JAKARTA ( KONTAK BANTEN) Wacana mengubah sistem proporsional terbuka kembali menjadi tertutup
dinilai akan mengancam demokrasi di Indonesia. Bahkan dengan
proporsional tertutup, hak rakyat menentukan pilihan terhadap para
legislator terbaik akan terampas, karena sistem tak mewakili kepentingan
masyarakat banyak.Menanggapi hal tersebut, Ketua DPW Partai Nasdem Jabar, Saan Mustopa
mengaku belum bisa berspekulasi dan menyimpulkan. Sebab, prosesnya masih
berjalan dan Mahkamah Konstitusi (MK) belum bermusyawarah terkait
wacana mengubah sistem Pemilu untuk tahun 2024.
Lanjut Saan,
dalam penentuan sistem Pemilu, MK memiliki andil dalam putusan
pelaksanaan Pemilu melalui sistem proporsional terbuka seperti pada
Pemilu 2009."MK mengadili hal yang sekarang diadili yaitu dengan menjadikan Pemilu
kita menjadi sistem proporsional terbuka. Nah, kalau dari sisi itu final
dan mengikat, putusan MK seharusnya objek yang sama itu konsisten
dengan putusan yang sebelumnya (sistem Pemilu proporsional terbuka),"
kata Saan saat ditemui di Cikole Lembang, KBB, Rabu (31/5).
Diterangkan
Saan, sistem Pemilu bukan kewenangan MK tapi kewenangan pembuat
Undang-undang. Jadi MK hanya berwenang menguji apabila ada Undang-undang
yang bertentangan dengan UUD 1945.
"Nah kalau misalkan sistem
proporsional terbuka ini sudah berjalan selama tiga pemilu bahkan, ini
mau ke empat (Pemilu 2024), tentu rakyat sudah sangat memahami sistem
Pemilu dengan proporsional terbuka dan rakyat sudah bisa membandingkan
dengan sistem pemilu proporsional tertutup yang sudah dijalankan di
zaman Orde Baru," ujarnya,Soal perbedaan sistem proporsional terbuka dengan tertutup, diterangkan
dia, rakyat Indonesia sudah sangat paham plus dan minusnya. Malah,
dengan sistem proporsional terbuka rakyat mendapatkan hak secara utuh
untuk menentukan pilihan terhadap para legislator terbaik berdasarkan
keinginannya.
"Ibaratnya, rakyat tidak membeli kucing dalam karung lah, dia mengenal sosok calon wakilnya itu seperti apa," ucapnya.
Jika
sistem Pemilu di Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional
tertutup, dia menegaskan, hak-hak yang telah didapatkan rakyat Indonesia
telah dirampas negara. Bahkan MK sebagai penjaga konstitusi dan
turunnya seperti tentang demokrasi, mengedepankan kedaulatan rakyat,
mengedepankan hak-hak rakyat, tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Kalau
sudah diputus kembali ke proporsional tertutup, MK sudah merampas hak
politik rakyat untuk mendapatkan para legislator yang terbaik,"
jelasnya.
Dibeberkan Saan, hak-hak rakyat dalam memilih para
legislator terbaik berdasarkan pilihannya harus menjadi pertimbangan MK.
Sebab, jika putusan perubahan sistem Pemilu kembali memberlakukan
sistem proporsional tertutup, demokrasi di Indonesia tidak akan pernah
berkembang bahkan mengalami kemunduran yang luar biasa.
"Realitas-realitas
yang ada di tengah masyarakat yang terpotret lembaga-lembaga survei, di
atas 70 persen (rakyat Indonesia) kan menginginkan tetap proporsional
terbuka," tegasnya.Belakangan ini ada kegaduhan di kalangan masyarakat yang dipicu
pernyataan Gurubesar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, bahwa sistem
Pemilu 2024 akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup,
berdasarkan putusan MK. Meski kemudian Denny penyebut pernyataannya itu
adalah untuk mengingatkan MK tidak sembarang mengambil keputusan terkait
hal yang krusial di masyarakat.
0 comments:
Post a Comment