JAKARTA — Pandemi virus corona COVID-19 telah
mengancam asasi paling dasar bagi setiap manusia, yakni hak untuk hidup.
Secara global, lebih dari 200 ribu jiwa melayang akibat serangan virus
tersebut. Tak sampai di situ, kini kelapatan juga jadi ancaman ikutan
yang mengintai nyawa ratusan juta penduduk dunia.
Direktur Program Pangan Dunia atau World Food Programme (WFD),
David Beasley, bahkan menyebut 265 juta penduduk dunia terancam
kelaparan sebagai dampak dari pandemi virus corona.
“Kita berbicara tentang kondisi ekstrem, status darurat –tentang
orang-orang yang benar-benar sedang berbaris menuju ambang kelaparan.
Jika kita tidak memberikan makanan kepada orang-orang, mereka akan mati.
” kata Beasley seperti dilansir dari Kumparan.
Hal ini sudah disadari oleh lembaga PBB yang mengurusi pangan dan
pertanian, Food and Agriculture Organization atau FAO. Mereka menggelar
pertemuan tak terjadwal bersama menteri-menteri pertanian negara G20,
pada Selasa (21/4).
Pertemuan itu juga dihadiri perwakilan WFP, Bank Dunia, dan Dana
Internasional untuk Pengembangan Pertanian (International Fund for
Agricultural Development/ IFAD).
“Pandemi virus corona memberikan tantangan yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Dampak sosial-ekonominya mendalam dan global. Kita
membutuhkan tindakan bersama dan tegas, termasuk oleh G20, yang menteri
pertaniannya saya temui hari ini.
Kita harus menjaga rantai pasokan pangan dan memastikan produksi
serta ketersediaan pangan untuk semua,” kata Direktur Jenderal FAO, QU
Dongyu dalam pernyataan resmi usai pertemuan itu.
Dongyu pun membandingkan situasi saat ini, dengan kondisi
2007-2008 saat dunia dilanda perubahan cuaca ekstrem. Tak lama
berselang, kondisi diperparah dengan krisis finansial global yang
berdampak hingga 2009.
Menurutnya, sejumlah negara merespons dampak perubahan cuaca
ekstrem dengan kebijakan yang didorong oleh kepanikan. Seperti larangan
ekspor di negara-negara produsen pangan, pada sisi lain ada permintaan
impor besar-besaran dari negara kaya untuk mengamankan stok pangan
mereka. Kondisi ini telah meningkatkan kesenjangan antara pasokan dan
kebutuhan pangan dunia.
“Dampaknya sangat merusak, terutama bagi negara-negara miskin
yang sangat bergantung pada impor bahan pangan,” ujar Dongyu. “Ini juga
menyulitkan upaya organisasi-organisasi kemanusiaan untuk mendapatkan
pasokan, agar bisa membantu negara miskin.”
2019 (Sebelum Pandemi Virus Corona)
* 135 juta jiwa di 55 negara
* 75 juta anak stunting
* 17 juta anak gizi buruk
* 75 juta anak stunting
* 17 juta anak gizi buruk
2020 (Pandemi Virus Corona)
* 265 juta jiwa terancam kelaparan
* 30 negara berkembang terdampak paling parah
* 1 juta penduduk sudah terancam kelaparan sebelum ada COVID-19
* 30 negara berkembang terdampak paling parah
* 1 juta penduduk sudah terancam kelaparan sebelum ada COVID-19
Bersamaan dengan pertemuan menteri-menteri pertanian negara G20
yang diselenggarakan FAO, lembaga Global Report on Food Crisis (GRFC)
yang di dalamnya juga tergabung FAO dan WFP, merilis laporan terbaru
soal ancaman krisis pangan pada Selasa, (21/4).
Dalam laporan yang disusun dari hasil studi sepanjang 2019,
didapati ada 135 juta penduduk dunia yang mengalami krisis pangan akut.
Mereka tersebar di 55 negara. Laporan ini juga mengungkap sebanyak 75
juta anak-anak mengalami stunting atau kerdil, dan 17 juta lainnya
mengalami gizi buruk.
Yang ditekankan GRFC dalam laporan terbaru yang dirilisnya itu,
bahwa mereka belum memperhitungkan dampak corona. “Krisis pangan sebagai
dampak virus corona COVID-19 menimbulkan risiko baru bagi negara-negara
yang rentan,” demikian dinyatakan GRFC dalam laporannya.
Kekhawatiran dan peringatan lembaga-lembaga pangan dunia itu soal
ancaman kelaparan, telah disebarkan ke seluruh negara, termasuk
Indonesia. Bukan tanpa alasan jika Presiden Jokowi pun mengingatkan
ancaman krisis pangan sebagai dampak dari pandemi virus corona.
“Peringatan dari FAO agar betul-betul kita perhatikan, bahwa
pandemi COVID-19 ini bisa berdampak pada kelangkaan pangan dunia atau
krisis pangan dunia. Ini betul-betul harus kita pastikan,” kata Jokowi
dalam rapat terbatas secara online, Senin (13/4).
Ia menjelaskan, mungkin panen pada musim ini masih baik. Namun, Jokowi mengingatkan panen di semester kedua nanti bisa saja bermasalah. Hal inilah yang harus menjadi perhatian seluruh kepala daerah.
Ia menjelaskan, mungkin panen pada musim ini masih baik. Namun, Jokowi mengingatkan panen di semester kedua nanti bisa saja bermasalah. Hal inilah yang harus menjadi perhatian seluruh kepala daerah.
“Tapi panen pada penanaman yang bulan Agustus, September nanti
betul-betul dilihat secara detail sehingga tidak mengganggu produksi,
rantai pasok maupun distribusi dari bahan-bahan pangan yang ada,” tutup
Jokowi.(*)
0 comments:
Post a Comment