dan kanal.
Jenis kedua dari harta
milik umum adalah barang yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung,
membutuhkan upaya dan biaya untuk mengeluarkannya, seperti minyak, gas
dan barang-barang tambang lainnya. Karena itu, negaralah yang mengambil
alih tanggung jawab eksploitasinya, mewakili kaum Muslim. Hasilnya
disimpan di Baitul Mal kaum Muslim. Khalifahlah yang memiliki
wewenang dalam hal pendistribusian hasil dan pendapatannya sesuai dengan
ijtihadnya, yang dijamin oleh hukum-hukum syara’. Tujuannya adalah
untuk mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim.
Distribusi dan pembagian hasil dari barang tambang dan pendapatan milik umum tersebut bisa dilakukan untuk:
Pertama, membiayai kebutuhan yang berhubungan dengan hak milik umum, seperti:
- Pos hak milik umum, bangunan, kantor, catatan, sistem pengawasan dan pegawainya.
- Para peneliti, penasihat, teknisi, pegawai, orang-orang yang mendedikasikan dirinya untuk melakukan penelitian dan penemuan, eksplorasi minyak bumi, gas, barang tambang dan dana untuk eksplorasinya, untuk produksi dan proses penyelesaiannya hingga membuatnya layak untuk digunakan, juga untuk orang-orang yang memberikan jasanya menemukan sumber dan penyalurannya, untuk pembangkit listrik dan jaringan kawatnya.
- Membeli berbagai peralatan dan membangun industri, pemboran dan penyulingan minyak bumi dan gas, pemisah dan pembersih bijih-bijih barang tambang, pemrosesan barang-barang tambang hingga layak digunakan. Juga digunakan untuk membeli alat dan industri yang biasa dipakai pada industri milik umum, dan proses pemanfaatannya.
- Untuk alat-alat yang bisa mengeluarkan air, memompa dan untuk pipa-pipa salurannya.
- Pembangkit listrik, gardu, tiang-tiang penyangga dan kawat-kawatnya.
- Untuk membeli kereta api dan trem listrik, dan sebagainya.
Seluruh pengeluaran ini berkaitan dengan
hak milik umum, termasuk menejemen dan pemanfaatannya. Karena itu
biayanya menggunakan pendapatan dari harta milik umum. Ini sama dengan
upah untuk para pengelola zakat yang berasal dari harta zakat itu
sendiri, sebagaimana firman Allah, “Dan untuk para amilnya.” (TQS. at-Taubah [9]: 60). Allah SWT telah menetapkan bagian mereka dari zakat sesuai dengan jasa mereka dalam melaksanakan tugasnya.
Kedua, dibagikan
kepada individu rakyat, yang memang merupakan pemilik harta milik umum
beserta pendapatannya. Khalifah tidak terikat oleh aturan tertentu dalam
pendistribusian ini. Khalifah berhak membagikan harta milik umum
seperti air, listrik, minyak bumi, gas dan segala sesuatu yang
diperlukan kepada yang memerlukannya untuk digunakan secara khusus di
rumah-rumah mereka dan pasar-pasar mereka, secara gratis.
Namun, bisa saja Khalifah menjual harta
milik umum ini kepada rakyat dengan harga yang semurah-murahnya, atau
mengikuti harga pasar. Khalifah juga bisa membagikan uang hasil
keuntungan harta milik umum ini kepada mereka. Semua kebijakan tadi
ditetapkan dan diambil dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan
bagi seluruh rakyat negara Khilafah.
Dari uraian di atas, maka BBM jelas
merupakan harta milik umum, yang tidak bisa dimanfaatkan langsung oleh
rakyat, karena harus dieksploitasi dan dieksplorasi hingga bisa
dimanfaatkan. Semuanya ini membutuhkan investasi dan biaya yang besar.
Karena itu, negaralah yang harus mengambilalih tanggung jawab tersebut.
Negara juga tidak boleh memprivatisasi harta milik umum ini kepada
siapapun, baik swasta asing maupun domestik.
Hasil dari pengelolaan BBM ini, selain
untuk membiayai biaya produksi, termasuk infrastruktur yang dibutuhkan,
juga bisa didistribusikan langsung kepada rakyat secara gratis. Ini opsi
yang pertama. Opsi kedua, negara Khilafah bisa saja juga menjual BBM
ini kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya, atau mengikuti harga
pasar. Opsi ketiga, negara Khilafah bisa juga membagikan hasil
keuntungan harta milik umum ini kepada mereka, tidak dalam bentuk
materinya, tetapi dalam bentuk uang.
Semua kebijakan tadi ditetapkan dan
diambil dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh
rakyat negara Khilafah. Inilah kebijakan yang akan diterapkan oleh
Negara Khilafah. Mengenai kalkulasi besaran angkanya, bisa ditelaah
lebih jauh dalam buku yang penulis edit, Membangun Indonesia tanpa Pajak dan Utang. Wallahu a’lam. (adj)
0 comments:
Post a Comment