Poster viral unggahan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang memberi julukan “The King of Lip Service” kepada Presiden RI menuai pro dan kontra. Poster yang diunggah oleh akun Instagram @BEMUI_Official pada Sabtu (26/06/2021) dikatakan sebagai bentuk dari keresahan masyarakat atas kinerja Presiden yang dinilai terdapat banyak kontradiksi antara perkataan dan tindakan yang dilakukan selama berada di lapangan. Namun sayangnya, kritikan tersebut justru mendapatkan pertentangan dari pihak kampus. Hal itu terlihat dengan adanya langkah Rektorat UI memanggil mahasiwa BEM untuk dibina kemahasiswaannya. Hal ini pun dinilai oleh masyarakat sebagai bentuk kekangan atas kritik yang dilayangkan untuk pemerintah (Kompas.com, 30/6/2021).
Kritikan BEM UI pun medapatkan dukungan dari BEM Universitas Airlangga (UNAIR) yang juga turut mendukung aksi kritik tersebut. Selain itu, jauh sebelum julukan The King Of Lip Service, sekelompok Mahasiswa UGM juga pernah menyindir Presiden RI dengan julukan “Juara Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan” melalui poster di UGMBergerak (JPNN, 30/06/2021).
Aksi mahasiswa tersebut juga dapat dukungan dari masyarakat, mereka menilai bahwa kritikan tersebut muncul sesuai realita yang terjadi. Salah satunya pada penyataan Bapak Presiden di media "sedang kangen di demo" karena menganggap bahwa pemerintah perlu untuk di kontrol dan diingatkan. Namun, saat mahasiswa demo atas kebijakan sahnya Omnibus Law terjadilah kekerasan dari aparat kepada para aktivis.
Pengamat politik Rocky gerung juga memberikan tanggapan mengenai pemanggilan BEM UI. Dia menyatakan bahwa pimpinan di UI tidak perlu memaksakan untuk memanggil anak-anak muda yang sedang berpikir dengan memberikan kritik kepada kekuasaan (Beritaislam.org, 29/06/2021).
Mahasiswa memiliki tugas untuk menyampaikan keresahan masyarakat agar didengar oleh pemerintah, begitu juga sebaliknya. Mahasiswa turut membantu mendukung sistem pemerintah agar sistem negara menjadi lebih baik dari tahun ke tahun. Karena tugas tersebut, mahasiswa dijuluki sebagai agent of change. Kepala negara pun menyatakan bahwa pemerintah perlu di kontrol serta diberi feedback atas kinerjanya.
Namun, realita di lapangan tidak seindah perkataan. Hal itu dikarenakan ketika mahasiswa menyampaikan pendapatnya di berbagai jalur selalu dihadang dan pemerintah tidak pernah mendukung apalagi mengindahkan pendapat mahasiswa maupun masyarakatnya.
Negeri ini menjadikan sistem demokrasi sebagai prinsip dalam bernegara, di mana sistem yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat serta hukum yang memandang sama semua warga negaranya. Namun sayangnya, hal itu hanya teori saja dan tidak diterapkan sepenuhnya oleh para penguasa negeri ini. Selain itu, berdasarkan Konstitusi, manyampaikan pendapat di muka umum juga dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”. Sekalipun ada beberapa cara penyampaian yang memang harus sesuai aturan seperti tidak berisi cacian maupun makian yang tertera pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Bagaimana Islam memandang Kritik pada Penguasa?
Dalam Islam, Rasulullah Saw. justru menganjurkan umatnya mengkritik pemerintah yang zalim dan hal tersebut termasuk ke dalam jihad. Hadis riwayat Abu Said al-Khudri, Rasulullah Saw. bersabda (yang artinya): "Jihad yang paling besar pahalanya itu sungguh perkataan yang hak yang mengena untuk pemimpin yang zalim" (HR at-Tirmidzi).
Hal ini pun juga pernah terjadi saat masa Khulafaur Rasyidin.
Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 H) dikenal sebagai pahlawan yang
gagah nan berani, penasihat hukum yang ulung dan bijaksana, serta
dermawan. Selama masa pemerintahannya, beliau menurunkan semua gubernur
yang tidak disenangi rakyatnya. Khalifah Ali juga melihat bahwa para
gubernur tersebut yang menimbulkan terjadinya pemberontakan terhadap
pemerintahannya.
Islam memandang bahwa kritik dan saran merupakan kewajiban, hal itu
dikarenakan kritik merupakan bentuk aspirasi masyarakat untuk menilai
kinerja pemerintahan.
Bagaimanapun kritik itu muncul dikarenakan ketidakpuasan masyarakat
atas kebijakan yang diterapkan oleh para penguasa. Maka disinilah
perlunya saran dan kritik, agar penguasa sadar akan kesalahannya serta
memperbaiki tindakan-tindakan untuk kedepannya. Sehingga, tindakan
tersebut pun dilakukan hanya untuk kepentingan dan kemaslahatan
masyarakat secara keseluruhan, Wallahu'alam bishawab.
Oleh Intan Nurhasanah (Mahasiswi, Aktivis Dakwah)
0 comments:
Post a Comment