JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
mengusulkan 30 persen dana negara untuk partai politik dialokasikan
untuk kaderisasi perempuan. Hal itu disampaikan karena selama ini partai
mengeluh kesulitan mencari kader perempuan untuk dicalonkan dalam
pemilihan legislatif.
“Ada ketentuan pencalonan 30 persen dalam pemilu legislatif (Pileg).
Maka dari itu, salah satu caranya adalah mendorong alokasi 30 persen
dari dana negara digunakan untuk kaderisasi perempuan,” kata peneliti
Perludem, Khairunnisa Nur Agustyati kepada Koran Jakarta, Minggu (23/2).
Untuk itu, tambah Khairunnisa, partai pun bisa memaksimalkan sayap
partai perempuan sebagai sarana kaderisasi perempuan. Dengan begitu ke
depan akan banyak muncul calon pemimpim yang berintegritas dari
jajaran internal Parpol.
Syarat Jadi Caleg
Secara khusus Khairunnisa menggarisbawahi perlunya diwujudkan
demokratisasi di internal partai. Hal ini sebagai bagian dari membentuk
sistem integritas partai. Dia mencontohkan soal syarat menjadi calon
anggota legislatif (Caleg). Misalnya yang mau dicalonkan sebagai Caleg,
haruslah orang yang sudah menjadi kader minimal dua tahun sebelum
Pemilu.
Perludem, tambah Khairunnisa, juga mendorong syarat pembentukan
partai politik dipermudah. Saat ini syarat pembentukan partai politik
dinilai sulit. Hal itu disebabkan biaya yang dikeluarkan mahal, Maka
yang dapat mendirikan partai adalah para pemodal.
Khairunnisa menjelaskan lebih rinci. Dalam mendirikan partai harus
memiliki kantor di seluruh wilayah Indonesia yaitu 100 persen di seluruh
provinsi, 75 persen di kabupaten/kota, dan 50 persen di kecamatan.
Maka dari itu, partai tidak bisa muncul dari bawah.
“Kami mendorong agar syaratnya dipermudah, misalnya dengan
menunjukkan dukungan sejumlah harga satu kursi di wilayah tersebut.
Kalau dia bisa menunjukkan hal tersebut maka bisa mendirikan partai, dan
partai bisa muncul dari lokal,” jelas Khairunnisa.
Usulan lainnya, sambung Khairunnisa, yaitu terkait disintensif
kepada partai politik. Jadi, jika Parpol yang sudah mendapatkan dana
negara, tetapi tidak dapat melaporkannya secara transparan maka akan
dikenai disintensif.
“Disintensifnya adalah dengan mengurangi dana negara untuk partai
tersebut di tahun berikutnya atau bahkan tidak mendapatkan dana negara
sama sekali,” tukas Khairunnisa.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ade Reza
Hariyadi mengatakan bantuan dana negara untuk Parpol harus diaudit
dengan baik. Hal itu menjadi konsekuensi Parpol sebagai penerima
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga penggunaannya
harus terikat dengan prinsip penggunaan keuangan negara.
“Dengan demikian soal Parpol menerima sumber dana dari APBN itu bisa dipertanggungjawabkan,” kata Ade.
0 comments:
Post a Comment