TANGERANG KONTAK BANTEN Berkas perkara tiga tersangka dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang terkait pencairan ganda Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2024 telah memasuki tahap II. Ini berarti kasus tersebut akan segera disidangkan dalam perkara yang merugikan keuangan negara Rp1,2 Miliar
Ketiga tersangka yang berkasnya telah dilimpahkan adalah AI operator Desa Pondok Kelor, HK operator Desa Kampung Kelor, dan WA operator Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa/DPMPD secara terpisah tengah menjalani proses tahap II di Kejati Banten.
“Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang telah melaksanakan tahap II terkait dugaan tindak pidana korupsi terhadap tiga orang tersangka,” ujar Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Muhammad Arsyad kepada Kabar6.com pada Rabu (11/6/2025).
Arsyad menjelaskan, kasus penyimpangan ini terjadi melalui sistem pencairan APBDes dengan memanfaatkan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) dan Sistem Administrasi Pencairan Dana Desa (Sistansa).
Modus operandi bermula ketika operator desa menemukan kode rilis pencairan yang menggantung akibat bug dalam sistem Sistansa. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan untuk mencairkan dana yang sama untuk kedua kalinya.
Tersangka WA, operator DPMPD Kabupaten Tangerang, berperan penting dalam pencairan ganda ini. WA mengembalikan kode rilis yang menggantung dari sistem Sistansa Kabupaten ke sistem Sistansa Desa, memungkinkan operator desa untuk kembali mencairkan dana yang sebelumnya telah diterima.
Akibat praktik ilegal ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp1.271.596.502. Rinciannya, Desa Pondok Kelor mengalami kerugian sebesar Rp789.810.815 dan Desa Kampung Kelor sebesar Rp481.785.687.
Atas perbuatannya, WA, AI, dan HK diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
“Pasal tersebut mengatur mengenai penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian negara,” pungkas Arsyad.
Arsyad menegaskan, kasus ini menjadi peringatan serius lemahnya pengawasan dalam pengelolaan dana desa serta potensi penyalahgunaan sistem digital oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
0 comments:
Post a Comment