![]() |
Bantuan Indonesia untuk Gaza diterbangkan dengan Herkules siap disalurkan ke warga Gaza. Foto ; Ist |
AMERIKA SERIKAT - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan 500.000 warga Gaza mengalami kelaparan. PBB menuding Israel sebagai penyebab krisis tersebut.
Lembaga pemantau krisis pangan, Integrated Food Security Phase Classification (IPC) mengumumkan secara resmi Gaza tengah mengalami kelaparan. Kondisi ini berpotensi meluas ke seluruh wilayah jika tidak ada gencatan senjata dan penghentian pembatasan bantuan kemanusiaan.
Menurut laporan IPC, lebih dari 500.000 orang atau sekitar seperempat populasi Gaza menghadapi kelaparan akut. Banyak di antaranya berisiko meninggal akibat malnutrisi. Peringatan keras dikeluarkan untuk wilayah selatan, seperti Deir Al-Balah dan Khan Younis.
Lembaga itu menyebut tiga indikator kelaparan di Gaza telah terpenuhi. Pertama, 20 persen rumah tangga mengalami kekurangan pangan ekstrem. Kedua, 30 persen anak usia 6–59 bulan menderita gizi buruk akut. Ketiga, angka kematian minimal 2 orang dewasa atau 4 anak per 10.000 penduduk per hari.
“Data periode 1 Juli hingga 15 Agustus menunjukkan ambang batas tersebut telah tercapai,” ujar IPC dalam paparannya, Jumat (22/8/2025).
IPC menjelaskan, kelaparan dipicu oleh perang berkepanjangan, blokade bantuan, pengungsian massal, serta runtuhnya produksi pangan lokal. Akibatnya, krisis pangan di Gaza telah mencapai tingkat yang mengancam jiwa setelah 22 bulan perang.
Data kami menunjukkan ambang batas kelaparan telah terlampaui. Ini pertama kalinya kami menetapkan status kelaparan di kawasan Timur Tengah,” tegas IPC.
Kondisi tersebut dibenarkan oleh kesaksian warga. Yousef Sbeteh, ayah dua remaja di Kota Gaza, mengungkapkan putrinya Aya (15) kehilangan hampir 20 kilogram, sementara putranya Ahmad (17) turun 15 kilogram akibat kurang gizi.
“Dokter bilang mereka butuh makanan bergizi, tapi saya tak mampu menyediakannya,” tutur Yousef lirih.
Kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, Tom Fletcher, mengecam keras perlakuan Israel terhadap warga Gaza. Kelaparan ini dijadikan senjata perang oleh Israel.
“Semua pihak bertanggung jawab atas ini. Kelaparan Gaza adalah kelaparan dunia,” tegas Tom.
Ia menekankan, krisis ini seharusnya bisa dicegah jika distribusi bantuan tidak dihambat. “Ini bencana kelaparan yang sebenarnya bisa kita cegah seandainya kita diizinkan untuk menyalurkan bantuan,” katanya.
Menurut Tom, stok makanan saat ini menumpuk di perbatasan Gaza, hanya berjarak beberapa ratus meter dari lokasi warga yang kelaparan, tapi terhalang kebijakan Israel. “Memaksa orang mempertaruhkan nyawa mereka untuk mencari makanan. Cukup sudah semua ini,” ujarnya.
Dia meminta, gencatan senjata segera dilakukan dan buka seluruh jalur penyeberangan, baik di utara maupun selatan. Izinkan penyaluran makanan dan pasokan lainnya dilakukan dalam skala besar dan tanpa hambatan,” seru Tom.
Kecaman juga datang dari Pemerintah Arab Saudi. Dikutip dari kantor berita Al Arabiya, Kementerian Luar Negeri Saudi menegaskan penderitaan warga Gaza tidak lepas dari kejahatan genosida yang dilakukan pasukan Israel terhadap warga sipil.
Saudi menilai, kondisi ini menunjukkan kegagalan dunia internasional mencegah pelanggaran berulang yang dilakukan Tel Aviv. “Tragedi ini akan selamanya menjadi noda bagi komunitas internasional, khususnya negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB,” tegas Kemlu Saudi, Sabtu (23/8/2025).
Bantuan Indonesia
Sementara itu, Pemerintah Indonesia melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) telah mengirimkan 800 ton bantuan untuk warga Gaza melalui jalur darat dan udara. Upaya ini merupakan bentuk komitmen Indonesia meringankan penderitaan rakyat Palestina.
“Baznas bekerja sama dengan TNI AU mengirimkan bantuan untuk Palestina, khususnya Gaza. Misi ini dilakukan atas perintah Presiden Prabowo Subianto,” jelas Ketua Baznas Noor Achmad.
Bantuan diangkut oleh Satgas Garuda Merah Putih menggunakan dua pesawat C-130 Hercules TNI AU. Pesawat pertama diberangkatkan dari Lanud Halim ke Pangkalan Udara King Abdullah II di Amman, Yordania, untuk mendekati Palestina dari sisi timur. Pesawat kedua terbang ke Bandara Kairo atau El Arish di Mesir, mendekati Gaza dari sisi barat.
Setibanya di Yordania dan Mesir, bantuan akan dikemas ulang dengan sabuk pengikat dan payung parasut sebelum diterjunkan. “TNI telah melakukan uji coba sebelumnya. Setiap paket menggunakan parasut berbobot 100–200 kilogram, sehingga turun perlahan dan aman bagi warga Palestina. Durasi airdrop akan menyesuaikan kondisi lapangan,” ungkap Noor.
Pengiriman lewat udara dipilih karena banyak wilayah sulit dijangkau jalur darat akibat blokade Israel. Menurutnya, airdrop bukan hal mudah karena memerlukan koordinasi ketat dan persiapan khusus. Namun, kondisi kelaparan di Gaza semakin parah sehingga jalur udara menjadi pilihan terbaik,” lanjutnya.
Baznas terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia untuk memastikan perizinan, keamanan jalur, serta titik jatuh yang aman agar bantuan sampai utuh kepada warga Palestina.
“Kami berharap airdrop pada 17–20 Agustus 2025 ini berjalan lancar, sekaligus menjadi momen kebersamaan Indonesia dengan rakyat Palestina di Hari Kemerdekaan,” tukasnya.
0 comments:
Post a Comment