Pondok pesantren kini lebih bebas memilih bentuk pendidikan yang sesuai
dengan karakter dan kebutuhan santrinya, tanpa harus mendirikan sekolah
formal.Dengan pengakuan pemerintah secara penuh kepada pesantren, maka apapun
pendidikan yang dimilikinya akan dapat meluluskan santri yang siap
kuliah atau masuk ke dunia kerja.
Hal ini terungkap dalam Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.
Sekretaris Majelis Masyayikh, KH. A. Muhyiddin Khotib
mengatakan, saat ini pesantren tidak harus menyelenggarakan pendidikan
formal secara penuh, namun dapat dilakukan dengan pendekatan pengajaran
kitab.
"Secara legalitas saat ini sudah tidak ada masalah,
karena aapun bentuk pendidikannya akan tetap direkognisi pemerintah,
sehingga ijazahnya setara dengan pendidikan formal," kata Muhyiddin
dikutip Selasa (21/11).
Muhyiddin menjelaskan, pesantren telah
berkontribusi mencerdaskan bangsa mulai zaman penjajahan hingga masa
reformasi sampai saat ini. Namun pada era Orde Baru pesantren tidak
diakui dan dikeluarkan dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Oleh
karena itu lulusan pesantren tidak diakui ijazahnya, sehingga harus
menempuh ujian persamaan apabila ingin kuliah atau melanjutkan ke
jenjang formal.
Kondisi ini membuat banyak pesantren harus
berkompromi dengan pemerintah, dengan cara mengubah pendidikannya
menjadi formal berbentuk SD-SMA atau Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah
Aliyah. Pertaruhannya adalah metode pendidikan lama yang menjadi
andalan pesantren, yaitu bandongan dan sorogan menjadi tidak terpakai.
Kemudian pesantren beralih ke sekolah-sekolah formal yang mengikuti
kurikulum pemerintah, sehingga kualitasnya turun.
Tetapi pada
saat ini era penyeragaman sudah berakhir, dengan terbitnya UU No 18
Tahun 2019 tentang Pesantren. Pesantren diberi kebebasan mengatur
pendidikannya sendiri tanpa harus mengikuti kurikulum Kemendikbud maupun
Kemenag. Sekolahnya tidak harus formal, silabusnya bebas, sistem, jam
masuk, dan aturannya juga bebas.
Maka dari itu pondok pesantren
diminta menunjukkan kembali kualitas pendidikan pesantren yang dari dulu
dikenal unggul dalam ilmu-ilmu agama.
“Kami merekomendasikan kurikulum pesantren tetap berbasis kitab,” kata Muhyiddin.
0 comments:
Post a Comment