
Peta persaingan
Pilgub Banten 2017 mencerminkan beberapa perubahan dibandingkan
Pilgub Banten 2006 dan 2011. Pada dua edisi pilgub ini, PDI-P yang
selalu koalisi dengan Golkar akhirnya bercerai dengan membangun koalisi
baru yakni dengan PPP dan Nasdem. Sedangkan PKS yang selama dua edisi
pilgub sebagai rival calon-calon yang diusung Golkar justru bergabung
dalam koalisi bersama Golkar, Demokrat, Hanura, PKB, Gerindra dan PAN.
Pengamat politik Untirta Suwaib Amiruddin melihat persaingan WH-Andika
dan Rano-Embay mencerminkan koalisi besar versus koalisi ramping. Suwaib
mengatakan, WH-Andika mengandalkan elite koalisi parpol dengan penopang
relawan. Sedangkan Rano-Embay mengandalkan struktur dilevel yang
langsung bersentuhan dengan simpatisan dan relawan. Ia mengatakan, ada
beberapa faktor yang menentukan dalam pilkada, yakni kosolidan struktur
parpol, simpatisan dan relawan. ”Sering kita dengar dalam pilkada,
seringkali tim yang mengandalkan elite parpol tidak solid. Justru
simpatisan dan relawan yang menonjol. Oleh karena itu, koalisi parpol
dengan jumlah besar tidak menjamin kemenangan jika ditingkat simpatisan
dan relawan lemah,” ucap pengajar Pasca Sarjana Untirta ini. Kombinasi
cagub-cawagub antara utara dan selatan mencerminkan adanya pertarungan
yang sengit dalam Pilgub Banten 2017. ”Semua pasangan calon memiliki
basis massa pendukung dan simpatisan yang ril. Tinggal pertarungan
strategi. Siapa yang memiliki strategi jitu, yang jadi pemenang,”
ucapnya.
Partisipasi pemilih
Selain pertarungan calon, hal yang menjadi sorotan dalam Pilgub
Banten yakni terkait dengan bayang-bayang rendahnya partisipasi pemilih.
Partisipasi pemilih, sepertinya memang masih menjadi momok yang
menakutkan dalam setiap kali gelaran pilkada di Banten. Sebenarnya ini
adalah sebuah permasalahan klasik yang kerap kali muncul secara
berulang. Berkaca pada pemilu sebelumnya, partisipasi pemilih di
Provinsi Banten terus menjadi sorotan. Pada Pemilu 2011 lalu angka
partisipasi pemilih di Banten hanya 62 persen, sedangkan pada tahun 2015
partisipasi hanya 55 persen dan menjadi provinsi terendah ke tiga di
nasional setelah medan yang hanya 26 persen. Sedangkan untuk tahun ini
KPU RI menargetkan 77,5 persen suara, dan itu menjadi tugas berat yang
harus diupayakan. Berdasarkan pemetaan masalah yang telah dilakukan,
Komisioner KPU Banten Divisi Sosialisasi dan Sumber Daya Manusia Enan
Nadia menilai banyak faktor yang menyebabkan partisipasi tersebut kerap
kali rendah. Namun, pihaknya menyimpulkan tiga faktor utama yang menjadi
alasan kuat masyarakat enggan datang ke TPS dan memberikan hak
suaranya. Pertama, kurangnya kesukarelaan dari masyarakat. Sebab, mereka
merasa lebih penting pekerjaannya ketimbang datang ke TPS dan harus
meninggalkan rutinitasnya. Kedua, masyarakat mulai bosan terhadap
kegiatan pesta demokrasi tersebut, karena sering kali turut memilih tapi
nyatanya kehidupan mereka masih tetap seperti itu saja dan tidak ada
perubahan yang signifikan.Selanjutnya, calon yang maju dalam tiap kali gelaran pilgub dirasa
tidak memenuhi kriteria atau pun harapan dari masyarakat sebagai
pemilih. Karena memang, harapan masyarakat sendiri berbeda-beda tiap
kepalanya. Namun menurut mereka kandidat yang ada bukan masuk kategori
pilihannya dan tidak merepresentasikan keterwakilannya. Oleh karenanya,
dari hal-hal tersebut, semuanya perlu untuk diminimalisasi atau bahkan
dihilangkan. Walaupun demikian, sebagai penyelenggara KPU Banten
percaya, semua upaya yang dilakukan pada intinya harus memulai dengan
menyentuh hati dari para pemilihnya. Rendahnya partisipasi sendiri bukan
hanya terjadi di masyarakat yang jauh dari informasi atau di pelosok
Banten, namun kaum intelektual yang tinggal di perkotaan pun yang
notabene nya memahami betul tentang pemilu dan demokrasi, tapi enggan
untuk menggunakan hak pilihnya. Banyak yang lebih mengutamakan berlibur
saat hari pencoblosan dibanding datang ke TPS, dan beranggapan pemilu
tidak penting. ”Kami berupaya semaksimal mungkin untuk menyatakan bahwa
pemilu itu penting, karena pergantian pemimpin harus mendapatkan
legitimasi dari masyarakat,” ujar Enan.
Kerelaan
Pihaknya memperhatikan satu poin penting yang perlu terus digenjot
pada masyarakat tersebut adalah voluntarisme atau kerelaan dari setiap
individu untuk menggunakan haknya. Sebab, dengan adanya kerelaan, apapun
pekerjaan yang dilakukan pada hari pemilihan, mereka akan berupaya
menyiasati untuk hadir di TPS. Dengan demikian, kerelaan tersebut
menjadi salah satu poin penting yang perlu dicapai dalam setiap
sosialisasi agar bisa merengkuh 77,5 persen partisipasi sesuai dengan
target KPU RI. Bahkan menurut Enan, pihaknya bukan tanpa upaya
menaklukkan permasalahan rendahnya partisipasi tersebut. Pihaknya telah
menetapkan peningkatan partisipasi sebagai fokus utama yang ingin
dicapai dalam gelaran Pilgub Banten 2017. Upaya tersebut tergambar jelas
dari rangkaian kegiatan yang telah dilakukannya secara serius dan
melibatkan berbagai golongan, kelompok, institusi serta semua lapisan
masyarakat. Seperti kerja sama dengan perguruan tinggi dan dinas
pendidikan melalui program goes to campus kepada 48 kampus, serta 155
sekolah di masing-masing kecamatan se-Provinsi Banten dalam program goes
to school.Organisasi kemasyarakatan, perkumpulan hobi, seni budaya yang masuk
kategori 15 segmentari pun tidak luput dari sasaran sosialisasi. Selain
organisasi, pihaknya pun menurunkan kegiatan ditingkat PPK untuk
kegiatan dengan tokoh agama, masyarakat, pemuda, wanita yang ada
disetiap kecamatan. Narasumbernya setiap KPU kabupaten/kota
masing-masing. Ada pula kegiatan perlombaan apps challenge untuk
menyisir sosialisasi kepada para pengguna gawai. Kemudian pembentukan
relawan demokrasi yang terdiri atas 8 orang tingkat provinsi sebagai
koordinator dan 5 orang ditiap kabupaten/kota. Selain itu, upaya
menggandeng media massa baik cetak maupun daring hingga radio pun telah
dilakukan, demi hajat demokrasi yang lebih baik tersebut. Adanya aturan
penggunaan KTP-el sebagai syarat menjadi pemilih pun dirasa bukan sebuah
halangan. Sebagai penyelenggara, bahkan pihaknya menyambut baik adanya
penggunaan KTP-el sebagai syarat untuk menggunakan hak pilihnya.
Walaupun pada saat ini beban pemerintah daerah lebih meningkat, karena
dikejar oleh target DPT yang harus memiliki KTP-el atau pun suket. Tapi
diluar hal tersebut, sejatinya itu berdampak baik, karena outputnya
ingin ada satu identitas pribadi yang bisa mencakup semua hal. Dengan
demikian, persoalan KTP-el tersebut bukan hanya dengan KPU atau pemilu
saja, tapi berkaitan dengan pemerintah daerah juga. Jika semua telah
memiliki KTP-el, maka pemilu pada tahun 2019 mendatang akan jauh lebih
mudah.Angin segar pun mulai terlihat, dengan dua kandidat pasangan calon
gubernur dan wakil gubernur yang muncul dalam gelaran pilgub tersebut
tampaknya memberikan warna baru bagi masyarakat selaku pemilih. Sebab
berdasarkan kabar yang beredar, di 8 kabupaten/kota masing-masing,
mempunyai calon tunggal dari kedua pasangan tersebut. Menurutnya, Banten
beruntung memiliki pasangan calon lengkap. Masyarakat tinggal
mencermati dari kedua pasangan yang ada, sebab semuanya memiliki
kelebihan dan dikenal oleh masyarakat. Pada intinya semua kembali kepada
hati kecil dan nurani namun tetap berdasarkan hasil pemikiran secara
rasional agar tidak ada penyesalan nantinya sebab telah mempertimbangkan
secara matang. Pihaknya menyematkan harapan besar dalam pilgub 2017
mendatang, agar kedepan partisipasi bisa meningkat, peran pemilih bisa
jauh lebih baik dan sadar akan hak pilihnya. Jangan sampai
menyia-nyiakan hak pilihnya, sebab satu suara pun akan berpengaruh besar
dan sangat menentukan. Masyarakat harus hadir, untuk kemudian bisa
dengan rela hati menggunakan haknya dan mempertahankan haknya. Sebab
pemilu merupakan momen sekali dalam 5 tahun, walaupun ke depan ada
pemilu namun momennya telah berbeda.
Tekan angka golput
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten Pramono U
Tanthowi terus melakukan pengawasan semua tahapan pemilu, terutama
tahapan DPT. Proses pengawasan tersebut akan menggunakan beberapa
pendekatan. Pertama, pengawasan melekat. Ketika petugas PPDP melakukan
pencocokan dan penelitian (coklit) dari rumah ke rumah, PPL akan ikut
mendampingi untuk memastikan bahwa PPDP melakukan proses coklit ini
dengan benar. Selain itu juga untuk memastikan bahwa tidak ada kepala
keluarga yang tidak didatangi oleh PPDP. Kedua, pihaknya juga melakukan
pengawasan DPT dengan menggunakan teknologi informasi. Bawaslu Banten
membangun SIANIDA (Sistem Informasi Analisis Data Ganda) yang sangat
bermanfaat untuk mendeteksi pemilih ganda dalam daftar pemilih. Setelah
melakukan analisis kegandaan, kemudian direkomendasikan ke KPU untuk
ditindaklanjuti. Ketiga, pengawas pemilu juga melakukan langkah
koordinasi antar instansi, terutama dengan KPU dan Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal itu
dilakukan dalam rangka mengantisipasi tingginya jumlah penduduk yang
belum memiliki KTP elektronik. Terakhir, Pengawas Pemilu juga telah
merencanakan untuk melakukan audit, mengecek ke lapangan dengan metode
sampling, terutama untuk mengetahui apakah masih ada pemilih yang belum
terdaftar dalam DPT. Hasil audit tersebut juga akan direkomendasikan ke
KPU untuk ditindaklanjuti.Menurutnya upaya menekan angka golput, memang bukan tugas yang mudah.
Penyelenggara pemilu harus melakukan langkah-langkah sosialisasi yang
massif dan dengan metode-metode yang kreatif. Misalnya dengan
kegiatan-kegiatan kesenian, keagamaan, dsb. Namun soal golput juga
merupakan tanggung jawab pemerintah dan pasangan calon. Pemerintah,
berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016, diberi mandat untuk turut serta
meningkatkan kehidupan yang demokratis. Dengan demikian, Pemerintah
Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota perlu membuat program-program
sosialisasi kepada masyarakat agar memberikan hak suara pada hari
pemungutan suara nanti. Namun yang perlu menjadi perhatian, program
sosialisasi tersebut tidak boleh ada muatan atau nuansa yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Demikian juga
pasangan calon, tim kampanye, dan relawan, juga memiliki kewajiban untuk
mengimbau kepada konstituen masing-masing untuk berbondong-bondong pada
hari H datang ke TPS. Kita harapkan kedua pasangan calon menyampaikan
kampanye yang mendidik, mengedepankan program, gagasan, dan
terobosan-terobosan yang genuine. Bukan sekadar pencitraan, apalagi
iming-iming politik uang.PelanggaranDalam Pilkada Banten 2017 ini memang hanya diikuti oleh 2 pasangan
calon. Meskipun pesertanya sedikit tidak bisa juga dikatakan bahwa tugas
pengawasannya lebih mudah. Bahkan menurutnya, Pilkada ini memiliki
dinamika yang menarik. Karena hanya diikuti oleh dua pasangan calon, ini
membelah dukungan masyarakat dari semua kelompok menjadi dua kelompok
besar. Karena itu, muncul pro-kontra yang sangat dinamis. Jika tidak
hati-hati, Pengawas Pemilu maupun KPU akan terjerat pada sikap partisan
yang mengancam integritasnya sebagai penyelenggara pemilu. Walaupun
hanya dua pasangan calon, namun pelanggaran pemilu yang saat ini telah
dan sedang ditangani, memang kuantitasnya sangat tinggi. Lagi-lagi,
semua ini diakibatkan karena peserta Pilgub hanya dua pasangan calon.
Sehingga keduanya cenderung untuk saling melaporkan, semuanya
berdasarkan data yang diterima Bawaslu Banten. Sejauh ini, dugaan
pelanggaran yang dilaporkan berkisar pada: penyalahgunaan program,
anggaran, dan kegiatan pemerintah, ketidaknetralan ASN dan pejabat
birokrasi, kampanye ilegal, APK ilegal, politik uang, dan kode etik
penyelenggara pemilu. Namun yang perlu ditekankan adalah bahwa tidak
semua laporan pasti mengandung kebenaran sehingga terbukti sebagai
pelanggaran.Pengawas Pemilu memiliki pedoman UU dan Peraturan Bawaslu tentang
bagaimana menerima, menangani, dan memutuskan dugaan-dugaan pelanggaran
tersebut. Jika terbukti, akan kita nyatakan bersalah. Sebaliknya, jika
tidak terbukti, ya kita nyatakan tidak bersalah. Jika dibanding Pilgub
lima tahun lalu, dari informasi sekilas yang diterima, memang kuantitas
pelanggaran dulu tidak sebanyak sekarang ini. Meskipun demikian, jika
diperdalam penyelenggaraan Pilgub Banten 5 tahun lalu, apalagi jika di
buka-buka Putusan MK mengenai sengketa hasil Pilgub tersebut,
menurutnya, kualitas pelanggaran Pilgub Banten kali ini jauh menurun
dibanding lima tahun lalu. Terutama mengenai laporan mengenai
penyalahgunaan program, anggaran, dan kegiatan untuk memenangkan salah
satu paslon, serta netralitas ASN dan birokrasi. Pilgub saat ini memang
masih ada beberapa laporan mengenai hal itu, tetapi kualitas dugaan
pelanggarannya sudah jauh menurun dibanding pelanggaran-pelanggaran yang
sama pada lima tahun lalu.(
0 comments:
Post a Comment