JAKARTA ( KONTAK BANTEN)- Sejauh ini pertandingan antara juara bertahan Italia
dan Spanyol di Veltins-Arena, Gelsenkrichen, Jumat dini hari pukul 02.00
WIB nanti adalah laga terbesar dalam Euro 2024.
Ini pertandingan klasik yang menguak banyak aspek, termasuk rivalitas
abadi, apalagi kedua kiblat sepak bola Eropa menganut mazhab sepak bola
yang berbeda.
Keduanya sudah mengantongi tiga poin dari kemenangan melawan Albania dan
Kroasia. Italia menang 2-1 atas Albania, sedangkan Spanyol menggulung
Kroasia 3-0.
Kedua negara tak saja bersaing di tingkat timnas, namun juga tingkat klub dan liga. Dan persaingan itu abadi tak kenal zaman.
Sejak Olimpiade 1920 di Antwerp, Belgia, kedua tim sudah 40 kali bertemu
dalam berbagai turnamen. Spanyol menang 13 kali, Italia menang 11 kali,
sisanya berakhir seri.
Tapi pada tingkat turnamen utama sepak bola dunia, Azzurri dan La Roja baru bertemu sembilan kali; tiga kali dalam Piala Dunia dan enam kali dalam Piala Eropa.Mereka juga dua dari empat tim Eropa yang menjuarai Piala Dunia dan Piala Eropa. Di sini, catatan Italia sedikit lebih unggul.
Italia sudah empat kali menjuarai Piala Dunia dan tiga kali juara Piala
Eropa, sedangkan Spanyol sekali menjuarai Piala Dunia dan tiga kali
mengangkat trofi Euro.
Mereka saling mengalahkan dalam 16 tahun terakhir, mulai Euro 2008
ketika Spanyol menghentikan Italia pada perempat final. Empat tahun
kemudian dalam Euro 2012 mereka bertemu lagi dua kali, dalam fase grup
dan final Euro edisi itu, yang seperti 2008 juga dimenangkan oleh La Roja.
Kedua tim bertemu lagi dalam semifinal Euro 2020 ketika Italia menang lewat adu penalti, yang membuka jalan kepada Azzurri untuk menyampai Spanyol mengangkat trofi Piala Eropa ketiga kalinya.
Dengan catatan-catatan seperti itu, pertemuan mereka Jumat dini hari itu
terlalu dini. Idealnya, mereka bertemu dalam partai puncak. Tapi siapa
tahu mereka kembali bertemu di partai puncak seperti pada Euro 2008.Biasanya pertemuan mereka adalah perlambang untuk dua pendekatan sepak
bola yang berbeda. Italia sering dianggap tim yang menekankan
pertahanan, sedangkan Spanyol dikenal berorientasi menyerang.
Italia biasanya bermain hati-hati dalam mengerahkan terlalu banyak
pemain saat merangsek ke area pertahanan lawan dan sebaliknya lebih
mengandalkan keterampilan teknik serta umpan terukur sebelum mencapai
kotak penalti lawan.
Sebaliknya, Spanyol menekankan umpan-umpan pendek, bermain sabar, dan penguasaan bola, yang kerap disebut "tiki taka".
Mereka biasanya menyerang dalam bentuk segitiga yang dengan cara ini
mereka bisa mendominasi penguasaan bola sampai 70 persen.
Tetapi itu dulu. Beberapa tahun terakhir ini, Italia juga menyembah
kiblat menyerang, termasuk selama rangkaian Euro 2024 sejak babak
kualifikasi.
Keinginan untuk tampil menyerang itu sendiri dilontarkan sehari sebelum Italia menantang Spanyol.
Azzurri, kata Spalletti kepada wartawan Rabu kemarin, ingin menguji diri
seberapa bagus timnya menghadapi salah satu tim terbaik di dunia.
Spalletti menegaskan timnya akan bermain dalam prilaku positif yang
menekankan penguasaan bola dan berusaha mendikte ritme pertandingan.
Spalletti tidak sesumbar karena Spanyol sendiri menilai tim Italia edisi ini memang bermain ofensif seperti halnya La Roja.
Luis de la Fuente bahkan melihat ada kemiripan antara Spanyol yang
diasuhnya dengan tim besutan Spalletti. De la Fuente merasa Spanyol
sedang bercermin melihat dirinya sendiri saat membayangkan berhadapan
dengan Azzurri.
Tapi itu bukan persis tentang corak bermain Italia, melainkan bagaimana
tim Italia edisi sekarang dibangun sebagai kekuatan sebesar Spanyol,
yakni pelatih baru dan komposisi skuad yang didominasi pemain-pemain
muda.
De la Fuente juga melihat Italia sama kompetitifnya dengan Spanyol.
Untuk itu, dia yakin pertandingan kedua dalam Euro 2024 yang dijalani
kedua tim tersebut bakal menjadi pertandingan yang sangat berkualitas.Spalletti sudah berjanji akan keluar menyerang. Faktanya, jika laga
melawan Albania pada 16 Juni, menjadi referensi untuk menakar janji
Spalletti, maka Azzurri edisi ini memang berbeda jauh dari trademark timnas Italia sebelum ini.
Spalletti yang mengantarkan Napoli menjuarai Serie A musim 2022/2023
berkat pendekatan menyerang yang dia kenalkan itu, memang memasang pola
yang biasa diadopsi tim-tim ofensif.
Dia kemungkinan memasang kembali tiga penyerang dalam formasi 4-3-3
seperti melawan Albania, dengan pemain-pemain sama, yakni Gianluca
Scamacca di tengah, Federico Chiesa di kanan dan Lorenzo Pellegrini di
kiri.
Tiga gelandang tepat berdiri di belakang trisula serang itu. Dan
ketiganya akan masih terdiri dari Jorginho di poros lapangan, sedangkan
Davide Frattesi dan Nicolo Barella mengisi kedua sisi lapangan tengah.
Mereka akan dibantu oleh dua bek sayap yang rajin membantu serangan;
Giovanni Di Lorenzo dan Federico Dimarco, sedangkan Riccardo Calafiori
dan Alessandro Bastoni menjadi dua palang pintu yang menghalau
pemain-pemain Spanyol sebelum bisa mengganggu kiper Gianluigi
Donnarumma.
Luis de la Fuente pastinya senang Spalletti memasang formasi yang menjanjikan permainan terbuka yang akan menguntungkan Spanyol.
De la Fuente siap beradu supremasi dengan Italia dalam semua lini, dalam formasi sama, 4-3-3.
Trio serang Nico Williams, Alvaro Morata dan Lamine Yamal sudah siap
mengulang teror yang mereka tunjukkan sewaktu melawan Kroasia pada 15
Juni.
Sedangkan trio gelandang Pedri, Rodri dan Fabian Ruiz akan beradu
keterampilan dan visi dengan tiga gelandang Italia pimpinan Jorginho.
Dua bek sayap mereka, Dani Carbajal di kanan dan Marc Cucurella juga
sudah siap bertarung melawan duet Di Lorenzo dan Dimarco di Italia,
sementara Nacho dan Robin Le Normand akan lekat melindungi Unai Simon di
bawah mistar gawang La Roja.
Rivalitas, keklasikkan, kualitas pemain, dan prospek adu sepak bola
menyerang, membuat laga ini menjanjikan keseruan dan kualitas tinggi
yang terlalu sayang untuk dilewatkan, apa pun hasilnya.
0 comments:
Post a Comment