SERANG– Mantan Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Lebak Ady Muchtadi divonis pidana penjara selama tujuh tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang, Kamis 20 Juli 2023.
Ady dinilai majelis hakim yang diketuai Dedy Adi Saputra telah menerima suap sebesar Rp 18,1 miliar pada tahun 2018-2020. Suap tersebut diterima Ady dari Maria Sopiah dan anaknya Hendro Prayitno alias Eko HP.
“Menjauhkan pidana terhadap terdakw Ady Muchtadi dengan pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan,” kata Dedy.
Ady oleh majelis hakim juga diganjar pidana tambahan berupa denda Rp 250 juta subsider tiga bulan dan uang pengganti Rp 18,1 miliar. Dengan ketentuan jika Ady tidak membayar uang pengganti tersebut setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita oleh jaksa. “Jika tidak mencukupi maka diganti dengan kurungan selama dua tahun,” kata Dedy.
Menurut majelis hakim, perbuatan Ady telah memenuhi unsur dalam Pasal 11 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Dan, Pasal 3 b jo Pasal 2 ayat (1) huruf a UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” ujar Dedy dalam sidang virtual yang disaksikan oleh kuasa hukum Ady, Anita Fitria.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Ady tersebut, lebih tinggi dibandingkan tuntutan JPU Kejati Banten yang dibacakan oleh Subardi beberapa waktu yang lalu. Sebelumnya, Ady dituntut pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sementara untuk tiga terdakwa lain yakni mantan honorer pada kantor ATR/BPN Kabupaten Lebak Deni Edi Risyadi dan Maria serta Eko HP divonis lebih ringan dibandingkan Ady. Deny dijatuhi hukuman 20 bulan penjara ditambah Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan.
Perbuatan Deni menurut majelis hakim telah terbukti bersalah melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hukuman terhadap Deni tersebut lebih ringan terhadap tuntutan JPU. Sebelumnya, ia dituntut dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara.
Sedangkan untuk terdakwa Eko dan ibunya Maria dihukum dengan hukuman yang berbeda. Eko oleh majelis hakim dihukum 16 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan. Sedangkan ibunya, Maria dihukum dua tahun dan denda Rp 100 juta.
“Jika denda tersebut tidak dibayar maka diganti kurungan selama dua bulan,” kata Dedy dalam sidang yang disaksikan kuasa hukum Maria dan Eko, Rahmat Saputra.
Hukuman yang diterima Maria dan Eko tersebut juga lebih rendah dari tuntutan JPU. Sebelumnya, Maria dituntut tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan. Sementara anaknya dituntut Eko dituntut dua tahun dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan penjara.
Perbuatan keduanya menurut majelis hakim telah terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu,” ujar Dedy.
Dijelaskan Dedy, pemberian suap Rp 18,1 miliar tersebut dimaksudkan agar Ady mau menggunakan kewenangannya dalam menerbitkan 75 surat keputusan kepala kantor ATR BPN Kabupaten Lebak tentang SK Penetapan HGB terhadap tiga perusahaan. “Perusahaan itu PT Harvest Time, PT Armedian Karyatama Tbk, dan PT Putra Asih Laksana,” kata Dedy.
Selain SK Penetapan HGB, Maria dan Eko juga mengurus 546 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Kabupaten Lebak untuk ketiga perusahaan tersebut. Untuk mengurus SK Penetapan HGB dan SHGB, Maria memberikan uang kepada Ady. Tujuannya, agar kedua dokumen tersebut dapat diterbitkan tanpa menunggu waktu yang lama.
Untuk memperlancar kepengurusan dokumen tersebut, Maria dan Eko beberapa kali melakukan transaksi melalui rekening bank.
Uang
yang telah ditransfer ke rekening tersebut oleh Ady disembunyikan atau
disamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak
atau kepemilikannya.
Ady sendiri telah menggunakan uang dari Maria
untuk keperluan pribadi mulai dari membeli kendaraan mobil, motor,
rumah hingga apartemen di Kabupaten Lebak dan di Jakarta.
“Terdakwa
Ady Muchtadi membeli enam unit apartemen pada tahun 2019 di Daan Mogot,
Jakarta Barat, dua unit rumah di Citra Maja Raya,” kata Dedy.
Tindakan tersebut menurut majelis hakim telah terbukti melakukan TPPU dengan tindak pidana awal dari kasus penyuapan. “(TPPU-red) telah terpenuhi secara sah,” tutur Dedy.
0 comments:
Post a Comment