JAKARTA KONTAK BANTEN –-Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menegaskan bahwa KPK memiliki mata dan telinga di mana-mana untuk mengawasi tindak pidana korupsi di seluruh wilayah Indonesia. Ia juga meminta agar pejabat yang merasa gaji serta fasilitas yang diberikan negara tidak cukup, sebaiknya mundur dari jabatannya.
“Jadi mata-telinga kami ada pada seluruh wilayah Republik ini,” kata Johanis Tanak dalam Rapat Koordinasi KPK-Pemerintah Daerah di Kawasan Ancol, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Johanis mencontohkan keberhasilan KPK dalam melakukan “operasi senyap” di Medan, Sumatera Utara, yang menjerat Kepala Dinas PUPR nonaktif Sumut, Topan Ginting.
“Kalau tidak benar, tidak akan pernah itu di Medan ditangkap, tidak akan pernah di Papua itu ditangkap oleh KPK dalam OTT,” ujarnya.
“Jangan mengatakan bahwa KPK itu hanya ada di Jakarta. KPK itu ada di mana-mana,” tambahnya.
Ia mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi juga membutuhkan partisipasi masyarakat, sesuai Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengenai penyadapan, Johanis menyampaikan KPK menggunakan teknologi yang semakin canggih.
“Bapak-bapak jangan coba-coba kirim-kirim WA dengan, mohon maaf, yang porno-porno. Begitu bapak-bapak kita sadap, terangkut semua ini. Ini bapak porno rupanya. Itu ketahuan semua oleh teknologi IT yang kita miliki,” katanya dengan tegas.
Meski demikian, ia menegaskan pejabat tidak perlu khawatir karena penyadapan hanya dilakukan terhadap mereka yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. “Bapak-bapak tidak usah takut untuk menggunakan HP, sepanjang HP digunakan untuk yang benar maka KPK tidak akan melakukan tindakan apa pun,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Johanis menyoroti pejabat yang mengeluh soal gaji tidak mencukupi, padahal sudah mendapatkan berbagai fasilitas dari negara.
“Kalau bapak bilang tidak cukup, bapak sudah diberikan mobil, bapak sudah diberikan rumah, bapak sudah diberikan anggaran dan lain-lain. Masih banyak rakyat kita yang jelata. Jangan bapak cuma melihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah,” ujarnya.
Ia mengaku bingung dengan maraknya kasus korupsi yang berasal dari pejabat daerah. Banyak anggota DPRD yang ditangkap KPK karena terlibat korupsi atas permintaan pejabat Pemda.
“Berapa anggota DPRD saya tangkap dan saya tahan? Itu karena apa? Permintaan-permintaan (suap) semua. Apa tidak cukup dengan gaji yang sudah diberikan?” tanyanya.
Ketika beberapa pejabat daerah menjawab “tidak cukup,” Johanis langsung menegur dengan nada tinggi.
“Kalau bapak-bapak merasa tidak cukup, berhenti saja jadi pegawai. Tidak usah jadi pegawai, masih ada yang lain yang suka,” katanya.
Johanis juga menyinggung hasil penelitian KPK terkait praktik serangan fajar yang marak di daerah. Ia menyindir pejabat yang menggunakan praktik tersebut untuk menduduki jabatan, namun kemudian mengeluh soal gaji kecil.
“Makanya jangan pakai-pakai serangan fajar untuk menduduki jabatan itu. Pakai iman, integritas yang berkaitan dengan iman,” pungkasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut sejumlah kepala daerah sepert, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Gubernur Banten Andra Soni, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani, Gubernur Bangka Belitung Hidayat Arsani, dan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru. Hadir pula para Pimpinan DPRD dari wilayah tersebut.
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk memanggil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution terkait kasus korupsi proyek jalan di Sumut. “Sampai sekarang belum. Tentu nanti berdasarkan dari hasil pemeriksaan tersangka dan saksi-saksi yang lain. Kalau memang ada, ya tidak menutup kemungkinan akan dipanggil dan diminta keterangan,” ujar Setyo, di Gedung DPR.
Jika memang tidak relevansinya, maka penyidik tidak akan mencari-cari alasan. Apalagi, kata dia, penyidik masih fokus kepada para tersangka yang sudah ditahan. “Penyidik masih fokus dengan pokok perkaranya terhadap kepala dinas dan PPK, termasuk juga yang untuk di Balai Besar,” imbuhnya.
Dugaan korupsi tersebut terjadi di proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumut dan di Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka.
0 comments:
Post a Comment