![]() |
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bersama Walikota Bogor Bima Arya memantau Bendungan Katulampa, Bogor. |
BOGOR – Walikota Bogor Bima Arya menjadi salah satu
pembicara dalam Focus group discussion (FGD) bertajuk ‘Pembangunan
Bertumpu Pada Kelestarian Lingkungan Hidup’ di Istana Presiden Cipanas,
Cianjur, Jawa Barat.
Acara yang digagas oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
(DPD RI) ini didasari atas potret kerusakan lingkungan hidup di
Indonesia yang dinilai sudah mengkhawatirkan.
Sampah yang ada di darat, udara, sungai, hingga laut menciptakan pencemaran dan bencana.
Bima Arya memaparkan sejumlah aktivitas yang dilakukan bersama warga
dan stakeholder terkait dalam melakukan pembangunan daerah berbasis
lingkungan.
Mulai dari pembangunan bank sampah, TPS 3R, lomba kebersihan tingkat
RT/RW, penanaman pohon, gerakan lubang resapan biopori hingga menerapkan
kebijakan larangan penyediaan kantong plastik di retail modern.
Bima juga tak menampik bahwa dalam prakteknya di lapangan masih
banyak ditemukan sejumlah kendala sehingga menghambat program dengan
semangat sustainable development.
“Isu lingkungan merupakan isu yang luar biasa penting. Tapi, selama
hampir 5 tahun saya menjabat sebagai Walikota Bogor, ada dua persoalan
utama yang dihadapi dalam rangka menuju sustainable development. Baik
itu oleh, walikota, bupati, gubernur, menteri hingga presiden. Persoalan
yang pertama adalah soal visi dan yang kedua adalah soal
koordinasi,”kata Bima.
Orang nomor satu di jajaran Pemkot Bogor ini menjelaskan, adanya
persoalan visi karena tidak semua pemimpin memiliki green leadership.
“Cukup sulit menjadikan isu lingkungan hidup menjadi isu mainstream.
Kepala daerah terjebak dengan quick wins. Terobsesi untuk memuaskan
secara elektoral dengan hal-hal yang harus dirasakan cepat. Masalah
lingkungan hidup tidak begitu. Tidak langsung dirasakan,”ungkapnya.
Di hadapan Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Bima juga mengutarakan
problem koordinasi yang dialami daerah dalam menyusun kebijakan bersama,
khususnya di Jabodetabek.
“Saya agak banyak curhat, mumpung ada orang-orang kuat seperti Pak
Nono, yang bisa menyuarakan ini. Saya memimpikan adanya jalur koordinasi
yang jelas. Masalahnya tergantung kepala daerahnya, kalau chemistry
nyambung, ya jalan. Tapi kalau nggak nyambung, nggak jalan. Apalagi
kalau beda partai. Apalagi kalau beda pilihan di Pilpres misalnya.
Faktor politik,” terangnya.
Maka, Bima Arya terpikir ide untuk dibentuknya kementerian khusus Jabodetabek.
“Ini harus diikat lewat otoritas yang tinggi. Menurut saya make sense sekarang kita munculkan isu Kementerian khusus Jabodetabek. Kan bisa diikat kemudian lewat Peraturan Menteri dan sebagainya, ada anggaran yang dikucurkan, harus jalan semuanya,” jelas dia.
“Ini harus diikat lewat otoritas yang tinggi. Menurut saya make sense sekarang kita munculkan isu Kementerian khusus Jabodetabek. Kan bisa diikat kemudian lewat Peraturan Menteri dan sebagainya, ada anggaran yang dikucurkan, harus jalan semuanya,” jelas dia.
Bima melanjutkan, Jabodetabek yang memiliki jumlah penduduk sekitar
32 juta jiwa ini merupakan megacity nomor dua di dunia setelah Tokyo dan
sekitarnya.
“10-15 tahun lagi, Jabodetabek akan menjadi megacity nomor satu di dunia. Tetapi koordinasi antar daerah ampun-ampunan,” katanya.
“10-15 tahun lagi, Jabodetabek akan menjadi megacity nomor satu di dunia. Tetapi koordinasi antar daerah ampun-ampunan,” katanya.
“Saya bilang ke Pak Gubernur DKI Jakarta, kita ubah polanya, duduk
sama-sama, desain sama-sama. Sehingga nyambung satu sama lain. Jadi
tidak bergerak sendiri-sendiri soal pembangunan lingkungan. Selama ini
seolah-olah Bodetabek yang butuh Jakarta, padahal kita semua saling
membutuhkan. Kalau bapak ibu perhatikan perdebatan Pak Anies dengan
Walikota Bekasi soal sampah. Ya itu fakta yang terjadi,” tambah Bima.
Mendengar aspirasi tersebut, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono
mengatakan akan mengkaji setiap apa yang diharapkan para kepala daerah
sehingga sinergi bisa terwujud.
“Kita akan kaji usulan dari Pak Bima Arya soal Kementerian Khusus
Jabodetabek. Ini menarik ya. Ada Undang Undang tentang Jabodetabek, yang
kita buat dan mudah-mudahan ini bisa mewadahi itu,” ungkap Nono.
Jenderal TNI (Purnawirawan) ini menambahkan jika melihat Undang
Undangnya Gubernur DKI Jakarta diberikan hak untuk mengakomodir soal
lingkungan, lalu lintas dan lain sebagainya.
“Kalau soal koordinasi yang terhambat, saya kira kesadaran dari pejabatnya saja. Undang Undang sudah mengatur itu, ruang sudah diberikan, silahkan rakyat yang menilai. Tapi Kami akan melihat ke arah sana nanti,” tandasnya.
“Kalau soal koordinasi yang terhambat, saya kira kesadaran dari pejabatnya saja. Undang Undang sudah mengatur itu, ruang sudah diberikan, silahkan rakyat yang menilai. Tapi Kami akan melihat ke arah sana nanti,” tandasnya.
Turut hadir staf ahli bidang ekonomi SDA pada Kementerian Kehutanan
dan Lingkungan Hidup, Laksmi Wijayanti, Wakil Bupati Sigi, Paulina,
Bupati Sintang Jarot Winarno, Kepala Kebun Raya Bogor, Didik Widyatmoko,
dan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pesisir Selatan, Nelly
Armidha dan lain sebagainya.
0 comments:
Post a Comment