Penulis: Ummu Nashir N.S.
Sebuah keluarga, meski hanya terdiri dari suami dan istri tetaplah sebuah organisasi yang harus dikelola dengan baik oleh seluruh anggota keluarga. Ketika diatur dan dikelola dengan baik, insyaallah tujuan berkeluarga dapat terwujud, yaitu meraih sakinah, mawadah, dan rahmah, sertaakan dianugerahi keturunan yang saleh-salihah.
Secara syariat, suamilah yang dipilih Allah Swt. untuk menjadi pemimpin. Sebagaimana firman Allah di dalam surah An Nisa’ ayat 34, “Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena para laki-laki itu menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
Bagaimanapun, inilah faktanya. Penunjukkan laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan oleh Allah Swt. merupakan kepastian berdasarkan nas. Ini adalah amanah yang tidak ringan. Allah yang menetapkan, maka Dia juga yang akan meminta pertanggungjawabannya. Apakah ini menjadi sesuatu yang menakutkan atau membahagiakan bagi laki-laki?
Pemimpin dalam Keluarga
Kepemimpinan laki-laki dalam keluarga secara tegas dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunah. Seorang suami atau ayah adalah pemimpin dalam keluarga. Ia yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya. Ini karena keluarga adalah amanah yang harus ia jaga dan riayah. Tanggung jawab yang paling utama dalam memimpin keluarga adalah memberikan pendidikan, keamanan, dan keselamatan bagi keluarga. Tanggung jawab yang dilakukan dengan benar akan membawa keluarga ke surga. Allah Swt. berfirman, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.“ (HR Bukhari).
Allah Swt. juga menjelaskan tanggung jawab terhadap keluarga ini dalam QS At-Tahrim: 6, “… Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. …”
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga diri dan keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu. Ini dilakukan dengan cara taat dan patuh melaksanakan perintah Allah Taala. Mereka juga diperintahkan mengajarkan keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah agar selamat dari api neraka. Keluarga merupakan amanah yang harus dipelihara kesejahteraannya, baik raga maupun jiwanya.
Secara umum, objek ayat ini adalah setiap mukmin. Akan tetapi, perintah ini juga mengarah kepada orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarga, yaitu ayah. Kepala keluarga berkewajiban memastikan diri dan keluarganya tercegah dari neraka. Ini menunjukan bahwa orientasi penjagaan tersebut bukan hanya penjagaan yang bersifat duniawi, tapi juga bersifat ukhrawi.
Meskipun seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, seorang suami atau ayah tetap menjadi penanggung jawab utama terhadap pendidikan istri dan anaknya. Bukan hanya berkaitan dengan biaya pendidikannya, tetapi juga terkait materi dan muatan pendidikan tersebut. Dengan demikian, tidak benar jika pendidikan anak hanya dibebankan kepada ibu. Ayah pun berandil besar untuk menentukan pendidikan anak-anaknya sehingga mereka menjadi generasi yang beriman kukuh, berkepribadian Islam handal, cerdas, dan siap berjuang untuk Islam dan kaum muslim.
Dalam menjalankan perannya, seorang ayah tidak boleh bersikap masa bodoh, keras, kaku, dan kasar terhadap keluarganya. Ia harus mengenakan perhiasan akhlak yang mulia, serta penuh kelembutan dan kasih sayang. Sikap lemah lembut ini merupakan rahmat dari Allah Swt. sebagaimana kalam-Nya ketika memuji Rasul-Nya yang mulia, “Karena disebabkan rahmat Allahlah engkau dapat bersikap lemah lembut dan lunak kepada mereka. Sekiranya engkau itu adalah seorang yang kaku, keras, lagi berhati kasar, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali Imran: 159).
Pemimpin dengan Berbagai Peran Bernilai Pahala
Selain sebagai pemimpin keluarga, seorang laki-laki adalah hamba Allah yang bertugas iqamatudiin (menegakkan agama). Ini adalah amanah dakwah yang tidak ringan bagi para suami. Apalagi kini, saat kebutuhan dakwah makin tinggi. Kondisi ini seringkali menuntut waktu dan tenaga yang cukup banyak pula. Akibatnya, hanya tersisa sedikit waktu untuk pekerjaan utama sebagai pencari nafkah keluarga. Dengan penghasilan sekadarnya, jelas tidak mudah membuat keluarga nyaman menjalani hari-hari.
Selain itu, seorang laki-laki adalah bagian dari masyarakat. Posisi ini tidak bisa diabaikan. Di tangannya tergenggam masa depan umat. Oleh karenanya, ia tidak boleh tinggal diam di tengah kondisi umat yang rusak hari ini. Ia berkewajiban menyelamatkan umat. Ia juga berposisi sebagai anak yang harus berbakti kepada kedua orang tua, terutama ibunya. Terlebih jika ia adalah anak tunggal atau satu-satunya anak yang memahami syariat di antara saudara lainnya.
Sebagai pemimpin, seorang suami juga harus cerdas meningkatkan kualitas pekerjaannya agar mendapat hasil maksimal. Ia harus menjalankan peran multi fungsi ini dengan nyaman. Faktanya, ada laki-laki yang asyik dengan berbagai tugas keumatan, lalu abai terhadap keluarga. Sebaliknya, ada juga yang terlena dengan tugas keluarga sehingga nihil dari nilai-nilai perjuangan.
Tentu tidak mudah memadukan tugas keumatan dengan tugas domestik rumah tangga jika kita tidak pintar mengelolanya. Memadukan semua kewajiban dengan baik adalah tugas seorang pemimpin. Ia harus pintar membagi waktu dan menyusun skala prioritas agar aktivitasnya tidak tumpang tindih sehingga semua seimbang. Diperlukan pemahaman tentang skala prioritas dan manajemen waktu yang baik agar semua tidak berantakan. Di sisi lain, suami harus memahamkan istri bahwa mereka bukan hanya mengurusi keluarga, tetapi ada tugas lain yang tidak kalah penting. Bagaimanapun juga, dukungan istri dan keluarga sangat berarti agar seorang suami tidak berat menjalankan perannya.
Inilah tugas mulia seorang laki-laki sejati. Laki-laki yang mengerti tujuannya memimpin dan mengaktualisasikan diri dalam kehidupannya. Ia tidak hanya mengejar dunia, tetapi juga tidak meninggalkannya atas dasar tanggung jawab kepada keluarga dan agamanya. Laki-laki luhur yang mengemban kehidupan suci dengan kompleksnya tugas dan beban hidup kini. Laki-laki yang bisa memilah dan memilih dengan baik, lalu bertanggung jawab sepenuhnya atas pilihannya itu.
Berbahagialah
Dalam konteks berkeluarga, tidak ada pilihan lain bagi para suami, kecuali menunaikan tanggung jawab kepemimpinan mereka sebaik mungkin. Diawali dari niat yang ikhlas dalam rangka meraih rida Allah Swt., membingkai perjalanannya dengan ilmu syariat yang memadai hingga terampil mengelola dengan sikap sabar dan dewasa. Ini karena barang siapa yang mengabaikan tanggung jawabnya, sungguh ia telah berdosa.
Niat yang ikhlas diperlukan agar aktivitas sebagai suami dan ayah menjadi amal saleh di sisi Allah, bukan kesibukan yang sia-sia. Insyaallah, selanjutnya Allah akan memberi kekuatan dan meringankan langkahnya. Semua ini semata untuk beribadah kepada Allah Taala. Dengan terus mengkaji Islam sepanjang hidupnya, Allah akan membimbingnya menjalani amanah kepemimpinannya. Suami yang menjadi kepala keluarga akan menentukan berbagai keputusan, serta mengayomi, membimbing, dan mengarahkan keluarganya. Ia akan meluruskan jika ada penyelewengan di dalam keluarganya. Tanpa ilmu yang memadai, ia bisa salah dalam mengambil keputusan.
Dengan tanggung jawabnya yang berat tersebut, wajar jika Allah Swt. akan memberikan banyak keutamaan dan kebaikan kepada para suami dan ayah. Banyak hadis Rasulullah saw. yang menjelaskan bahwa jika pernikahan dijalani sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya, kita akan mendapatkan surga-Nya. Surga tidak hanya akan diraih oleh para istri atau ibu karena ketaatan kepada suaminya, tetapi juga akan diraih oleh para ayah atau suami dengan ganjaran pahala yang melimpah. Bagaimana nas-nas menjelaskan hal ini?
1. Menjadi orang terbaik dalam memperlakukan keluarga dan pasangannya.
Rasulullah saw. bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluarganya. Aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” (HR At-Tirmidzi). Abu Hurairah ra. pun bertutur bahwa Nabi saw. bersabda, ”Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istri mereka.” (HR At-Tirmidzi).
Tidak sekadar itu, Rasulullah saw.dalam hadis lainnya menyebutkan, “Mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik melayani istrinya.” (HR At-Tirmidzi). Sikap lemah lembut ini merupakan rahmat Allah Swt. sebagaimana kalam-Nya ketika memuji Rasul-Nya yang mulia, “Karena disebabkan rahmat Allahlah engkau dapat bersikap lemah lembut dan lunak kepada mereka. Sekiranya engkau itu adalah seorang yang kaku, keras, lagi berhati kasar, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali Imran: 159).
2. Memberi nafkah yang layak bagi keluarga akan mendatangkan pahala dan surga-Nya.
Islam telah memberikan tanggung jawab kepada seorang laki-laki untuk menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya, termasuk istri dan anak-anaknya. Ini sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Baqarah: 233. Dengan tanggung jawabnya ini, Allah akan mendatangkan limpahan pahala baginya. Nabi saw bersabda, “Sungguh tidaklah kamu menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti), kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), termasuk makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR Bukhari).
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau belanjakan untuk membebaskan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan terhadap keluargamu, yang paling agung pahalanya adalah yang engkau nafkahkan terhadap keluargamu.” (HR Muslim).
“Dinar yang paling utama yang dibelanjakan oleh seseorang adalah dinar yang dinafkahkan untuk keluarganya dan dinar yang dibelanjakan oleh seseorang untuk tunggangannya dalam jihad di jalan Allah azza wajalla dan dinar yang diinfakkan oleh seseorang untuk teman-temannya di jalan Allah Taala.“ (HR Muslim).
3. Memenuhi hak istri dan anak selain nafkah akan medapat rahmat-Nya.
Selain kewajiban nafkah, ada hal lain yang harus dipenuhi oleh seorang suami yang akan membawanya kepada pahala yang besar dan dapat meraih surga. Ia harus memenuhi hak istri dan anak-anaknya, melindungi mereka, mengenakan perhiasan akhlak yang mulia, penuh kelembutan dan kasih sayang. Ini sebagaimana firman-Nya, “Karena disebabkan rahmat Allahlah engkau dapat bersikap lemah lembut dan lunak kepada mereka. Sekiranya engkau adalah orang yang kaku, keras, lagi berhati kasar, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali Imran: 159).
Mu’awiyah bin Haidah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami terhadap suaminya?” Rasulullah menjawab, “Engkau beri makan istrimu bila engkau makan dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, jangan engkau jelekkan, dan jangan engkau kurung, kecuali di dalam rumah.” (HR Abu Daud).
4. Berbakti kepada orang tua tanpa mengabaikan anak dan istri akan mendapat rida-Nya.
Seorang laki-laki yang telah menikah tetap berkewajiban berbakti kepada orang tua, terutama ibunya. Akan tetapi, suami tidak boleh mengabaikan anak dan istrinya. Jika ia bisa memenuhi seluruhnya, Allah akan melimpahkan pahala kepadanya. Ini akan menjadi timbangan amal kebaikan baginya di akhirat nanti. Rasulullah saw. bersabda, “Yang paling berhak atas seorang wanita adalah suaminya. Yang paling berhak atas seorang lelaki adalah ibunya.” (HR Tirmidzi). Dari Abdullah bin ’Amru ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Rida Allah tergantung pada rida orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.”
Demikianlah, seorang suami berkewajiban lebih dibandingkan seorang istri. Ini karena ia tidak hanya bertanggung jawab kepada istri dan anak-anaknya. Akan tetapi, ia juga bertanggung jawab kepada orang tuanya, terlebih jika mereka sudah renta. Bakti suami kepada orang tuanya akan bernilai pahala yang besar. Orang tuanya akan rida kepadanya. Kemudian, ia akan mendapatkan rida Allah dan meraih surga-Nya.
0 comments:
Post a Comment