Beberapa waktu lalu, pembahasan provinsi paling tidak bahagia menjadi
marak diperbincangkan dan mendapat berbagai respon dari masyarakat.
Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada berita CNN, Banten
jadi provinsi paling tidak bahagia nomor 1. Senin (10/6)
Data yang
dilansir dari BPS ini memiliki indikator ketidakbahagiaan tersendiri
seperti kepuasaan hidup, perasaan dan makna hidup. Berdasarkan data
tahun 2024 jika diurutkan dari bawah, Banten memiliki skor sekitar 68%
masyarakat yang tidak puas hidup di Banten.
Meskipun ada provinsi
lain yang memiliki skor di atas 70% tingkat ketidakbahagiaannya. Tetapi,
tetap saja, Banten menjadi Provinsi yang paling tidak bahagia. Lantas,
apa yang membuat Banten menjadi provinsi paling tidak bahagia jika
diukur dari 3 indikator tadi? Dari banyaknya Kota, Kabupaten, dan
Kecamatan, mari lihat ke titik utama yaitu Kota Serang sebagai Ibukota.
Sebagai
masyarakat yang tinggal di Banten, hal ini justru jadi pertanyaan,
mengapa Kota Serang bisa menjadi Ibukota? Jika dilihat dari
infrastruktur jalan saja, rasa-rasanya masih banyak kendaraan yang
sering mengalami kecelakaan tunggal yang disebabkan oleh jalan berlubang
dan bergelombang. Bahkan, Penerangan Jalanan Umum (PJU) masih banyak
yang tidak menyala di pusat kota. Kemudian fasilitas umum seperti
Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang tidak layak untuk dilalui
kucing, bisa saja kaki kucing yang lewat tersangkut di lubang yang ada
di hampir semua anak tangga.
Alun-alun yang tidak terawat dengan
baik justru makin hari makin terlihat seperti bangunan untuk uji nyali.
Plafon yang tidak pernah diganti berjamur yang keropos dimakan usia
tentu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat, bagaimana jika
atap bangunan roboh saat banyak orang dibawahnya? Belum lagi trotoar
yang seharusnya digunakan orang untuk berjalan justru digunakan para
pedagang untuk membuka lapak jualan.
Bukan hanya pedagang, trotoar
di Kota Serang bahkan dihalau oleh Pos Pol Pamong Praja (PP). Hal ini
sudah pasti mengganggu aktivitas pengguna jalan karena mereka bahkan
tidak bisa melewati jalan tersebut karena dipadati pedagang. Pemasangan
kursi di trotoar jalan pun rasanya tidak berguna karena sudah banyak
yang mengalami kerusakan parah, hingga saat ini tidak mendapatkan
perbaikan dari pihak berwenang.
Masih permasalahan fasilitas umum,
transportasi umum yang ada di Kota Serang dapat dikatakan sangat kurang
layak untuk digunakan. Hanya ada 2 pilihan transportasi umum yang bisa
digunakan, yaitu angkot dan ojek, itupun dengan kondisi kendaraan yang
kurang layak dan tarif yang mahal.
Dinas Pariwisata meluncurkan hanya 1 odong-odong yang hanya bisa diakses wisatawan, lalu bagaimana dengan rakyat?
Lebih jauh lagi dibandingkan infrastruktur, pendidikan di Banten pun masih banyak yang bisa dikatakan tidak layak.
Lebih jauh lagi dibandingkan infrastruktur, pendidikan di Banten pun masih banyak yang bisa dikatakan tidak layak.
Bagaimana
muasalnya sekolah ambruk secara tiba-tiba jika tidak ada kerusakan
parah yang dibiarkan? Kasus ini terjadi di MTsN 5 dan SMPN 6 Kabupaten
Lebak yang jaraknya hanya 2 jam dari Kota Serang. Itu baru 2 kasus
infrastruktur yang terekspos media, lalu bagaimana dengan kualitas
pendidikannya?
Di Tangerang, ada sejumlah sekolah yang disinyalir
melakukan pungutan liar kepada orang tua siswa baru dengan label ‘uang
kursi’. Belum lagi kini banyak sekolah yang mewajibkan siswanya untuk
membeli seragam dari koperasi sekolah yang harganya bisa dua kali lebih
mahal dibandingkan toko seragam di luar. Termasuk pembelian modul
pembelajaran yang dipaksa secara halus oleh pihak sekolah, padahal dari
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
(Kemendikbudristek) sendiri sudah memberikan amanat alokasi 20% dari
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk keperluan modul
pembelajaran.
Gubernur Banten mengatakan bahwa angka
stunting di Banten turun menjadi 20% dari tahun sebelumnya yaitu 24%.
Faktanya, masih banyak masyarakat Kota Serang yang tinggal (tidur,
hidup, dan makan) dengan hasil memulung.
Kemudian lingkungan
sekitar yang tidak layak dengan bangunan semi-permanen berjejer seperti
pajangan di sudut kota ini. Bahkan, di Kecamatan Kasemen masih banyak
masyarakatnya yang menggunakan air saluran irigasi untuk mandi, mencuci
baju, bahkan mengambil air dari aliran yang sama dan bercampur sampah
basah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
dianggarkan pada tahun ini sebesar Rp11,73 Triliun. Namun, sudah hampir
satu tahun semenjak disahkannya proposal proyeksi APBD Provinsi Banten
masih banyak infrastruktur, fasilitas umum, pendidikan dan kesehatan
yang belum terlihat membaik.
Tidak adanya kepuasan dan motivasi
hidup masyarakat di Banten sudah jelas disebabkan oleh apa. Seharusnya
Pemerintah mampu menganalisa keperluan pembangunan yang memiliki urgensi
tinggi seperti infrastruktur yang memadai terlebih dahulu dengan
keamanan yang terjamin.
Penulis : Ipah Alya F/Mahasiswi Ilmu Komunikasi Untirta
0 comments:
Post a Comment