PENYEBARAN corona semakin meluas dan meningkat jumlahnya. Fenomena
gunung es tampaknya bukan isapan jempol. Dampak yang ditimbulkan juga
luar biasa. Bagai teror, wabah ini telah menimbulkan ketakutan warga.
Padahal ketakutan dan panik yang berlebihan sangatlah tidak diharapkan
sebab dapat menimbulkan dampak ikutan.
Wabah ini tak dapat diatasi
dengan tepat tanpa sinergi yang baik antara individu, masyarakat dan
negara. Ketiganya harus berjuang bersama dalam menghadapi bencana dengan
landasan yang sama dan satu, yakni ketaqwaan kepada Allah.
Bagi
seorang muslim, yang beriman kepada Allah, tentunya harus senantiasa
mengingat Allah. Memperkuat keyakinan bahwa Allah Maha Pencipta dan Maha
Pengatur. Segala sesuatu yang Ia ciptakan wajib tunduk pada aturan-Nya.
Dalam
hal virus corona, setiap mukmin wajib meyakini bahwa makhluk mikron tak
kasat mata ini pun ciptaan-Nya. Dan bahwa Allah menciptakan segala
sesuatu sesuai dengan qodarnya. Allah telah menciptakan api mempunyai
qodar (khosiyat) membakar. Allah pun telah menciptakan virus dengan
qodar dapat menjangkit pada inang hingga menyebabkan sakit. Allah juga
telah menciptakan manusia dengan qodar memiliki akal untuk memikirkan
tanda-tanda kekuasaan Allah.
Allah SWT dalam firman-Nya sering
kali memperingatkan manusia untuk mnggunakan akalnya dan memikirkan
tanda-tanda kekuasaan Allah lantas mengambil pelajaran darinya.
"Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan? Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia
ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan
karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan." (QS Al
Ghosiyah:17-21)
Pun demikian di balik terciptanya wabah
corona. Telah pasti bahwa manusia dengan kapasitasnya harus berupaya
penuh memikirkan tentangnya, memetik hikmah di balik penciptaan corona.
Bagi yang bukan ahli dan tidak memiliki kapastas untuk itu, tetaplah
wajib membangun keimanan bahwa corona, makhluk renik tak kasat mata itu
pun menunjukkan tanda kebesaran Allah. Betapa dunia guncang , atas
kehendak-Nya semata manusia tak berdaya di hadapan makhluk kecil.
Manusia dewasa ini juga harus mengambil pelajaran bahwa dahulu,
kesewenangan Raja Namrudz berakhir setelah tubuh sang raja tumbang oleh
gigitan nyamuk. Maka hendaknya manusia menjadikan pelajaran ini untuk
mempertebal iman dan taqwa, memohon ampunan Allah dan kembali
menerapkan aturan-Nya.
Adapun terkait dampaknya terhadap manusia,
apakah dirasa baik ataukah buruk menurut manusia, seorang mukmin wajib
beriman bahwa segala sesuatu datangnya dari Allah semata. Maka, apakah
corona menimbulkan kebaikan, ataupun keburukan menurut pandangan
manusia, manusia wajib iman bahwa semua berasal dari Allah.
Inilah
prinsip yang harus dimiliki seorang mukmin, bahwa Allah telah
menetapkan qodar atas segala sesuatu. Seorang muslim wajib mengimani
bahwa qodar, baik dan buruk semuanya berasal dari Allah.
“Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqoroh 216)
Adapun
tentang datangnya wabah atau suatu penyakit juga demikian. Semuanya
adalah ketetapan (qodlo) dari Allah. Dalam hal ini seorang muslim wajib
iman bahwa Allah telah menciptakan suatu penyakit, dan Allah pula telah
menciptakan obatnya.
Inilah hakikat iman kepada qodlo dan qodar,
baik dan buruk berasal dari Allah. Dalam menyikapi hal ini, seorang
mukmin wajib hukumnya untuk ridho terhadap segala ketentuan dan
ketetapan dari Allah.
Ketika musibah penyakit itu melanda manusia,
Allah memerintahkan manusia ridho terhadap qodlo Allah dan
menghadapinya dengan bersabar. Dan Allah memberikan balasan pahala yang
besar bagi orang-orang yang bersabar.
“Dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan ‘Innalillahi wainna ilaihi rojiuun’. Mereka
itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan
mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (TQS Al
Baqarah:155-157)
“Sesungguhnya (wabah) tha’un itu adalah
siksa yang dikirim Allah kepada orang yang dikehendakiNya. Kemudian
Allah menjadikannya rahmat bagi orang-orang yang beriman. Karena
seorang hamba yang tinggal di negerinya yang tengah terjangkit tha’un,
lalu ia bersabar dan mengharap ridho Allah, maka ia akan mendapatkan
seperti pahala orang yang syahid.” (HR Bukhari)
Syara ‘ telah
memuji seorang hamba yang berserah diri terhadap qadha, sebagaimana
dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah. Sesungguhnya Rasulullah
saw.bersabda kepadaku:
“Aku akan memberitahumu satu kalimat
yang datang dari bawah 'Arsy dan dari gudangnya surga, yaitu, ‘ Tiada
daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan (kekuasaan) Allah’. Allah
berfirman, ‘Sungguh hamba-Ku telah tunduk dan berserah diri kepada-Ku.’”
(HR Al Hakim)
Sikap ridho ataukah marah termasuk perbuatan
manusia. Ini ada dalam area yang dikuasai manusia. Manusia dapat
mengendalikan sikap dan perbuatan yang akan diambilnya, apakah ia hendak
ridho ataukah marah terhadap qodlo Allah. Dalam hal ini , manusia akah
diberi pahala atas perbuatannya yang ridho terhadap qodho dan sabar
menghadapi cobaan, dan akan mendapatkan dosa dan siksa atas kemarahannya
terhadap qodho.
Adapun terkait qodho itu sendiri, tidak termasuk
dalam perbuatan yang dikuasai manusia. Manusia tidak akan diminta
pertanggungjawaban atas terjadinya qadha. Tetapi ia akan ditanya tentang
dan marahnya terhadap qadha. Dalam hal pandemi corona, manusia akan
ditanya tentang ridho dan marahnya terhadap datangnya ketetapan Allah,
juga hal apa saja yang ia lakukan terkait upaya pencegahan dan
pengobatannya.
Upaya pencegahan yang berada pada area yang
dikuasai seorang individu adalah dengan senantiasa menjaga sanitasi
dengan sering mencuci tangan, menjaga kebersihan badan, tempat dan
pakaian, menutup mulut dengan tangan atau baju saat bersin. Sungguh
syariat Islam telah mengatur hal ini. Islam senantiasa menganjurkan
muslimin menjaga kebersihan dan kesucian. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda,
“Bersuci itu separoh keimanan.” (HR. Muslim)
Di
samping menjaga kebersihan, upaya yang dapat dilakukan agar terhindar
dari sakit corona adalah menjaga kebugaran tubuh. Sifat virus saat
menyerang ia dapat mati ketika tubuh inang memiliki imunitas atau
kekebalan tubuh yang tinggi. Imun akan kuat jika tubuh bugar. Oleh
karenanya sangat dianjurkan untuk menjaga pola makan yang sehat, rajin
berolah raga dan istirahat yang cukup ditambah mengkonsumsi asupan
vitamin dapat meningkatkan kebugaran.
Sebagai sebagian ikhtiar
yang dapat dilakukan adalah berjemur di bawah terik matahari pagi. Di
samping dapat meningkatkan asupan vitamin D, sinar matahari juga
dipercaya dapat membunuh covid-19.
Inilah setidaknya sebagian
ikhtiar yang dapat dilakukan individu, selain mengindahkan anjuran
mengisolasi diri, mengurangi interaksi dengan banyak orang demi memutus
rantai penularan dari orang ke orang.
"Rasulullah pernah
bersabda: Wabah thaun adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap
sebagian kalangan bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian.
Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian
memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah thaun itu menyebar di
negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar
dari penyakit itu." (HR Bukhari-Muslim)
Hal lain yang mesti
dilakukan adalah meningkatkan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
Senantiasa melaksanakan amalan yang difardhukan, meningkatkan amalan
yang sunnah. Memperbanyak sholat, puasa, sedekah,doa,dzikir, istighfar,
dan bermohon kepada Allah. Karantina mengurangi interaksi dengan orang
lain tidak serta merta menjadikan aktifitas menuntut ilmu dan berdakwah
ditinggalkan, sebab kemajuan teknologi menjadikannya bisa dilakukan
secara online.
Dalam ikhtiar ini manusia akan diminta
pertanggungjawaban oleh Allah karena merupakan perbuatan yang berada
pada area yang dikuasai manusia, manusia dapat memilih akan mengerjakan
ataukah meninggalkannya. Di samping segala ikhtiar yang dilakukan,
selebihnya seorang mukmin wajib bertawakal, menyerahkan dan
menggantungkan segala urusan kepada Allah SWT.
Pengirim:
Saptaningtyas
Saptaningtyas
0 comments:
Post a Comment