Kemiskinan merupakan sebuah problem sosial yang abadi seperti lingkaran setan. Sangat kompleks dan multi-dimensional yang telah menyita perhatian banyak pihak. Pemerintah misalnya, sejak lama menggelar sederet program penanggulangan kemiskinan, seperti IDT, JPS, KUT, PDMDKE, P2MD, UEDSP, TAKESRA, BRDP, BLM, dan sekarang ini, rencana program P2KP 3.
Orang tidak bisa lagi menghitung berapa triliun rupiah dana yang dikucurkan untuk membiayai program penanggulangan kemiskinan. Namun, hingga kini, belum ada yang membuat kalkulasi secara pasti, seberapa besar hasil yang dicapai oleh program penanggulangan kemiskinan. Pertanyaan ini kerap dimuculkan oleh banyak orang. Seperti petani miskin di Banten misalnya, pernah berkata, “Sudah banyak program dan dana yang digulirkan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, khususnya di banten. Tapi, tampaknya tetap tidak terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin. Saya tidak tahu data yang betul-betul akurat.”
Di kampung saya, katanya banyak warga dan rumah tangga miskin yang menerima bantuan dana sejak program IDT hingga BLM. Tapi, kami merasakan dana bantuan itu tidak cukup memadai untuk memperbaiki kondisi ekonomi rumah tangga. Dana yang kami terima tidak sampai bergulir, karena menguap dengan cepat. Kami bisa kelabakan kalau sudah berurusan dengan biaya kesehatan dan pendidikan anak-anak.
Apa yang salah dari program penanggulangan kemiskinan? Berbagai kalangan mengajukan jawaban yang bervariasi. Pertama, program penanggulangan kemiskinan hanyalah sebuah proyek. Bukan program dan kegiatan yang berkelanjutan. Kedua, para pejabat pemerintah sudah mengaku sebagai pahlawan kalau sudah mengucurkan dana kepada kaum miskin, sehingga tidak perlu melihat pendekatan alternatif lain yang berpusat pada masyarakat. Ketiga, pemerintah kurang peka bagaimana mengembangkan partisipasi masyarakat miskin dan memperkuat daya tawar kaum miskin. Masih banyak pendapat lain lagi.
“Kalau boleh kami berpendapat,” ujar masyarakat miskin, “Jika benar pemerintah bersungguh-sungguh menanggulangi kemiskinan, pertama, hilangkan penilaian rakyat miskin adalah orang yang selalu harus dikasihani, lalu menempatkan kami sebagai obyek proyek. Kami harus mulai diajak untuk memecakan berbagai permasalahan yang menimpa kami. Kami bukan orang yang serba tidak mampu dan tidak mempunyai apa-apa. Kami sebenarnya punya sesuatu, tapi tidak berkesempatan mengembangkannya karena kekuatan posisi tawar yang lemah. Dari hal terkecil yang kami miliki, jika dihimpun dalam kelompok yang difasilitasi untuk perangsangan agar lebih produktif, maka kami akan mempunyai kemampuan mengatasi persoalan yang kami hadapi. Semisal, kami memiliki pengetahuan tentang hambatan-hambatan pembangunan di tempat kami tinggal. Kebanyakan dari kami memiliki sebidang lahan. Kami juga memiliki sedikit keterampilan wirausaha.”
“Kedua, anggapan pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan kami perlu diubah atau malah dihilangkan. Karena, terbukti hingga kini belum mampu menyelesaikannya. Ketiga, pemerintah harus mengorganisir kami untuk mengembangkan kepercayaan dan kemampuan kami agar kami lepas dari belenggu kemiskinan. Keempat, pemerintah harus berupaya agar kami diberdayakan, bukan hanya dipenuhi kebutuhan secara spontan yang hanya menanggulangi kebutuhan sesaat. Pemberdayaan yang kami butuhkan adalah pemerintah menciptakan iklim yang memungkinkan kami berkembang dengan berbagai potensi yang kami miliki dan memperkuat potensi atau kekuatan yang ada pada kami, dengan memberikan peluang atau akses kami yang membuat kami semakin maju.”
“Kelima, sedikit-sedikit kami mempunyai pengalaman dalam berorganisasi. Hendaknya pemerintah dapat mengembangkan ini untuk peningkatan posisi tawar kami. Melalui organisasi kami bergabung untuk berperan serta memikirkan apa yang dapat kami lakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Di dalam kelompok tersebut kami dapat berpikir, berpendapat, dan secara bersama-sama menggali potensi yang dapat dikembangkan. Barangkali, melalui kelompok dapat dilakukan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kami, serta belajar untuk mengerti tentang hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat.”
“Selama ini yang kami rasakan, kami menderita sendirian. Dengan berkelompok dan bersama-sama kami akan merasa dapat memecakan permasalahan yang ada di hadapan kami. Kami sangat berharap, ke depan pemerintah mempunyai paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan, agar apa yang kami harapkan menjadi kenyataan.”
Pendapat petani miskin tentang penanggulangan kemiskinan dan jawaban berbagai kalangan tentang program penanggulangan kemiskinan di atas tentunya mengajak kita untuk menggempur akar kemiskinan di lingkungan kita melalui berbagai pendekatan. Seperti, pendekatan kelembagaan yang ditujukan pada upaya meningkatkan kemampuan kelembagaan yang ada di desa, pendekatan sumber daya manusia yang ditujukan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam berbagai aspek, pendekatan prasarana dan sarana produksi, pengolahan , perhubungan, dan pemasaran serta menjaga sumber daya alam, serta pendekatan wilayah yang ditujukan pada upaya pembangunan wilayah. (Ramlan Fahmi Akademisi di Jakarta )
0 comments:
Post a Comment