SERANG – Komunitas untuk Perubahan Budaya (Kubah Budaya) menggelar diskusi umum kritik sastra untuk pemula, Kamis (28/1/2021) malam. Kegiatan berlangsung secara virtual alias daring.
Sebagai pembicara, Niduparas Erlang peraih Kusala Sastra Khatulistiwa. Menurut Nidu, proses penulisan kritik sastra selalu dimulai dengan mengapresiasi sebuah karya. Dari situ, respons pembaca terhadap karya menjadi pijakan awal untuk kritik sastra.
Kritikus merespons karya sastra dengan mengelaborasi dengan teori
sastra dan sejarah sastra untuk melihat inovasi atau kebaruan suatu
karya. “Umumnya, menulis karya sastra dianggap lebih sulit ketimbang
menulis
kritik sastra. Dalam menulis karya sastra, seorang sastrawan dituntut
mengerahkan segala pengalaman dan pemikirannya untuk menciptakan karya
sastra nyaris dari ‘ketiadaan’. Sementara dalam menulis kritik sastra,
seorang kritikus ‘hanya’ dituntut berargumen secara sistematis
berdasarkan (pembacaannya secara metodologis) pada karya sastra
yang sudah ada,” kata Niduparas Erlang,
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Ketua Kubah Budaya Eka Ugi Sutikno, penulis novel Burung Kayu itu membahas mengenai pengantar kritik sastra mulai dari menyinggung definisi kritik sastra itu sendiri, sejarah polemik sastra di Indonesia, prinsip dasar kritik sastra, landasan dasar dan fungsi kritik sastra sendiri bagi kedinamisan karya sastra, dan bagaimana cara kita memproduksi kritik sastra.
Diskusi umum ini dihadiri oleh 34 peserta yang begitu antusias dalam menyimak pemaparan dari dosen muda, sastrawan sekaligus peneliti tradisi lisan. Terbukti adanya timbal balik dan beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh para peserta dalam sesi tanya jawab yang dilaksanakan setelah pemaparan materi.
0 comments:
Post a Comment