JENEWA – Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) melanjutkan lagi uji coba klinis hydroxychloroquine untuk mengobati pasien terinfeksi virus korona. Penggunaan hydroxycloroquine dianggap sebagai pengobatan potensi untuk pasien Covid-19.
WHO pada 25 Mei lalu sempat menghentikan sementara uji klinis hydroxychloroquine. Keputusan tersebut muncul setelah studi yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet menunjukkan bahwa hydroxychloroquine dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien Covid-19.
Kepala ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, menyatakan, keputusan
menghentikan uji coba tersebut hanya sementara. Kini, Solidarity Trial,
kelompok program WHO untuk pengujian klinis terapi Covid-19, memutuskan
untuk melanjutkan uji klinis hydroxycloroquine itu. Bahkan
Solidarity Trial saat ini telah menerima permintaan dari ratusan rumah
sakit di seluruh dunia untuk pengobatan potensial bagi pasien
terinfeksi virus korona. Lebih dari 3.500 pasien di 35 negara dikabarkan
terlibat dalam uji coba ini.
“Minggu lalu, kelompok eksekutif dari Solidarity Trial memutuskan untuk menghentikan sementara uji klinis hydroxycloroquine karena
khawatir efek samping yang timbul dari penggunaan obat,” kata Dirjen
WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam konferensi pers virtual.
Bahan Koreksi
Perdebatan mengenai uji coba hydroxychloroquine sebagai
salah satu obat untuk menangani infeksi virus korona mestinya bisa
menjadi mula untuk mengoreksi agar sebuah kebijakan tak berbasis pada
jurnal ilmiah hasil peer review. Harapan ini diutarakan seorang
profesor penyakit menular dan kesehatan global di Universitas Oxford,
Peter Horby, merespons kontroversi pengujian hydroxychloroquine di tengah upaya menangani wabah global Covid-19.
Peter Horby mengungkapkan kontroversi itu harus memicu refleksi serius terhadap kualitas proses peninjauan sejawat atau peer review suatu
karya tulis ilmiah. “Publikasi ilmiah harus ketat dan jujur. Dalam
keadaan darurat, nilai-nilai ini diperlukan lebih dari yang sebelumnya,”
ungkap Peter Horby.
Ia melanjutkan, bagaimanapun keputusan untuk menghentikan uji klinis
berdasar pada studi pengamatan adalah “sepenuhnya tidak dapat
dibenarkan”.
Seperti diketahui, puluhan ilmuwan meragukan penelitian yang menyatakan hydroxychloroquine dan chloroquine tak bermanfaat mengobati pasien Covid-19. Penelitian yang diterbitkan jurnal medis Lancet itu lantas membuat WHO menghentikan uji klinis obat antiviral tersebut.
Penelitian yang dipimpin Mandeep Mehra dari Brigham and Women’s
Hospital di Amerika Serikat itu mengkaji data 96.000 pasien dari ratusan
rumah sakit dalam rentang Desember hingga April. Tim peneliti
membandingkan dengan pasien dalam satu kelompok kontrol.
Hasil itu menggerakkan banyak peneliti dari berbagai negara
mempelajari detail studi tersebut. Kemudian, muncul nada keprihatinan
dari surat terbuka kelompok ilmuwan yang meragukan integritas metodologi
dan data studi. Salah satunya terkait minimnya informasi negara dan
rumah sakit yang memberi pasokan data yang disediakan perusahaan
analisis data kesehatan berbasis di Chicago, Surgisphere. n AFP/P-4
0 comments:
Post a Comment