JAKARTA - Kawasan Pondok Kelapa di Jakarta Timur menempati sudut tersendiri di
hati Firli Bahuri. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI itu
pernah melalui hari-harinya di kawasan ini. Di awal 1990an, Firli Bahuri muda pernah bertugas sebagai Kepala Unit
Reserse di Polsek Duren Sawit, di tepi Kali Malang, tak jauh dari Pondok
Kelapa. Kala itu antara 1993 sampai 1995. Pangkatnya masih Letnan Satu.
Karier
pria yang lahir tahun 1963 di Desa Lontar, Ogan Komering Ulu (OKU),
Sumatera Selatan, itu di korps baju cokelat terbilang unik. Tamat dari
SMA 3 Palembang di tahun 1982, Firli Bahuri berusaha masuk Akademi
Kepolisian yang ketika itu masih berada di bawah naungan AKABRI. Usaha
pertama tidak membuahkan hasil. Begitu juga usaha kedua.Tak mau membuang waktu karena kewajiban sebagai tulang punggung
keluarga, di tahun 1984 ia mendaftar dan lulus menjadi bintara Polri.
Baru
di tahun 1987 Firli Bahuri diterima sebagai Taruna AKABRI. Lulus dari
Akademi Kepolisian di tahun 1990 dengan pangkat Letnan Dua, Firli Bahuri
memulai karier perwira Polri sebagai Komandan Pleton II Sabhara Polda
Metro Jaya. Lalu di tahun 1992 ia bertugas sebagai Komandan Pleton III
Sabhara Metro Jakarta Timur, sebelum kemudian bertugas sebagai Kanit
Reserse di Duren Sawit.
Petang kemarin (Selasa, 22/2) Firli
Bahuri menyempatkan diri singgah di Kopi Timur, sebuah kedai kopi yang
berada di Jalan Raya Pondok Kepala.
Rintik gerimis turun
membasahi bumi ketika mobilnya tiba di halaman parkir. Ketua Umum
Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa dan Sekjen JMSI
Mahmud Marhaba menyambut kehadiran Firli Bahuri.
Kebetulan kantor JMSI berada di lantai dua kedai kopi itu.
Menuju
roof top, Firli Bahuri menikmati poster-poster dari era Perang Dunia
Kedua dan Perang Dingin yang memenuhi dinding lantai dua. Juga
poster-poster film tua yang menghiasai roof top.
Segelas kopi pahit khas dan semangkuk lontong Medan menemani pembicaraan mereka sampai azan maghrib.
Usai shalat maghrib di lantai dua, Filri Bahuri kembali roof top dan menikmati alunan live music.
Persis
pukul 19.45 WIB, Firli Bahuri didaulat untuk berbicara. Ia menguraikan
kenangannya pada kawasan Pondok Kelapa dan masa-masa yang telah berlalu.
Pun ia menyampaikan pekerjaan-pekerjaan besar yang menanti di depan
mata, khususnya dalam hal pemberantasan korupsi.
"Saya ingat,
tahun 1993 jalan ini sepi banget. Saya pernah jadi Kanit Reserse Polsek
Duren Sawit. Dan Jalan Pondok Kelapa ini sampai ke Penggilingan itu
wilayah Polsek Duren Sawit," ujar Firli Bahuri. Matanya menerawang
mengenang masa yang silam.
Firli baru beberapa waktu lalu pensiun
dari dinas Kepolisian. Juga, baru Selasa pagi itu ia menyelesaikan
urusan uang pensiunnya di Asabri.
Firli Bahuri menambahkan,
walau tinggal di kawasan Bekasi Barat yang tidak jauh dari Jakarta
Timur, baru kali itu dia kembali berkunjung ke Jakarta Timur. Biasanya,
dia hanya melewati Jakarta Timur dalam perjalanan pulang ke kediamannya
di Galaxy.
"Energi Kopi Timur yang membuat saya datang lagi ke sini,” ujar Firli disambut tepuk tangan pengunjung kedai Kopi Timur.
Selama
dua jam mata dan telinga Firli Bahuri mengamati keadaan sekitar,
termasuk gerak-gerik pengurus JMSI dan awak RMOL yang ikut menikmati
suasana keakraban malam itu. Dia menyimpulkan, semua yang hadir memiliki
hubungan akrab, bahagia, dan pekerja keras.
Kata Firli, ini sejalan dengan petuah yang menganjurkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
“No one can get success without others,” ujarnya.
Jangan Salah Menilai
Setelah delapan menit berbicara, Firli Bahuri pun menyumbangkan suara emasnya.
Lagu
Ebiet G. Ade berjudul “Titip Rindu Buat Ayah” jadi pilihan pertama.
Firli Bahuri menghayati betul lagu ini. Matanya sampai berkaca-kaca,
mengenang perjuangan ayahnya semasa hidup. Ketika ayahnya meninggal
dunia, Firli Bahuri baru berusia lima tahun.
Di akhir lagu, Firli
mengganti lirik “anakmu sekarang banyak menanggung beban” dengan
“anakmu sekarang sedang melakukan perjuangan”.
Untuk lagu kedua, Firli memilih lagu “Jangan Salah Menilai” karya Wences Laus Maria dan dipopulerkan Tagor Pangaribuan.
Lirik
lagu ini seolah menggambarkan curahan hati Firli Bahuri yang dalam
pekerjaannya memberantas korupsi tidak jarang disalah-mengerti oleh
kelompok tertentu.
Terdengar ia memberikan tekanan khusus pada
lirik yang berbunyi “Jangan kau salah menilaiku dengan semua sikap
diamku ini”. Juga lirik “Mengapa masih saja kau ragukan diriku?
Ketulusan hatiku kupersembahkan hanya untukmu".
Selesai
melantunkan dua tembang itu, Firli Bahuri kembali ke samping Teguh
Santosa, dan ikut larut bersama dua lagu penutup karya Iwan Fals,
"Bento" dan "Bongkar". Ia bahkan ikut berteriak “Bongkar!” seperti pengunjung lain yang menikmati kehangatan dan persahabatan di Kopi Timur malam itu.
0 comments:
Post a Comment