WASHINGTON - Seorang diplomat tinggi Amerika Serikat (AS), Rabu (18/8), mengatakan AS mengharapkan Taliban mengizinkan para warga Afghanistan yang ingin meninggalkan negaranya itu pergi secara aman. Harapan tersebut muncul setelah ada laporan bahwa kelompok yang sekarang mengendalikan negara itu memblokir akses ke bandara.
Evakuasi ribuan personel diplomatik dan warga sipil AS serta para warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah AS menjadi lebih sulit sejak Taliban merebut kekuasaan pekan lalu.
Presiden Joe Biden, yang dihujani kritik dari dalam dan luar negeri atas cara AS mengakhiri perang 20 tahun di Afghanistan, telah dipaksa untuk mengirim bala bantuan pasukan AS guna membantu evakuasi.
Wakil Menteri Luar Negeri Wendy Sherman mengatakan kepada wartawan pada konferensi pers bahwa penerbangan militer AS telah mengevakuasi sekitar 2.000 orang lagi dalam 24 jam terakhir, tetapi Taliban tampaknya menghambat upaya AS.
"Kami telah melihat laporan bahwa Taliban bertentangan dengan pernyataan mereka secara terbuka dan komitmen mereka kepada pemerintah AS, menghalangi warga Afghanistan yang ingin meninggalkan negara itu untuk mencapai bandara," kata Sherman.
Pejabat AS sedang melakukan kontak langsung dengan Taliban untuk memperjelas bahwa kami berharap Taliban mengizinkan semua warga negara Amerika, semua warga negara ketiga, dan semua warga Afghanistan yang ingin pergi untuk melakukannya dengan aman dan tanpa gangguan.
Sasaran Pembalasan
Sherman mengatakan AS akan menggandakan jumlah petugas konsuler di Kabul, pada Jumat (20/8), dengan tujuan membawa sebanyak mungkin orang --yang mungkin menjadi sasaran pembalasan Taliban-- keluar dari negara itu seaman mungkin.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani bersumpah kembali ke negaranya untuk "melanjutkan perjuangannya demi hak dan nilai-nilai rakyat". Pada Minggu (15/8), Ghani meninggalkan Afghanistan ketika Taliban menguasai Ibu Kota Kabul setelah pasukan pemerintah Afghanistan melarikan diri atau menyerah.
Dalam pernyataan video perdananya setelah muncul di Uni Emirat Arab (UAE), Ghani mengaku meninggalkan negara itu untuk menghindari pertumpahan darah di Kabul, di tengah kemajuan Taliban.
"Saya sedang berkonsultasi untuk kepulangan saya ke Afghanistan sehingga saya dapat melanjutkan upaya untuk keadilan, nilai-nilai Islam, dan nasional yang sejati," kata dia.
Ghani tidak berniat untuk melarikan diri dari Afghanistan atau hidup di pengasingan. "Saya ingin mengalihkan kekuasaan ke Taliban secara damai. Tetapi, saya diusir dari Afghanistan di luar keinginan saya," ujar Ghani.
"Saya diberitahu bahwa Taliban ada di Kabul…. Ada kesepakatan bahwa Taliban tidak akan memasuki Kabul. Tetapi, mereka melakukannya. Saya tidak ingin digantung karena, sebagai Presiden, saya adalah kehormatan Afghanistan. Saya tidak takut mati," ujar Ghani kemudian.
Dia membantah tuduhan melarikan diri dengan sejumlah besar uang tunai. Tudingan tersebut adalah upaya "pembunuhan karakter".
"Anda dapat memverifikasi ini dengan Bea Cukai UEA. Saya tidak punya waktu untuk mengganti sepatu saya. Keamanan saya meminta saya untuk pergi karena ada ancaman yang segera terjadi kepada saya sebagai Kepala Negara," kata Ghani.
Dalam pernyataannya, Ghani memberikan dukungan untuk pembicaraan yang sedang berlangsung oleh mantan Presiden Hamid Karzai dan perunding perdamaian terkemuka Abdullah Abdullah, dengan Taliban.
0 comments:
Post a Comment