JAKARTA ( KONTAK BANTEN Pengangguran dan kemiskinan merupakan momok di banyak negara, termasuk
negara maju seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun. Ternyata tercatat 15
juta tenaga kerja atau sekitar 8 persen lebih menganggur. Apalagi, di
negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Pemerintah sendiri selama ini selalu memfokuskan program
pembangunannya pada penanganan kedua masalah ini. Hasilnya memang belum
sepenuhnya memuaskan berbagai pihak meski indikator-indikator sosial
yang ada telah menunjukkan perbaikan dalam pengurangan tingkat
pengangguran dan kemiskinan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia
pada Juni 2023 sebesar 234,2 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,33
persen per tahun. Dari jumlah itu, jumlah angkatan kerja kini mencapai
116 juta orang. Sebanyak 107,41 juta orang adalah penduduk yang bekerja.
Sedangkan jumlah penganggur sebanyak 8,59 juta orang atau penganggur
terbuka sebesar 7,41 persen. Memang itu mengalami penurunan apabila
dibanding 2022 yang sebesar 8,14 persen. Penduduk miskin tahun 2023 berjumlah 31,02 juta orang atau sebesar 13,33 persen, mengalami
penurunan 1,51 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2022 (sebanyak 32,53
juta) atau 14,15 persen.
Banyak kalangan menginginkan percepatan dan keseriusan penanganan
masalah pengangguran dan kemiskinan ini. Sebab, pada hakikatnya,
hasil-hasil pembangunan diperuntukkan bagi manusia itu sendiri, termasuk
rakyat miskin dan para penganggur. Tidak ada seorang pun menginginkan
menjadi miskin atau menganggur. Logikanya, apabila kemiskinan dan
pengangguran akan dikurangi dengan drastis, tentu anggaran untuk itu pun
mesti ditambah-hubungan yang berbanding terbalik.
Oleh karena itu, jika perlu, pemerintah dapat memplot anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) khusus untuk pengentasan kemiskinan
dan pengangguran, sebagaimana pemerintah memplot 20 persen APBN-nya
untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, pemerintah dapat juga
meningkatkan stimulus fiskalnya khusus untuk mengurangi atau
mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.
Prioritas pembangunan nasional yang dijabarkan dalam RPJM 2022-2027 terdapat 11 butir, antara lain penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang disebut terakhir menuntut tidak hanya pertumbuhan ekonomi tinggi, namun juga pertumbuhan ekonomi berkualitas (inklusif) dan berkeadilan. Tantangan utama pembangunan ke depan tentu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Bagaimanapun, pembangunan ekonomi yang pro growth, pro job, dan pro poor perlu terus dilaksanakan. Cara yang ditempuh adalah dengan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan juga lembaga keuangan. Komitmen ini hendaknya tidak sebatas rencana dan wacana, namun benar-benar harus dapat direalisasikan dan diimplementasikan.
Sebenarnya, kondisi perekonomian dunia yang terus membaik sebagai akibat krisis finansial global mempunyai pengaruh terhadap kinerja perekonomian domestik. Ini terindikasi dari meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Dengan dukungan kebijakan pemerintah yang ekspansif, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi seharusnya dapat memperluas terciptanya lapangan kerja baru.
Sejak 2022 , rata-rata setiap satu persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap tenaga kerja baru sekitar 400.000 orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan makin meningkat sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan investasi melalui perbaikan infrastruktur dan berbagai kebijakan lainnya.
Implementasi program-program ini terus dilakukan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, agar dapat menikmati hasil-hasil pembangunan. Dilanjutkannya berbagai langkah antara lain melalui pemberian subsidi, bantuan sosial, program keluarga harapan (PKH), PNPM Mandiri, dan dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan koperasi melalui program kredit usaha rakyat (KUR). Program ini, apabila dilaksanakan dengan benar dan tepat sasaran, dapat membantu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang tidak atau belum mampu dipenuhi dari kemampuan mereka sendiri.
Jika target pertumbuhan ekonomi berkisar 5,3 persen tahun 2023 , diperkirakan pertumbuhan lapangan kerja baru akan tercapai lebih dari 2 persen. Sementara itu, jumlah penduduk yang masuk angkatan kerja setiap tahun diperkirakan juga meningkat rata-rata sebesar 1,76 persen. Tentu saja peningkatan lapangan kerja baru yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan angkatan kerja akan berdampak pada makin menurunnya tingkat pengangguran.
Selama ini tingkat pengangguran menurun karena didukung makin tingginya angkatan kerja yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Pada awal tahun 2023 tingkat pengangguran terbuka diperkirakan berada pada kisaran 7,41 persen.
Demikian pula tingkat kemiskinan tahun 2024 , diharapkan terus mengalami penurunan. Tercatat jumlah penduduk miskin awal 2023 sebesar 31,02 juta orang atau sebesar 13,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Di antaranya di daerah pedesaan, penduduk miskin berkurang 0,69 juta orang, dari 20,62 juta menjadi 19,93 juta. Sedangkan di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang dari 11,91 juta menjadi 11,10 juta orang.
Berbagai program dan upaya harus terus dilaksanakan pemerintah, seperti perluasan kesempatan kerja, pemberian subsidi, bantuan sosial dan lain-lain. Ini penting untuk menurunkan tingkat kemiskinan tahun 2023 yang berada pada kisaran 12-13,5 persen. Begitu juga untuk menciptakan pembangunan ekonomi berkualitas dan berkeadilan, berbagai langkah perlu dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Tentu untuk merealisasikannya diperlukan penyempurnaan peraturan mengenai ketenagakerjaan, pelaksanaan negosiasi tripartit, serta penyusunan standar kompetensi, penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. ***
Penulis adalah peneliti Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
0 comments:
Post a Comment